Ini rincian tarif Akil urus sengketa pilkada
Praktik kotor ini dilakukan Akil dengan jorok, hingga banyak pihak tahu MK bisa disuap.
Isi dakwaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar luar biasa mengejutkan publik. Sebab, terdakwa kasus suap dan pencucian itu tidak ragu-ragu memasang tarif pengurusan sengketa pilkada bagi calon kepala daerah yang ingin dimenangkan.
Tak hanya itu, bahkan dalam memberikan tarif, Akil ikut menyertakan ancaman akan menolak permohonan yang bersangkutan atau memberikan keputusan yang menguntungkan pihak lain. Praktik kotor ini dilakukan Akil dengan jorok, hingga banyak pihak tahu MK bisa disuap.
Berikut rincian tarif Akil urus sengketa pilkada:
-
Kapan Gunung Seulawah Agam meletus? Dari segi sejarah erupsinya, tidak diketahui pasti kapan terjadinya letusan tersebut.
-
Bagaimana jalur pendakian di Gunung Kaba? Jalur Pendakian yang Ramah Ketinggian yang rendah, pastinya jalur pendakiannya sangatlah mudah sehingga ramah bagi para pendaki pemula. Ya, Gunung Kaba ini terdapat 2 pilihan jalur: Pertama, berbentuk jalanan tanah dan biasa dilewati pendaki untuk mencapai puncak, dan kedua berbentuk jalanan aspal yang sudah rusak.
-
Apa yang diyakini sebagai tempat bersemayam makhluk gaib di Gunung Slamet? Mitos Gunung Slamet yang pertama, yaitu puncaknya konon menjadi tempat bersemayam makhluk gaib. Ada beberapa alasan yang mendukung kepercayaan tersebut.
-
Apa yang menjadi ciri khas bentang alam di wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul? Wilayah selatan Gunungkidul merupakan bagian dari Gunungsewu Geopark yang telah diakui oleh UNESCO. Wilayah ini identik dengan bukit-bukit kecil yang jumlahnya sangat banyak.
-
Apa yang dilakukan oleh Kasad Maruli Simanjuntak di Gunung Sangga Buana? Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menghadiri acara pelepasan elang Jawa di tempat latihan Kostrad.
-
Kapan Bunga Amarilis di taman Pak Sukadi mekar? Saat ini, bunga-bunga Amarilis yang berada di taman itu sedang bermekaran.
Rp 500 juta untuk Pilkada Kabupaten Lampung Selatan
Sepak terjang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Muhammad Akil Mochtar , dalam memainkan putusan sengketa pemilihan kepala daerah memang mengejutkan. Mantan politikus Partai Golkar itu juga menerima duit suap Rp 500 juta dari pasangan Rycko Menoza-Eki Setyanto.
Dalam uraian surat dakwaan Akil yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Olivia Br Sembiring, memaparkan kemenangan Rycko-Eki dalam Pilkada Lampung Selatan digugat oleh tiga pasangan lain, yakni Wendy Melfa-Antoni Imam, Fadhil Hakim-Andi Aziz, dan Andi Warsino-A Benbela.
Akil lantas menyusun komposisi Hakim Panel dalam perkara itu. Akil sebagai ketua merangkap anggota, serta Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva sebagai anggota. Dalam sengketa itu, Rycko-Eki menunjuk advokat Susi Tur Andayani sebagai penasehat hukum.
"Pada sekitar Juli 2010, Akil melalui Susi meminta Rycko dan Eki menyediakan uang supaya gugatan atas kemenangan keduanya ditolak," kata Jaksa Olivia.
Setelah itu, Susi menemui Eki di Hotel Red Top, Jakarta Pusat, menyampaikan permintaan Akil supaya menyediakan Rp 500 juta jika ingin menang gugatan. Eki lantas memberitahukan permintaan Akil kepada Rycko dan keduanya sepakat memberikan dana sebesar Rp 300 juta.
Tidak lama kemudian, Susi kembali menghubungi keduanya supaya melunasi biaya buat Akil. Eki lantas menyerahkan uang tunai Rp 100 juta dan Rycko memberikan cek senilai Rp 100 juta kepada Susi. Susi lantas mengirim uang itu kepada Akil dalam dua kali transfer sebesar masing-masing Rp 250 juta.
Kabarnya, biaya suap sengketa pilkada Lampung Selatan bisa 'murah' lantaran Rycko adalah anggota organisasi Pemuda Pancasila. Akil diketahui merupakan dedengkot Pemuda Pancasila.
Rp 20 M untuk Pilkada Kota Palembang
Dugaan jual beli putusan sengketa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar nampaknya benar adanya. Hal itu bisa dilihat dalam sengketa pilkada Kota Palembang dilaksanakan April tahun lalu.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK , Olivia Br Sembiring, memaparkan pada 7 April 2013 Komisi Pemilihan Umum Kota Palembang mengukuhkan duet Sarimuda-Nelly Rasdania sebagai pemenang Pilkada Palembang. Tetapi, duet Romi Herton-Harno Joyo menggugat keputusan itu.
Romi lantas menghubungi Muhtar Ependy, diketahui sebagai orang dekat dan teman bisnis Akil, akan melayangkan gugatan ke MK. Muhtar lantas memberitahukan hal itu kepada Akil.
Romi mendaftarkan gugatan pilkada Kota Palembang ke MK pada 16 April 2013. Kemudian, pada 30 April 2013, Akil menetapkan hakim panel dengan komposisi Akil sebagai Ketua merangkap anggota, serta Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.
"Mei 2013, Muhtar menelepon Romi supaya menyiapkan sejumlah uang. Romi lantas menyanggupi menyiapkan Rp 20 miliar," kata Jaksa Olivia.
Lantas, pada 16 Mei 2013, Romi menyerahkan duit itu melalui istrinya, Masitoh, sebesar Rp 12 miliar di Bank BPD Kalimantan Barat. Sementara duit senilai Rp 3 miliar dalam bentuk mata uang asing
"Sedangkan Romi berjanji memberikan sisa uang Rp 5 miliar melalui Muhtar ependy setelah putusan MK terbit," ujar Jaksa Olivia.
Pada 20 Mei 2013, MK memutuskan membatalkan kemenangan pasangan Sarimuda-Nelly, dan memenangkan duet Romi-Harno yang awalnya kalah. Setelah menang, Romi menyerahkan duit Rp 5 miliar itu kepada Muhtar.
Muhtar lantas menyetorkan uang itu ke rekening CV Ratu Samagat di BNI Cabang Pontianak sebesar Rp 7,5 miliar. Sedangkan sisanya dipakai modal usaha oleh Muhtar atas seizin Akil.
Rp 15 M untuk Pilkada Kabupaten Empat Lawang
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, nampaknya memang sengaja memberi celah supaya putusan sengketa pemilihan kepala daerah bisa dipermainkan. Hal itu terbukti dalam pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Wawan Yunarwanto, memaparkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Empat Lawang menetapkan pasangan Joncik Muhammad-Ali Halimi sebagai pemenang. Kemenangan itu digugat oleh pasangan Budi Antoni Aljufri-Syafril Hanafiah.
Budi yang juga Bupati petahana Empat Lawang menyampaikan akan menggugat kemenangan rivalnya. "Pada akhir Juni 2013 Akil menelepon Muhtar Ependy supaya menyampaikan kepada Budi Antoni segera menyiapkan uang. Muhtar lalu menyampaikan ke Budi Antoni dan disetujui," kata Jaksa Wawan.
Lantas, sekitar Juli 2013, istri Budi Antoni, Suzanna, menyetor uang Rp 10 miliar melalui Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat Jakarta Jalan Arteri Mangga Dua, Jakarta Barat. Beberapa hari kemudian, Suzanna kembali menyetor duit buat Akil sebesar USD 150 ribu dan USD 300 ribu.
"Selanjutnya, Muhtar menyerahkan uang tunai Rp 5 miliar dan USD 500 ribu kepada Akil di rumah dinas Ketua MK Jalan Widya Chandra III nomor VII," ujar Jaksa Wawan.
Selanjutnya, sisa duit Rp 5 miliar disetor ke rekening pribadi Muhtar Ependy di BPD Kalimantan Barat atas persetujuan Akil. Setelah lunas, pada 31 Juli 2013, MK menetapkan Budi Antoni-Syahril sebagai pemenang pilkada Empat Lawang, dan menganulir kemenangan Joncik-Ali Halimi.
Rp 1,8 M untuk Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar , ternyata juga 'bermain' dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Bekas politikus Partai Golkar itu awalnya meminta imbalan Rp 3 miliar kepada duet pemenang pilkada, Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung, tapi akhirnya cuma menerima Rp 1,8 miliar.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Luki Dwi Nugroho, pada 2011, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pemenang pemilihan kepala daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Tetapi, kemenangan itu digugat oleh Albiner Sitompul-Steven P.B. Simanungkalit dan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi masih dipimpin oleh Mahfud MD. Lantas, Mahfud menetapkan Hakim Panel buat menyidangkan perkara itu dengan komposisi Achmad Soliki sebagai ketua merangkap anggota, dan Harjono serta Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota.
