Nasib Pilu Anak Putus Sekolah di Lebak karena Masalah Ekonomi, Pilih Bantu Orang Tua di Sawah
Idia harus rela kehilangan kesempatan untuk bersekolah lantaran kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan.
Idia harus rela kehilangan kesempatan untuk bersekolah lantaran kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan.
Nasib Pilu Anak Putus Sekolah di Lebak karena Masalah Ekonomi, Pilih Bantu Orang Tua di Sawah
Faktor ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi angka putus sekolah di Indonesia. Tidak adanya biaya untuk melanjutkan pendidikan membuat sejumlah anak terpaksa berdiam di rumah atau membantu orang tuanya seperti yang dialami oleh Idia Darmawati.
Idia harus rela kehilangan kesempatan untuk bersekolah lantaran kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan. Anak pertama pasangan Rumhati dan Darto ini sehari-hari membantu kedua orang tuanya untuk bertani di sawah.
-
Siapa yang terdampak kekeringan di Lebak? 'Di Rancabaok ada 40 rumah yang kekeringan, karena sumur-sumur timba itu pada kering,' jelas Sumiati. Terjadi Setiap Musim Kemarau Ditambahkan Sumiati, bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga selain mengambil dari sungai-sungai yang masih teraliri air. 'Nggak ada pilihan, mau ngebor juga mahal,' tambahnya.
-
Apa dampak dari tingginya angka putus sekolah terhadap literasi? Ketika anak-anak keluar dari sistem pendidikan formal, mereka kehilangan akses terhadap pembelajaran dan bahan bacaan yang dapat meningkatkan literasi mereka.
-
Kenapa warga Lebak kekurangan air bersih? Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Banten mulai mengalami kesulitan air bersih. Di Kabupaten Lebak misalnya, warga sekitar terpaksa memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci pakaian hingga air minum.
-
Mengapa angka anak tidak sekolah di Banyuwangi rendah? Dengan berbagai program pendidikan yang digulirkan, angka anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Banyuwangi termasuk salah satu terendah di Jawa Timur, berdasarkan data resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
-
Bagaimana Banyuwangi menekan angka anak tidak sekolah? Selain menerapkan kebijakan zero drop out, Banyuwangi juga menggelontorkan berbagai program untuk menekan anak tidak sekolah. Di antaranya program Akselerasi Sekolah Masyarakat (Aksara), untuk memfasilitasi warga berusia dewasa mengikuti pendidikan kesetaraan, terutama kesetaraan SMP (paket B) dan SMA (paket C).
-
Apa saja program yang dilakukan Banyuwangi untuk mengatasi anak tidak sekolah? Selain menerapkan kebijakan zero drop out, Banyuwangi juga menggelontorkan berbagai program untuk menekan anak tidak sekolah. Di antaranya program Akselerasi Sekolah Masyarakat (Aksara), untuk memfasilitasi warga berusia dewasa mengikuti pendidikan kesetaraan, terutama kesetaraan SMP (paket B) dan SMA (paket C).
“Sehari-hari sudah tidak bersekolah, karena faktor biaya,” terang Idia, mengutip Youtube SCTV Banten, Rabu (24/7).
Semangat Membantu Orang Tua
Pekerjaan ini rutin Idia lakukan setiap hari, setelah dirinya tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
Sebelumnya Idia duduk di bangku SMP di kawasan Kampung Turus, Desa Sukadaya, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak.
“Sebelumnya sudah lulus SMP, cuma tidak bisa lanjut karena kehalang ekonomi sama ada sakit juga,” tambah Idia saat ditemui wartawan.
Bantu Bersih-Bersih dan Memasak di Rumah
Sejak pagi, Idia sudah membantu kedua orang tuanya untuk bersih-bersih di rumah. Menjelang siang, Idia juga meringankan pekerjaan ibunya dengan mencuci pakaian sang adik hingga memasak.
Idia pun hanya bisa beraktivitas di rumah, walau di hatinya masih ada keinginan untuk melanjutkan jenjang pendidikan.
“Kalau sehari-hari paling bantuin bapak di sawah, sama beres-beres rumah. Kalau ibu jadi asisten rumah tangga (ART),” tambah Idia.
Ingin Melanjutkan Pendidikan
Saat ini, Idia hanya bisa pasrah, sembari membantu kedua orang tuanya mengurus rumah dan bertani semampunya.
Idia juga masih meniti harapan dan mimpi untuk mengejar bangku pendidikan jika ada kesempatan.
Sosoknya memerlukan uluran tangan pemerintah, agar bisa memenuhi aturan pemerintah terkait wajib belajar 12 tahun.
“Setiap hari membantu orang tua,” tambahnya.
Terpaksa Membantu Orang Tua
Sementara itu, sang ayah, Darto mengatakan bahwa Idia terpaksa membantunya ke sawah karena tidak bisa melanjutkan sekolah.
Menurutnya, perekonomian keluarga dalam keadaan pas-pasan dan hanya cukup untuk makan.
“Jangan untuk sekolah, buat makan saja pas-pasan,” terangnya pasrah.
Sebagai orang tua, dirinya terus mengusahakan agar kelima anaknya termasuk Idia bisa terpenuhi kebutuhannya.
“Ya, apa saja dilakukan. Sedapat-dapatnya saya bekerja sebagai kuli saja, buat makan,” tambah Darto.