Jaksa Minta Hakim Tolak Pleidoi Brigjen Prasetijo Utomo
Pleidoi terdakwa Prasetijo Utomo telah dibantah tim jaksa dengan keterangan saksi dan bukti-bukti.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan tidak sependapat dengan nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra, Prasetijo Utomo. Jaksa meminta dalam sidang lanjutan majelis hakim menolak pleidoi Prasetijo.
"Memohon agar majelis hakim menolak pembelaan yang diajukan penasihat hukum maupun terdakwa," ujar Jaksa Penuntut Umum, Yeni Trimulyani, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (15/12).
-
Kenapa Prabowo Subianto dan Jenderal Dudung menggandeng tangan Jenderal Tri Sutrisno? Momen ini terjadi ketika ketiga jenderal tersebut sedang berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan atau tempat digelarnya gala dinner seusai mengikuti rangkaian parade senja atau penurunan upacara bendera merah putih.
-
Apa yang dilakukan Menhan Prabowo Subianto bersama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo? Prabowo duduk di kursi belakang pesawat F-16. Pilot membawanya terbang pada ketinggian 10.000 kaki.
-
Kapan Brigjen TNI (P) Bom Soerjanto meninggal dunia? Ayah Irjen Krishna Murti meninggal dunia. Ia adalah Brigjen TNI (P) Bom Soerjanto Bin Soejitno yang mengembuskan nafas terakhirnya pada Rabu (10/7) kemarin.
-
Siapa yang berperan dalam proses jamasan Dewi Sri dan Joko Sedono? Dikutip dari laman resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, jamasan ini dilakukan oleh sesepuh wanita yang telah diberi mandat oleh kasepuhan.
-
Siapa yang diusung oleh partai-partai pendukung Prabowo-Gibran? Dua nama yang santer bakal meramaikan Pilkada Jakarta adalah dua mantan Gubernur Ibu Kota dan Jawa Barat yakni Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Anies sebagai calon inkumben tampaknya bakal diusung oleh partai-partai pendukungnya di Pilpres 2024. Begitu juga dengan Ridwan Kamil yang didukung barisan partai pendukung Prabowo-Gibran.
-
Di mana Ganjar Pranowo bertemu dengan pelaku UMKM? Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo menghadiri silaturahmi bersama Asosiasi Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024).
Yeni menjelaskan, pleidoi terdakwa Prasetijo Utomo telah dibantah tim jaksa dengan keterangan saksi dan bukti-bukti. Karenanya, menurut Yeni, semua dibeberkan tim jaksa merupakan sebuah fakta.
"Keseluruhan sudah dibantahkan berdasarkan keterangan saksi dan bukti di persidangan. Sehingga menjadi fakta-fakta hukum yang dapat menjadi pembuktian," jelas Yeni.
Yeni menambahkan, dalil diuraikan dalam pledoi hanya berdasarkan keterangan terdakwa, tanpa bukti dan fakta persidangan. Karenanya, sudah seharusnya majelis hakim melakukan penolakan.
"Oleh karena itu kami tidak akan menanggapinya secara mendalam dan tetap berpegangan pada fakta persidangan," Yeni menandasi.
Dengan tanggapan ini, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda duplik dari Terdakwa Prasetijo. Hal ini dilakukan guna membantah penolakan jaksa terhadap pledoi diajukan. Duplik rencananya digelar Jumat 18 Desember 2020.
Pleidoi Brigjen Prasetijo Utomo
Terdakwa perkara surat jalan palsu, Brigjen Prasetijo Utomo membacakan nota pembelaannya atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (11/12). Dalam pleidoinya, ida mengatakan bahwa Djoko Soegiarto Tjandra bukan merupakan buronan.
Prasetijo melihat, Djoko Tjandra dalam tanda bebas bisa melakukan sejumlah perbuatan. Mulai dari membuat KTP, paspor, hingga hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali dalam sengkarut urusan hukumnya.
Prasetijo lalu menegaskan, bahwa dirinya bakal menangkap eks buronan kasus cassie Bank Bali tersebut jika mengetahui menjadi buronan hukum. Dirinya tidak akan pandang bulu.
"Percayalah yang mulia atas jawaban dan amanah saya sebagai seorang anggota kepolisian negara Republik Indonesia. Apabila saat itu Joko Soegiarto Tjandra merupakan seorang buronan hukum, tidak akan pandang bulu saya untuk menangkapnya dengan tangan saya sendiri," kata Prasetijo di ruang sidang, Jumat (11/12).
Menurutnya, segala yang dia lakukan merupakan kewajibannya sebagai anggota Polri. Mengemban amanah melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat tanpa pandang bulu.
"Tanpa melihat harta jabatan profesi status sosial yang seringkali membuat manusia lupa bahwa kita setara," tegas jenderal bintang satu ini.
Meski begitu, Prasetijo menyatakan ikhlas menerima bila majelis hakim memutuskan dirinya bersalah dalam perkara pembuatan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra. Hal ini untuk penegakan hukum dan terciptanya keadilan di Indonesia.
"Apabila majelis hakim yang terhormat setelah mempertimbangkan dengan adil dan seksama menilai bahwa pelaksanaan kewajiban saya sebagai anggota kepolisian merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum yang selalu saya junjung tinggi selama 29 tahun saya mengabdi, maka saya dengan ikhlas bersedia akan menerima keputusan itu demi pelaksanaan penegakan hukum," kata Prasetijo.
"Dan biarkan hal itu menjadi harga demi tercapainya keadilan di Negara Republik Indonesia," tutupnya.
Dituntut 2 Tahun 6 Bulan Penjara
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan dalam perkara surat jalan palsu, atas terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo pada Jumat lalu (4/12). Dalam amar tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Prasetijo dituntut 2 tahun 6 bulan kurungan penjara.
Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana terkait surat menyurat. Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, dalam perkara ini menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP.
Prasetijo juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara berlanjut berupa membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri. Hal itu mengacu pada Pasal 426 ayat 2 KUHP.
Prasetijo, sebut JPU, juga terbukti melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan dengan cara menghancurkan barang bukti. Ketika itu, Kompol Johny Andrijanto selaku anak buahnya diminta untuk membakar seluruh bukti yang berkaitan dengan surat-menyurat.
"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan," kata JPU Yeni Trimulyani saat membacakan amar tuntutan, Jumat (4/12).
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Djoko Tjandra saat itu berstatus terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang jadi buron sejak 2009.
Dalam sidang perdana yang dihelat pada Selasa (13/10), JPU sempat menyebut jika Brigjen Prasetijo Utomo mencoret nama Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit. Pasalnya, dalam mekanisme pembuatan surat jalan, seharusnya ditandatangani oleh Komjen Listyo.
Oleh Brigjen Prasetijo, nama atasannya dicoret agar surat jalan palsu bisa segera terbit. Dia yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, meminta bawahannya untuk merevisi surat jalan tersebut.
"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS termasuk nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama saksi Brigjen Prasetijo Utomo dan pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," kata jaksa di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Keterlibatan Brigjen Prasetijo dalam perkara ini bermula saat Anita Kolopaking yang saat itu berstatus sebagai kuasa hukum Djoko Tjandra mengurus Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Saat itu, Djoko Tjandra selaku pihak pemohon diwajibkan hadir untuk mendaftarkan PK tersebut. Djoko Tjandra yang masih berstatus buronan saat itu sedang berada di Negeri Jiran, Malaysia. Berkenaan dengan itu, Anita langsung meminta bantuan pada Brigjen Prasetijo.
Selanjutnya, Brigjen Prasetijo mengutus saksi bernama Dody Jaya selaku Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan ke Pontianak, Kalimantan Barat dengan keperluan bisnis tambang.
Terkait perubahan surat jalan tersebut, jaksa menyatakan jika hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2017 tentang Naskah Dinas dan Data Persuratan Dinas di Lingkungan Polri. Namun, Brigjen Prasetijo tetap mengutus bawahannya agar tetap melakukan revisi surat.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono
Sumber: Liputan6.com