Saat perkara sedang berproses, Akil menghubungi Bakhtiar Ahmad Sibarani. Intinya adalah Akil minta kepada Bonaran melalui Akhmad supaya menyiapkan uang Rp 3 miliar.
"Akil kemudian kembali menghubungi Bakhtiar melalui pesan singkat supaya uang suap itu dikirim ke rekening CV Ratu Samagat di Bank Mandiri Kantor Cabang Pontianak Diponegoro dengan menuliskan, 'angkutan batu bara,' pada slip setoran," kata Jaksa Luki.
Lantas, pada Juni 2011, Bonaran yang juga mantan kuasa hukum Anggodo Widjojo menyerahkan uang tunai Rp 2 miliar kepada Bakhtiar dan dikirim ke Akil. Bakhtiar lantas meminta Subur Efendi dan Hetbin Pasaribu menyetor masing-masing Rp 900 juta sehingga berjumlah Rp 1,8 miliar ke rekening CV Ratu Samagat.
"Pada 22 Juni 2011, MK memutuskan menolak permohonan dari para pemohon untuk seluruhnya dalam sengketa pilkada Tapanuli Tengah," ujar Jaksa Luki.
Rp 1 M untuk Pilkada Kabupaten Buton
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuding mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, memainkan putusan sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Jaksa menyebut bekas politikus Partai Golkar itu menerima Rp 1 miliar sebagai imbalan mengurus putusan itu.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Ronald Ferdinan Worotikan, memaparkan pemenang pilkada Buton pada 2011 adalah pasangan Agus Feisal Hidayat-Yaudu Salam Ajo. Tetapi, kemenangan mereka digugat di MK oleh pasangan La Uku dan Dani, Samsu Umar Abdul Samiun dan La Bakry, serta Abdul Hasan Mbou dan Buton Achmad.
Saat itu, Ketua MK masih dijabat Mahfud MD, dia membentuk Hakim Panel sengketa pilkada Buton dengan komposisi Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota, dan Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva sebagai anggota.
Pada 21 September 2011, MK memutuskan supaya pilkada Buton diulang. Kemudian, pemilihan kembali dilaksanakan pada 19 Mei 2012. Dalam pilkada ulang itu yang keluar sebagai pemenang adalah pasangan Samsu Umar Abdul Samiun dan La Bakry. Kemudian, kemenangan keduanya digugat lagi oleh duet La Uku dan Dani.
"Pada Juli 2012, Akil menghubungi advokat Arbab Paproeka. Dia meminta supaya Samsu Umar menyiapkan Rp 6 miliar jika ingin menang gugatan," kata Jaksa Ronald.
Pada 18 Juli 2012, Samsu Umar memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil yang dikirim ke rekening CV Ratu Samagat di Bank Mandiri Kantor Cabang Pontianak Diponegoro, Kalimantan Timur. Perusahaan itu milik istri Akil, Ratu Rita.
Setelah duit diterima, selanjutnya pada 24 Juli 2012 MK memutuskan duet Samsu Umar-La Bakry sebagai pemenang pilkada ulang Buton. Kemudian, Akil mengirim pesan singkat kepada Samsu supaya segera melunasi sisa duit suap. Meski demikian, Samsu Umar tidak mau membayar uang sogokan buat Akil.
Rp 3 M untuk Pilkada Kabupaten Lebak
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, meminta Rp 3 miliar buat mengurus sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten. Menurut jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, duit itu diminta supaya MK menganulir kemenangan duet Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi dan melakukan pemungutan suara ulang, supaya terbuka peluang bagi pasangan Amir Hamzah-Kasmin memenangkan pilkada itu.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Mochamad Wiraksajaya, menjelaskan kemenangan Iti-Ade digugat oleh Amir-Kasmin melalui penasehat hukum Rudi Alfonso pada 8 September 2013.
Selang empat hari kemudian, Akil yang sudah menjabat Ketua MK membentuk Hakim Panel sengketa pilkada Lebak dengan komposisi Akil sebagai Ketua merangkap anggota, dan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.
Pada 16 September 2013, advokat Susi Tur Andayani menghubungi Akil melalui pesan singkat setelah bertemu dengan tim sukses Amir-Kasmin. Susi meminta bantuan supaya Akil membantu mengurus perkara itu. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mengutus adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana Chasan alias Wawan, buat menemui Akil dan membahas soal sengketa pilkada Lebak. Pertemuan Wawan dan Akil terjadi di rumah dinas Ketua MK di Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan, pada 25 September 2013.
