Astronot Alami Kesulitan Berpikir Cepat Saat Berada di Luar Angkasa, Ini Penyebabnya
Lingkungan luar angkasa yang ekstrem, mulai dari gravitasi rendah, paparan radiasi tinggi, hingga kurangnya pola siang dan malam yang teratur.
Astronot yang menghabiskan 6 bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dilaporkan mengalami penurunan daya ingat, perhatian, dan kecepatan pemrosesan. Ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi gangguan kognitif pada misi luar angkasa masa depan, terutama perjalanan jangka panjang nanti ke Mars.
Lingkungan luar angkasa yang ekstrem, mulai dari gravitasi rendah, paparan radiasi tinggi, hingga kurangnya pola siang dan malam yang teratur, akan memiliki dampak besar terhadap kesehatan manusia.
-
Kenapa astronot sakit kepala di luar angkasa? 'Sakit kepala yang terjadi kemudian bisa diakibatkan oleh peningkatan dalam tekanan intrakranial. Akibat dari mikrogravitasi, terdapat lebih banyak cairan yang terakumulasi di bagian atas tubuh dan kepala, yang mengakibatkan tekanan lebih tinggi di tengkorak,'
-
Apa bahaya yang dihadapi astronot di luar angkasa? Mereka akan mengalami suhu ekstrem, mulai dari minus 240 hingga 250 derajat Fahrenheit atau minus 120 derajat Celcius di orbit rendah Bumi (LEO). Kondisi ini akan menyebabkan luka bakar atau pembekuan.
-
Bagaimana sakit kepala astronot di luar angkasa? Sakit kepala yang diderita para astronot ada yang menyerupai migrain, ada pula yang menyerupai sakit kepala tegang.
-
Apa yang terjadi pada astronot? Pada 25 oktober, salah satu astronot dirawat di rumah sakit setelah mendarat di atas kapsul SpaceX Crew Dragon yang mengakhiri misi 235 hari.
-
Kenapa astronot rawan sakit saat di luar angkasa? Kekebalan yang lebih lemah meningkatkan risiko penyakit menular, membatasi kemampuan astronot untuk melakukan misi berat mereka di luar angkasa
-
Apa perubahan pada otak astronot? Misi luar angkasa jarak jauh dapat 'mengalihkan' otak astronot. Daya penggerak di belakang efek ini kemungkinan besar adalah mikrogravitasi. Tanpa bobot menyebabkan cairan serebrospinal — substansi berair yang melindungi dan memberikan nutrisi pada otak dan sumsum tulang belakang — bergeser.
Selain masalah fisik seperti kehilangan massa otot dan peningkatan risiko penyakit jantung, dampak kognitif akibat perjalanan luar angkasa berkepanjangan lainnya belum sepenuhnya dipahami. Saat ini, Sheena Dev dari Pusat Antariksa Johnson NASA di Houston, Texas, bersama timnya mempelajari kinerja kognitif 25 astronot selama mereka bertugas di ISS. Astronot menjalani 10 tes kognitif yang dirancang untuk mengukur kemampuan seperti penalaran abstrak, pengambilan risiko, memori kerja, dan perhatian.
Melansir dari NewScientist, Kamis (21/11), beberapa tes itu dilakukan di Bumi, sekali sebelum misi dan dua kali setelahnya. Sementara sisanya, dilakukan selama mereka berada di ISS, baik di awal maupun akhir misi. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa para astronot membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan tes yang mengukur kecepatan pemrosesan, memori kerja, dan perhatian di ISS daripada di Bumi, tetapi hasilnya sama akuratnya.
Meskipun tidak ada gangguan kognitif secara keseluruhan atau efek yang bertahan lama pada kemampuan para astronot, beberapa pengukuran, seperti kecepatan pemrosesan, membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali normal setelah mereka kembali ke Bumi. Elisa Raffaella Ferrè dari Birkbeck, Universitas London, menekankan bahwa data ini penting untuk perencanaan misi luar angkasa di masa depan. Namun, ia juga menekankan perlunya pengumpulan lebih banyak data, baik di Bumi maupun luar angkasa, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
“Misi ke Mars tidak hanya lebih lama dari segi waktu, tetapi juga dari segi otonomi,” kata Ferrè.
“Orang-orang di sana akan memiliki interaksi yang sama sekali berbeda dengan kontrol darat karena jarak dan keterlambatan komunikasi, jadi mereka harus sepenuhnya otonom dalam mengambil keputusan, jadi kinerja manusia akan menjadi kuncinya. Anda tentu tidak ingin memiliki astronot di Mars dengan waktu reaksi yang lambat, dalam hal tugas yang berhubungan dengan perhatian atau memori atau kecepatan pemrosesan," tambah dia.
Jo Bower dari University of East Anglia, Inggris, juga mengatakan bahwa penurunan kinerja kognitif pada lingkungan luar angkasa yang tidak biasa adalah sesuatu yang wajar.
"Itu tidak selalu menjadi penyebab utama kekhawatiran, tetapi itu adalah sesuatu yang berguna untuk diwaspadai, terutama agar Anda mengetahui batas-batas Anda saat berada di lingkungan yang ekstrem ini," jelasnya.
Bower juga menjelaskan pentingnya kesadaran astronot terhadap kemampuan mereka selama misi.
"Bukan hanya bagaimana Anda mengerjakan tes tersebut, tetapi juga bagaimana persepsi Anda terhadap kemampuan Anda," katanya.
"Kita tahu, misalnya, jika Anda kurang tidur, sering kali kinerja Anda akan menurun, tetapi Anda tidak akan menyadari bahwa kinerja Anda telah menurun," ungkap dia.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia