Pernah Tersandung Etik, Ini Profil Johanis Tanak yang Mau Jadi Pimpinan KPK Lagi
Tanak dan Nurul Ghufron pimpinan KPK yang kembali mendaftar untuk diseleksi Pansel
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak memutuskan mendaftarkan dirinya sebagai Calon Pimpinan (Capim) KPK periode 2024-2029.Kemunculan nama Tanak yang ingin kembali bergabung di lembaga antirasuah menyusul dari pimpinan lainnya yakni Nurul Ghufron yang juga ikut mendaftarkan diri.
Dengan demikian, sudah ada dua orang dari kalangan pimpinan KPK yang memutuskan untuk kembali menduduki jabatan pimpinan di Komisi antirasuah.
"Pertama, saya mendaftar. Kalau mendaftar itu adalah hak yang diberikan negara ini melalui pansel," ujarnya usai Rakorda Pengauatan Peran APIP dalam Pencegahan Korupsi di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (17/7).
Berbekal pengalamannya pernah menduduki jabatan di penegak hukum dan Kejaksaan, Tanak merasa terpanggil untuk kembali terlibat dalam pemberantasan korupsi.
Dia berharap, KPK bisa kembali kuat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menengok ke belakang, Tanak menjadi Wakil Ketua KPK menggantikan Lili Pintauli yang memutuskan mundur usai terlibat etik.
Lili terlibat atas penyalahgunaan jabatan pembelian tiket MotoGP di Mandalika. Lili pun akhirnya mundur Juli 2022 lalu.
Johanis Tanak menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanudin pada tahun 1983.
Gelar doktor didapatkannya usai mengenyam pendidikan di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Airlangga tahun 2019.
Johanis Tanak dikenal sebagai sosok pejabat kejaksaan. Kini, Johanis dipercaya menduduki posisi sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Pada tahun 2014, Johanis sempat menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakejati) Riau. Kemudian, Johanis juga sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah di tahun 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi. Kemudian menjabat Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.
Dalam perjalanan jabatannya, Tanak juga pernah bersitegang dengan Koalisi Masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW melaporkan Tanak ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK lantaran pernah berkomunikasi dengan Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM M. Idris Froyoto Sihite yang diduga adanya konflik kepentingan.
Percakapan Tanak dengan Sihite sempat bocor di media sosial. Dimana Tanak menyampaikan ke Sihite di antaranya, dia sempat menyinggung ‘main di balik layar’ dan ‘masih bisalah kita mencari duit’.
Komunikasi itu terjadi bertepatan Tanak yang sudah dipilih oleh DPR gantikan Lili Pintauli, namun dengan posisi belum secara resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo.
Padahal di saat itu juga sudah ada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) mengenai kasus korupsi di lingkungan Kementerian ESDM.
Hanya saja, pada saat sidang etik digelar oleh Dewas KPK, Tanak berhasil lolos dari sanksi yang menunggunya.
Ketua Majelis Etik Harjono menyatakan Johanis Tanak tak terbukti melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku КРК.
"Menyatakan Terperiksa Sudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku," ujar Harjono dalam sidang putusan etik.
"Memulihkan hak terperiksa Johanis Tanak dalam kemampuan serta harkat dan martabatnya dalam keadaan semula," lanjut Harjono.
Meski dinyatakan tak melanggar etik, Dewas KPK menemukan dugaan pelanggaran etik lainnya berkaitan dengan hal tersebut. Dewas pun menyatakan akan melanjutkannya ke sidang etik.
Dugaan pelanggaran etik Johanis Tanak lantaran diduga menghapus isi chat antara dirinya dengan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris Froyoto Sihite.
Dalam komunikasi terselip kalimat 'bisalah kita cari duit'. Terkait dengan komunikasi tersebut, Johanis tak menampik percakapan tersebut terjadi pada Oktober 2022.
Johanis menyebut dirinya bersahabat dengan Idris Sihite dan pernah sama-sama bekerja di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Johanis mengklaim, tidak ada konteks pembicaraan negatif dengan Idris, yang saat itu juga sempat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM.