Mengenal Ulur-Ulur Telaga Buret, Ungkapan Syukur Warga Tulungagung Tak Pernah Alami Kekeringan
Keberadaan Telaga Buret membuat sejumlah desa di Tulungagung tak pernah alami kekeringan.
Telaga Buret jadi sumber kehidupan
Mengenal Ulur-Ulur Telaga Buret, Ungkapan Syukur Warga Tulungagung Tak Pernah Alami Kekeringan
Ulur-Ulur Telaga Buret merupakan upacara adat yang diselenggarakan di desa Sawo Campurdarat, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Tradisi ini dilakukan sebagai ekspresi rasa syukur kepada Tuhan atas keberadaan Telaga Buret yang memenuhi kebutuhan air warga sekitar.
(Foto: Instagram @inforekreasi)
-
Bagaimana Gunungkidul mengatasi kekeringan? “Anggaran di BPBD masih tersedia sehingga belum meminta tambahan melalui BTT,“ katanya.
-
Bagaimana warga Klaten mendapatkan air bersih? Warga kemudian harus antre untuk memperoleh air dari sumur bor. “Kita kan masing-masing kepala keluarga, sebagian besar 80 persen itu punya bak penampungan air sendiri-sendiri. Itu digunakan untuk menampung air hujan dan digunakan saat musim kemarau. Tapi kan sekarang rata-rata baknya kecil-kecil“
-
Bagaimana warga Lebak mendapatkan air bersih? Setiap harinya puluhan ibu-ibu di Kampung Rancabaok, Desa Tamanjaya, Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air. Walau kondisinya tidak jernih, aliran tersebut terpaksa digunakan karena tidak ada pilihan lain.'Nyari air ke kali sini, karena di rumah nggak punya air,' kata warga setempat bernama Sumiati, mengutip YouTube SCTV Banten, Rabu (31/7).
-
Bagaimana warga kampung terisolir mendapatkan air bersih? Sementara itu, mata air yang digunakan oleh warga setempat untuk keperluan air bersih jaraknya sekitar 700 meter dari perkampungan itu. Tiap hari warga mengambil air dari mata air itu.
-
Bagaimana warga Desa Sembungan memanfaatkan air Telaga Cebong? Kalau musim kemarau air di sana surut, karena digunakan warga untuk menyirami tanaman di ladang.
-
Bagaimana sumber air bersih Dusun Sikatok? Air dari gunung dialirkan melalui pipa-pipa menuju rumah-rumah warga. Air itu tampak jernih.
Warisan Nenek Moyang
Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang untuk menyampaikan rasa syukur atas anugerah air Telaga Buret yang mengairi area sawah di Desa Sawo, Gedangan, Ngentrong, dan Gamping. Tradisi ini rutin dilakukan setahun sekali sejak 1995.
Ulur-Ulur Telaga Buret dilaksanakan pada Jumat Legi atau Jumat Pon bulan Selo.
Pelestarian
Pada tahun 1995, masyarakat dari empat desa yang mendapatkan manfaat langsung Telaga Buret membantuk organisasi sosial kesepuhan yang bernama paguyuban Sendang Tirtomulyo. Paguyuban ini dibentuk dengan tujuan melestarikan budaya Ulur-Ulur, sumber air, dan kelestarian hutan di sekitar Telaga Buret.
Rangkaian Upacara
Beberapa hari sebelum pelaksanaan Ulur-Ulur Telaga Buret, lebih dahulu dilakukan upacara Hep-Hep/Nglampet (membersihkan atau "sesuci") di balai desa Sawo Tulungagung.
Selain itu dalam rangkaian ini terdapat upacara sajian atau disebut Sradan. Di mana masyarakat beberapa daerah membersihkan makam dan membawa bungkusan berisi makanan hasil bumi.
Prosesi upacara adat Ulur-Ulur mencakup jamasan arca Dewi Sri dan Joko Sedono sebagai simbol kemakmuran. Dikutip dari laman resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, jamasan ini dilakukan oleh sesepuh wanita yang telah diberi mandat oleh kasepuhan.
Dewi Sri dan Joko Sedono
Di daerah pegunungan Kapur Selatan terdapat temuan batu dasar semacam altar dan dua buah arca. Masyarakat setempat meyakini arca itu adalah Dewi Sri dan Joko Sendana yang dipercayai sebagai Dewa Padi. Jamasan dilakukan terhadap kedua arca ini.
Diakui
Pada tahun 2020, tradisi Ulur-Ulur Telaga Buret diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI.