Jelang lebaran, ribuan uang palsu ditemukan di Jawa Tengah
Uang palsu tersebut dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu.
Menjelang lebaran, Bank Indonesia (BI) menemukan sebanyak 9.760 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu. Temuan itu dari kurun waktu antara Mei 2014 sampai Mei 2015 ini.
Jumlah penemuan uang palsu tersebut menurun secara signifikan dibanding tahun lalu atau menjelang lebaran tahun 2014 lalu.
"Terjadi penurunan sekitar 95 persen dibanding periode sama tahun lalu," tegas Kepala Kantor BI Cabang Jateng-DIY Iskandar Simorangkir kepada wartawan disela-sela acara buka bersama di Gris Resto, Hotel Crown Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa Tengah Jumat (10/7).
Iskandar menjelaskan, untuk tahun lalu, berdasarkan pantauan BI dibeberapa bank-bank di bawah koordinasi BI, penurunan jumlah peredaran uang palsu di Jateng mencapai 9.965 lebih.
"Di BI sendiri upal terhitung pada bulan Mei kemarin ada sebanyak 9.760 lembar pecahan Rp 100 ribu yang palsu. Kalau anda tanya berapa nilainya uang palsu tidak bernilai dan kami anggap bukan uang yang layak untuk ditotal nilainya," jelasnya.
Untuk mengenali uang palsu tersebut, Iskandar menyatakan selain menggunakan teknik 3D (dilihat, diraba dan diterawang) ada teknik-teknik tertentu dari BI. Untuk mencegah maraknya terjadi uang palsu, BI memproduksi uang dengan fitur yang susah ditiru.
"Ada teknikal tertentu untuk mengenali uang palsu yang masuk di BI. Ciri-ciri uang palsu secara sederhana dengan melakukan 3D cukup efektif. Buat fitur uang yang susah ditiru tentunya. Sebenarnya kalau kita teliti, tidak mungkin dia bisa sama. Kecuali pabrik pencetak uangnya sendiri yang mengerti," paparnya.
Iskandar juga berharap jika masyarakat menemukan uang palsu langsung melaporkan ke pihak berwajib atau BI. Uang palsu ini menurut Iskandar peredarannya dengan berbagai cara. Salah satu cirinya adalah yang patut dicurigai adanya pembeli yang tanpa tawar menawar langsung melakukan transaksi dengan harga yang tinggi.
"Laporkan jika ditemukan masyarakat kepada berwajib selain ke BI sendiri. Biasanya, di penukaran di jalan, celah banyak rata-rata spt itu. Orang berbelanja banyak mencurigakan tidak pakai nawar langsung dibayar," ujarnya.
Untuk Jateng sendiri, peredaran uang palsu di Indonesia berada di urutan ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. "Tidak ad ada indikasi untuk Jateng peningkatan peredaran uang palsu itu berencana. Upal Jateng dibanding Jawa terendah di urutan ketiga. Terbesar pertama adalah Jatim dan kedua Jabar," pungkasnya.