JK harap program garam milik BPPT tak gunakan APBN
Dia mengungkapkan, BPPT memerlukan dana yang besar lantaran harus memiliki lahan seluas 400 hektare, 2 waduk, evaporation butuh 300 hektare. Sehingga, JK menilai, program tersebut dapat membebani negara walaupun dapat meningkatkan produksi garam nasional.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengharapkan program produksi garam dengan teknologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tidak menggunakan APBN. Dia mengungkapkan, sebaiknya produksi tersebut dilakukan dengan dana swasta.
"Jadi bukan dari APBN, itu dari pengusaha sendiri. Swasta dengan teknis yang lebih baik," kata JK usai hadiri acara wisuda Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di Auditorium BPPT, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8).
Dia mengungkapkan, BPPT memerlukan dana yang besar lantaran harus memiliki lahan seluas 400 hektare, 2 waduk, evaporation butuh 300 hektare. Sehingga, JK menilai, program tersebut dapat membebani negara walaupun dapat meningkatkan produksi garam nasional.
"Jadi kita justru ingin memajukan garam rakyat, polanya teknologinya lebih baru," jelas JK.
Sebelumnya diketahui, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumpulkan dua menteri koordinator di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Pertemuan berlangsung sejak pukul 08.30 sampai pukul 10.00 WIB. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto yang turut hadir mengatakan pertemuan itu membahas soal rencana produksi garam nasional menggunakan teknologi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"(Selain di NTT) Ada NTB (Nusa Tenggara Barat), Jeneponto Sulawesi Selatan. Jeneponto kan juga termasuk tempat garam. Nanti Menko Maritim lah yang akan mengkoordinir. Kalau sukses, akan disampaikan ke daerah lain," ujar Unggul di depan rumah dinas Wapres, Jumat (4/8).
Kawasan NTT, NTB, dan Sulawesi Selatan memiliki lahan yang luas sehingga tepat dijadikan sentra produksi garam menggunakan teknologi. Selain itu, kawasan tersebut memiliki curah hujan yang rendah sehingga mempercepat produksi garam.
"Optimal (lahan yang dibutuhkan) itu 400 hektar, 2 waduk, evaporation butuh 300 hektar. Itu optimum ya. Misalnya cuma ada 15 hektar, itu belum optimum. Kalau ekspansi lahan, ke NTT yang lebih memungkinkan," ucapnya.
"Kalau di Jawa Tengah, Madura, kebanyakan lahan sudah milik petani, kayaknya harus ada solusi lain untuk bisa melakukan seperti itu," sambung dia.
Deputi Bidang Teknologi Agro Industri dan Bioteknologi BPPT Eniya L. Dewi menambahkan, dalam lahan seluas 15.000 ha, nantinya petani bisa memproduksi 500.000 ton garam per tahun. Dengan demikian, ke depannya pemerintah tidak perlu mengimpor garam lagi.
"Petani bisa panen dalam 4 hari dari sebelumnya 12 hari," ucapnya.
Perlu diketahui, pemerintah dan BPPT akan bekerja sama dalam memproduksi garam menggunakan teknologi ini. Produksi bisa digenjot dengan membangun lahan garam terintegrasi di kawasan sentra produksi garam tersebut.
Sementara, panen garam bisa dipercepat dari 12 hari menjadi empat hari menggunakan reservoir air laut bertingkat.