Jaksa Agung sebut polisi aneh tak akui Risma jadi tersangka
"Soalnya Kejaksaan menerima SPDP itu," kata Prasetyo.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo akui sudah menerima laporan tentang Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus pasar Turi dengan tersangka Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Prasetyo justru menilai aneh jika polisi membantah jika Risma belum menjadi tersangka.
"Saya akan coba menanyakan dengan Kejati Jawa Timur. Tapi Kapolda Jatim menyatakan Risma bukan sebagai tersangka adalah hal yang aneh. Saya bahkan menerima SMS, ada nomer SPDP dari polisi ya. Seperti itu kira-kira, saya belum dapat penjelasan lengkapnya dari Kejati," kata Prasetyo ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (23/10).
Prasetyo ogah berpolemik soal kasus yang menjerat Risma hanya karena relokasi pedagang Pasar Turi. Menurut dia, yang berhak menjelaskan detail kasus itu adalah polisi.
"Kalau soal janggal, coba tanyakan ke Reskrimum sana ya," terangnya.
Prasetyo justru mengkritik statemen Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang ingin polisi tak memproses hukum para calon kepala daerah jelang pilkada dimulai karena dapat mengganggu pelaksanaan pilkada. Menurut dia, yang bikin pilkada terganggu justru sikap polisi yang tidak mengakui Risma jadi tersangka.
"Ya makanya, kenapa harus seperti itu. Kalau misalnya itu nggak bener, berarti ada penyesatan. Ada upaya-upaya untuk mengganggu pelaksanaan Pilkada. Coba tanya langsung kepada Polda Jatim, soalnya Kejaksaan menerima SPDP itu," pungkasnya.
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti membantah adanya penetapan tersangka terhadap mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini terkait kasus Pasar Turi.
"Enggak ada. Saya sudah telepon Kapolda Jawa Timur. Itu enggak ada. Enggak tahu informasi yang beredar itu dari mana sumbernya," tegas Badrodin saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (23/10).
Badrodin juga menegaskan, sebelumnya dirinya sudah mengingatkan kepada seluruh bawahannya agar tidak melakukan proses hukum terhadap pejabat daerah yang terlibat kasus apa pun.
"Saya sudah pesan sama bawahan, enggak boleh proses hukum selama menjelang pilkada. Boleh diproses, tapi setelah pilkada selesai," imbuh Badrodin.