Pilu Warga Lebak Alami Kekeringan, Gunakan Air Sungai untuk Mencuci hingga Kebutuhan Minum
Setiap harinya puluhan ibu-ibu di Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
Setiap harinya puluhan ibu-ibu di Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
Pilu Warga Lebak Alami Kekeringan, Gunakan Air Sungai untuk Mencuci hingga Kebutuhan Minum
Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Banten mulai mengalami kesulitan air bersih.
Di Kabupaten Lebak misalnya, warga sekitar terpaksa memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci pakaian hingga air minum.
Setiap harinya puluhan ibu-ibu di Kampung Rancabaok, Desa Tamanjaya, Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
-
Bagaimana warga Lebak mengatasi kekeringan? Saat kondisinya sudah semakin kering, warga akan menggali lagi sampai muncul sumber air baru.
-
Apa yang terjadi di Lebak saat musim kemarau? Musim kemarau melanda sejumlah daerah di wilayah Banten. Akibatnya, masyarakat yang terdampak langsung mengalami kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
-
Apa yang terjadi di Banten akibat kekeringan? Akibat fenomena ini, warga Banten kini mengalami kesulitan untuk mendapat air bersih. Sawah dan ladang mereka pun kini kekeringan.
-
Dimana warga Lebak mengambil air? Terlihat beberapa warga yang didominasi kaum ibu tengah menuju sumber air resapan di sudut desa.
-
Kapan kekeringan terjadi di Lebak? Musim kemarau melanda sejumlah daerah di wilayah Banten.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
Walau kondisinya tidak jernih, aliran tersebut terpaksa digunakan karena tidak ada pilihan lain.
“Nyari air ke kali sini, karena di rumah nggak punya air,” kata warga setempat bernama Sumiati, mengutip YouTube SCTV Banten, Rabu (31/7).
Rela Berjalan Jauh
Sejak pagi, mereka terbiasa berjalan jauh sejak sebulan terakhir. Ibu-ibu itu turut membawa ember besar sampai galon, agar air bisa dibawa ke rumah.
Saat sampai di sungai, mereka langsung mencuci pakaian dan menyikatnya di atas bebatuan besar. Tak lupa, ibu-ibu juga membawa sabun pencuci baju agar pakaian bersih dari kotoran.
“Buat sehari-hari ya ngambilnya di sungai, biar saja jauh juga namanya kebutuhan,” ucap Sumiati, sembari menenteng sebuah galon.
Menuruni Jalan Terjal
Selain berjalan jauh, tantangan yang dihadapi di antaranya rute yang cukup terjal. Beberapa jalan di kampung tersebut belum diaspal, sehingga masih berbentuk tanah.
Kemudian, ibu-ibu juga harus menyiapkan fisik untuk membawa air di dalam galon maupun ember dengan bobot yang cukup lumayan.
“Di Rancabaok ada 40 rumah yang kekeringan, karena sumur-sumur timba itu pada kering,” jelas Sumiati.
Terjadi Setiap Musim Kemarau
Ditambahkan Sumiati, bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga selain mengambil dari sungai-sungai yang masih teraliri air.
“Nggak ada pilihan, mau ngebor juga mahal,” tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua RT setempat, Misjan. Menurutnya, kekeringan selalu terjadi setiap tahun saat musim kemarau.
Menurutnya, penyebab sumur-sumur warga mengalami penyusutan karena suhu panas membuat air tersebut menguap di udara.
“Kalau ditotal ada 50 an warga yang terkena dampaknya, kekeringan ini sering setiap kemarau, jadi airnya kena matahari,” kata dia.
Ia bersama puluhan warga yang terdampak berharap bisa menyalurkan air bersih, sehingga kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi.
“Kondisi kering ini sudah lama, sejak tidak ada hujan tahun ini,” tambah Misjan.