Sehari kemudian, 26 September 2013, sekitar pukul 17.30 WIB, advokat Susi Tur Andayani mengikuti pertemuan di Kantor Gubernur Provinsi Banten. Dalam pertemuan itu hadir Atut, serta calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin. Dalam pertemuan itu, Amir Hamzah melaporkan kepada Atut mengenai peluang dikabulkannya perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kabupaten Lebak, Banten.
Selang dua hari, Susi melapor ke Akil melalui telepon genggam soal hasil pembicaraan dengan Atut dan lainnya. Akil lantas menjawab permintaan Susi.
"Akil mengatakan, 'Suruh Dia siapkan tiga M-lah biar saya ulang'," kata Jaksa Wiraksajaya.
Pada 30 September 2013, Wawan bertemu dengan Susi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan. Mereka membahas soal permintaan uang Rp 3 miliar dari Akil jika pasangan Amir Hamzah-Kasmin ingin menang sengketa pilkada.
"Dalam pertemuan itu, Wawan menerima telepon dari Atut supaya mau membantu menyediakan uang suap. Wawan lalu menyampaikan kepada Susi hanya siap memberikan Rp 1 miliar kepada Akil," ujar Jaksa Wiraksajaya.
Kemudian, pada 1 Oktober 2013, Wawan memberikan duit Rp 1 miliar buat Akil melalui anak buahnya, Ahmad Farid Asyari. Uang itu disimpan di dalam tas perjalanan warna biru dan diberikan oleh Farid kepada Susi di Hotel Allson, Jakarta Pusat.
Di hari sama, MK memutuskan supaya pilkada Lebak dilakukan pemungutan suara ulang. Setelah putusan terbit, Susi lantas menghubungi Amir Hamzah memberitahukan kabar itu. Amir langsung menghubungi Atut menyampaikan hal itu.
"Isi laporan SMS Amir Hamzah kepada Atut adalah, 'Laporan bu. MK putusan PSU. Kalau kita buat PSU di Desember atau mundur lagi itu lebih baik. Kalau kondisi politiknya terus memanas KPU mungkin akan tidak siap bu. Trims bu atas kebaikannya'," lanjut Jaksa Wiraksajaya.
Akil hari itu belum bersedia menerima duit sogok sengketa pilkada Lebak. Akhirnya Susi membawa uang itu ke rumah orangtuanya di Jalan Tebet Barat nomor 30, Jakarta Selatan. Kemudian pada 2 Oktober 2013, Susi menghubungi Wawan menyampaikan kabar putusan MK. Lantas, pada pukul 22.30 WIB, Susi ditangkap tim KPK di rumah pribadi Amir Hamzah di Jalan Kampung Kapugeran, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Alhasil, perjanjian suap yang sedianya Rp 3 miliar, meleset menjadi Rp 1 miliar. Karena hal itu, Akil sempat ngambek.
Rp 2,9 M untuk Pilkada Kabupaten Pulau Morotai
Permainan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mochamad Akil Mochtar, juga mencakup pilkada Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Menurut jaksa, Akil menerima Rp 2,989 miliar supaya memenangkan Rusli Sibua-Weni R. Paraisu dalam pilkada itu.
Dalam uraian surat dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/2), Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Luki Dwi Nugroho, memaparkan pada KPU Pulau Morotai menetapkan pasangan Arsad Sardan-Demianus Ice sebagai pemenang pilkada. Tetapi Rusli Sibua-Weni R. Paraisu menggugatnya. Rusli lantas menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacara atas saran Muchlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry.
Sahrin lalu mengontak Akil. Akil lalu meminta Rusli melalui Sahrin menyiapkan duit Rp 6 miliar jika ingin menang sengketa. Sahrin menyampaikan permintaan itu kepada Rusli di Hotel Borobudur, Jakarta. Meski demikian, Rusli cuma sanggup membayar Rp 3 miliar.
"Setelah menerima informasi jumlah uang, Akil meminta Sahrin mengantar duit itu langsung ke Kantor MK. Tapi, Sahrin takut," kata Jaksa Luki.
Kemudian, Akil meminta Sahrin mengirim duit itu ke rekening CV Ratu Samagat di Bank Mandiri Kantor Cabang Pontianak Diponegoro. Akil juga minta supaya dalam slip setoran ditulis 'angkutan kelapa sawit,' buat mengelabui.
Rusli lantas mengirim duit sebesar Rp 2,989 miliar dalam tiga tahap. Yakni pada 16 Juni 2011 melalui Muchlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry masing-masing Rp 500 juta. Dan sisanya pada 20 Juni 2011 sebesar Rp 1,989 miliar disetor oleh Djuffry.
Pada 20 Juni 2011, MK memutuskan memenangkan Rusli-Weni.