Johanis Tanak, Pimpinan KPK Terpilih yang Usul OTT Dihapus Peraih Suara Terbanyak
Dalam voting, nama Johanis Tanak meraih suara terbanyak bersama dengan Fitroh Rohcahyanto yakni 48 suara.
Johanis Tanak menjadi salah satu yang terpilih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 oleh Komisi III DPR RI.
Diketahui, pemilihan pimpinan lembaga antirasuah ini berdasarkan hasil voting dari seluruh fraksi yang duduk di bangku Komisi III DPR RI.
- Ini Mekanisme Pemilihan Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Meski Kalah Voting dari Fitroh Rohcahyanto
- Profil Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Terpilih Jadi Ketua KPK Baru
- Johanis Tanak Bakal Hapus OTT Bila Jadi Pimpinan KPK Lagi, Alasannya karena Tak Sesuai KUHAP
- Pernah Tersandung Etik, Ini Profil Johanis Tanak yang Mau Jadi Pimpinan KPK Lagi
Dalam voting, nama Johanis Tanak meraih suara terbanyak bersama dengan Fitroh Rohcahyanto yakni 48 suara. Bahkan, suaranya ini mengalahkan Setyo Budiyanto yang meraih 46 suara.
Namun, dalam pemilihan yang menjadi Ketua KPK dirinya berada dibawah Setyo Budiyanto yang meraih 45 suara. Sedangkan, Johanis Tanak hanya 2 suara dan Fitroh 1 suara.
Namun sebelum dilakukan voting, pada Kamis (21/11), Komisi III lebih dulu melakukan fit and propertest atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap para capim KPK.
Dalam menjalani fit and propertest, Johanis Tanak sempat menyinggung soal Operasi Tangkap Tangan (OTT). Saat itu, ia ingin menghapus atau mengclose (menutup) operasi tersebut.
"Ya menurut hemat saya ott itu tidak tepat. Dan saya sudah sampaikan pada teman-teman. Saya pribadi, tapi karena lebih mayoritas mengatakan itu menjadii tradisi, ya apakah ini apakah ini tradisi bisa diterapkan saya juga enggak bisa juga saya menantang," kata Johanis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
"Tapi, seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu (OTT) tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," sambungnya.
Apa yang dikatakan Johanis pun langsung disambut tepuk tangan oleh anggota Komisi III DPR RI yang saat itu hadir dalam fit and propertest.
Diketahui, bukan kali pertama Johanis Tanak menjadi pimpinan KPK. Karena, ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua KPK pada era kepemimpinan Firli Bahuri.
Sebelumnya, Ruang Komisi III DPR mendadak riuh. Gegap gempita tepuk tangan dari anggota dewan saat muncul wacana penghapusan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Hal itu diungkapkan Calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak. Johanis mengatakan itu dalam sesi tanya jawab uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11).
"Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Johanis di hadapan anggota Dewan.
Merujuk KBBI, Johanis menyebut, sebuah operasi layaknya seorang dokter yang akan melakukan operasi kepada pasien. Sebelum operasi, semua kebutuhan sudah direncanakan.
Sedangkan, dalam pengertian menurut KUHAP, tertangkap tangan adalah suatu peristiwa yang seketika itu juga pelakunya ditangkap, dan pelakunya langsung menjadi tersangka.
Baginya, hal ini adalah pengertian yang berbeda. Menurutnya, tidak ada perencanaan dalam cara OTT.
"Terus, kalau seketika pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tidak ada perencanaan," katanya.
"Nah kalau ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat," ujar Johanis.
Atas dasar itu, ia menilai OTT tidak tepat. Namun, selama ini OTT sudah menjadi tradisi di KPK dan ia tak bisa menentang.
"Ya menurut hemat saya ott itu tidak tepat. Dan saya sudah sampaikan pada teman-teman. Saya pribadi, tapi karena lebih mayoritas mengatakan itu menjadii tradisi, ya apakah ini apakah ini tradisi bisa diterapkan saya juga enggak bisa juga saya menantang," tuturnya.
Jika kembali menjadi pimpinan KPK, Johanis bakal meniadakan cara OTT karena tak sesuai dengan pengertian KUHAP.
"Tapi, seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," jelasnya.
"Seperti saya katakan kita itu menjalankan peraturan perundangan. Bukan berdasarkan logika," tutur Johanis.