Begini Kondisi Tubuh Astronot jika Terlalu Lama Tinggal di Luar Angkasa
Tidak adanya gravitasi di luar angkasa, memicu tubuh untuk beradaptasi saat sampai di Bumi.
Tidak adanya gravitasi di luar angkasa, memicu tubuh untuk beradaptasi saat sampai di Bumi.
Begini Kondisi Tubuh Astronot jika Terlalu Lama Tinggal di Luar Angkasa
Sekembalinya astronot dari luar angkasa, tak membuatnya cepat melakukan aktivitas seperti sediakala.
Terlebih bagi astronot yang tinggal di luar angkasa terlampau lama.
Ada persoalan yang harus mereka selesaikan dan hadapi. Bukan urusan administrasi, tetapi perkara “kelangsungan hidup”.
-
Apa yang terjadi pada tubuh astronot setelah tinggal di luar angkasa? Catatan The Washington Post, Scott Kelly yang menghabiskan satu tahun di luar angkasa, kembali ke Bumi dengan tubuh lebih pendek, mata lebih rabun jauh, tubuh lebih ringan. Gejala baru yakni penyakit jantung.
-
Apa yang terjadi pada tubuh astronot di luar angkasa? Perlu diketahui bahwa tanpa sadar cahaya matahari ternyata memengaruhi tubuh dalam mengatur jadwal tidur setiap harinya. Ketika sedang berada di luar angkasa menemui banyak sekali matahari terbit dan tenggelam dalam waktu singkat tentunya akan mengubah ritme sirkadian.
-
Apa yang terjadi pada otot dan tulang astronot di luar angkasa? Massa otot dan tulang akan cepat berkurang di luar angkasa karena tubuh mengalami kondisi ketiadaan gravitasi. Massa otot akan berkurang hingga 30% terutama pada otot-otot yang membantu menjaga postur tubuh seperti punggung, leher, betis dan paha.
-
Bagaimana astronot menghadapi perubahan di tubuh mereka saat kembali ke Bumi? Para astronot dapat kehilangan 1-2% massa tulang mereka setiap bulan saat mereka berada di luar angkasa dan hingga 10% selama periode enam bulan
-
Siapa Astronot NASA yang tinggal lama di luar angkasa? Peggy Whitson Merupakan astronot wanita asal AS yang memiliki jumlah durasi perjalanan misi terlama yaitu 675 hari, dari hasil akumulasi perjalanannya selama di luar angkasa.
-
Apa perubahan yang dialami tubuh manusia saat di luar angkasa? Mengutip Science Alert & Nature, Senin (18/6), tubuh manusia mengalami tekanan besar di luar angkasa, mulai dari paparan radiasi hingga efek disorientasi karena kondisi tanpa bobot. Selama bertahun-tahun, penelitian pada astronaut telah menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti hilangnya massa tulang, masalah jantung, penglihatan, dan ginjal. Temuan menunjukkan bahwa manusia mengalami perubahan pada darah, jantung, kulit, protein, ginjal, gen, mitokondria, telomer, sitokin, dan indikator kesehatan lainnya saat berada di luar angkasa.
Yang perlu diketahui adalah lamanya astronot menetap di luar angkasa berdampak terhadap kondisi tubuhnya.
Baik itu fisik maupun mental. Maka itu, mereka yang baru “turun dari langit” harus melakukan penyesuaian diri.
Penyebab
Hal ini terjadi karena tidak adanya gaya gravitasi di luar angkasa. Dengan tidak adanya gravitasi itu, maka akan memengaruhi struktur tulang dan juga keseimbangan dalam tubuh astronot.
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health, pun membenarkan hal itu.
“Astronot yang baru kembali dari luar angkasa akan memiliki masalah seperti berjalan dan berdiri. Karena kedua hal itu tidak dilakukan seorang astronot dalam waktu lama,”
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health dikutip dari Indy100, Selasa (3/10).
Seperti yang dialami Frank Rubio. Seorang astronot NASA yang baru kembali dari luar angkasa selama setahun. Menurut para tim medis, Rubio mengalami penurunan massa otot serta pengeroposan tulang.
Penyebab pengeroposan tulang itu lantaran tidak adanya gaya gravitasi selama di luar angkasa. Oleh karena itu, tim medis mengatakan, kemungkinan besar Rubio memerlukan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di Bumi.
Berikut adalah video seorang astronot terapi berjalan pasca dari luar angkasa.
Antisipasi NASA
Para ilmuwan juga turut memeriksa keadaan kesehatan mental Rubio pasca misinya dari luar angkasa.
Mereka juga memeriksa kekebalan imun serta perubahan perubahan pada genetiknya.
Meskipun misi ke luar angkasa memerlukan banyak persiapan dan kemungkinan buruk lainnya, Fogarty mengatakan bahwa NASA sudah siap untuk menghadapi hal ini sebaik mungkin.
“Sebelumnya kami sudah melakukan penelitian dan memahami perbedaan situasi dan kondisi saat berada di luar angkasa, sehingga hal ini tidak akan membahayakan para astronot,"
Dr Jennifer Fogarty, Chief Scientific Officer, Baylor College of Medicine’s Translational Research Institute for Space Health.