Ilmuwan Luncurkan Otak Manusia ke Luar Angkasa, Begitu Dibawa Kembali ke Bumi Kondisinya Mengejutkan
Ilmuwan hendak meneliti efek gravitasi mikro pada otak manusia.
Sebuah tim penelitian yang dipimpin oleh Davide Marotta dari Laboratorium Stasiun Luar Angkasa (ISS) berencana untuk menyelidiki efek gravitasi mikro pada otak manusia.
Para peneliti kemudian mengirim otak manusia dalam botol kecil ke ISS pada 2019. Marotta dan timnya khususnya mempelajari dampak neuron yang dipengaruhi oleh kondisi neurodegeneratif akibat gravitasi mikro seperti multiple sclerosis (MS) dan penyakit Parkinson.
-
Apa yang terjadi pada otak manusia di luar angkasa? Hasil penelitian pada bulan Juni lalu menyatakan bahwa rongga otak yang dikenal sebagai ventrikel dapat membesar sebesar 25 persen tergantung pada berapa lama organ tersebut terkena gayaberat mikro. Tanpa gravitasi yang cukup, otak mulai bergeser ke atas di tengkorak, menciptakan tekanan pada ventrikel dan memaksanya mengembang. Namun, akibat dari pengembangan ini belum diketahui secara pasti.
-
Apa perubahan pada otak astronot? Misi luar angkasa jarak jauh dapat 'mengalihkan' otak astronot. Daya penggerak di belakang efek ini kemungkinan besar adalah mikrogravitasi. Tanpa bobot menyebabkan cairan serebrospinal — substansi berair yang melindungi dan memberikan nutrisi pada otak dan sumsum tulang belakang — bergeser.
-
Apa yang terjadi pada kepala astronot di luar angkasa? Salah satu yang akan terjadi pada tubuh astronot adalah Sindrom Neuro-Okular atau kepala jadi bengkak.
-
Apa perubahan yang dialami tubuh manusia saat di luar angkasa? Mengutip Science Alert & Nature, Senin (18/6), tubuh manusia mengalami tekanan besar di luar angkasa, mulai dari paparan radiasi hingga efek disorientasi karena kondisi tanpa bobot. Selama bertahun-tahun, penelitian pada astronaut telah menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti hilangnya massa tulang, masalah jantung, penglihatan, dan ginjal. Temuan menunjukkan bahwa manusia mengalami perubahan pada darah, jantung, kulit, protein, ginjal, gen, mitokondria, telomer, sitokin, dan indikator kesehatan lainnya saat berada di luar angkasa.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan di luar angkasa? Baru-baru ini, tim astronom internasional berhasil menangkap salah satu peristiwa paling langka di alam semesta, yaitu Luminous Fast Blue Optical Transient (LFBOTs).
-
Apa yang ditemukan oleh ilmuwan di luar angkasa? Tim astronom pimpinan ilmuwan di Caltech, Amerika Serikat melaporkan penemuan air di luar angkasa. Mereka mengaku menemukan tempat cadangan air terbesar yang pernah terdeteksi di alam semesta.
Namun, gumpalan jaringan saraf manusia yang diberi nama ‘organoid’ ini ternyata mengejutkan para ahli setelah perjalanan selama sebulan di ruang angkasa.
Marotta dan timnya menumbuhkan jaringan otak yang diinduksi dari donor sehat dan donor pasien MS dan penyakit Parkinson. Sel ini kemudian diinduksikan untuk berkembang menjadi neuron khususnya neuron kortikal atau dopaminergik, yang dapat terkena dampak kondisi neurodegeneratif.
Lebih sehat di luar angkasa daripada di bumi
Organoid yang terbuat dari sel-sel ini disiapkan dalam tabung transparan dan dibagi menjadi dua kelompok. Beberapa tetap berada di Bumi sementara yang lainnya diluncurkan ke luar angkasa untuk dikembangkan selama sebulan di orbit Bumi di atas ISS.
Ketika organoid tersebut dibawa kembali ke Bumi, para peneliti mengungkap bahwa organoid tersebut bertahan hidup dan sehat.
"Fakta bahwa sel-sel ini bertahan hidup di luar angkasa merupakan kejutan besar," kata ahli biologi molekuler Jeanne Loring dari Scripps Research Institute, seperti dikutip dari Sciencealert, Rabu (18/12).
Organoid yang berada di luar angkasa menunjukkan sel-sel organoid bereplikasi lebih lambat di luar angkasa, tetapi matang lebih cepat. Organoid ini juga mengekspresikan lebih sedikit gen yang terkait dengan stres dan menunjukkan lebih sedikit peradangan daripada organoid di Bumi.
Hal ini dapat terjadi karena gravitasi mikro lebih dekat dengan kondisi di dalam tengkorak manusia daripada di dalam botol kecil dalam kondisi gravitasi Bumi.
"Karakteristik gravitasi mikro mungkin juga memengaruhi otak manusia, karena tidak ada konveksi dalam gravitasi mikro dengan kata lain, benda tidak bergerak," kata Loring.
Lebih lanjut, Loring mengungkapkan ia dan timnya merencanakan untuk mempelajari bagian otak yang paling berpengaruh oleh penyakit Alzheimer.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti