Kala Kinerja Anies Baswedan Dibandingkan dengan Ganjar Pranowo
Politikus PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak, membandingkan gaya komunikasi Anies dan Ganjar dalam penanganan Covid-19. Menurutnya, Ganjar memantau langsung proses di lapangan, sementara Anies tidak.
Pandemi Virus Corona atau Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berlalu dari Indonesia. Pemerintah Pusat dan seluruh kepala daerah masih fokus dan bekerja keras memutus rantai penyebaran virus dengan harapan temuan kasus dapat diminimalisir.
Ini bukan pekerjaan mudah. Ada saja kendala di lapangan meski ragam aturan sudah diterapkan.
-
Siapa yang bertemu dengan Prabowo dan Anies Baswedan? Susi Pudjiastuti mencuri perhatian publik setelah melakukan pertemuan dengan Prabowo dan Anies Baswedan.
-
Mengapa PDIP mempertimbangkan Anies Baswedan sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta? Bahwa Anies juga jadi bagian pertimbangan, iya, Anies bagian dari pertimbangan. Oleh karenanya kami juga dengan Cak Imin dalam rangka itu semua," jelas dia.
-
Siapa yang Ganjar Pranowo temui di Rakernas PDIP? Ganjar tiba di lokasi pukul 13.27 WIB dengan mengenakan pakaian serba merah sambil membawa gambar Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden pertama RI, Soekarno.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Kapan Ganjar Pranowo hadir di Rakernas PDIP? Mantan calon Presiden (Capres) nomor ururt 03 Ganjar Pranowo menghadiri agenda rapat kerja nasional (rakernas) PDIP di Beach City International Stadium (BCIS), Ancol Jakarta pada Jumat (24/5).
-
Mengapa PDIP berencana menjodohkan Anies dengan kadernya di Jakarta? Meski pernah menjadi kompetitor di Pilpres, PDIP belakang mulai rajin memuji Anies sebagai sosok yang layak diusung sebagai Cagub Jakarta. Bahkan, PDIP berencana menjodohkan Anies dengan kadernya di Jakarta. "Kalau memang misalnya Pak Anies berpasangan dengan kader kami jadi wagubnya," Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto kepada wartawan. Menurut Utut, sosok Anies memiliki modal yakni popularitas dan elektabilitas untuk bisa memenangi perebutan kursi Gubernur.
Apalagi, setiap daerah memiliki karakteristik wilayah berbeda satu dengan yang lain. Sehingga treatment yang diberikan juga harus menyesuaikan agar lebih mudah diterima masyarakat.
Simak berita Anies Baswedan selengkapnya di Liputan6.com
Di saat semua pihak sedang bekerja, seorang politikus PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak, kemudian membandingkan gaya komunikasi kepala daerah saat menangani Covid-19 di daerahnya. Kepala daerah yang dibandingkan antara lain Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Menurut Jhonny, dalam penanganan Covid-19, Anies tidak turun langsung ke tengah masyarakat, baik untuk mengecek pelaksanaan kebijakan Pemprov maupun untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Sebaliknya, Ganjar, dinilainya lebih aktif turun langsung ke masyarakat untuk memastikan semua koordinasi berjalan dengan baik.
Padahal, kata dia, pengawasan kebijakan berada di unsur pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat seperti RT/RW sangatlah penting.
"Kan Pak Anies tidak mau turun ke lapangan, dia bicara di TV melulu. Padahal sebenarnya basis pengawasan kita itu basis untuk mendidik masyarakat di RW. Ini yang harus kita pikirkan," kata Jhony kepada wartawan, Senin (18/5).
"Bagaimana kita mendidik masyarakat dengan momentum relaksasi ini betul-betul penegasan tapi juga sosialisasi. Sosialisasi yang bersifat humanis lah. Gaya-gaya Ganjar (Ganjar Pranowo) itu lah, Jateng. Turun," sambung dia.
Kepala Daerah Punya Gaya Kepemimpinan Berbeda
Pernyataan politikus PDI Perjuangan tersebut menuai reaksi partai politik. Sebab, tak tepat rasanya membandingkan karakter seorang pemimpin dengan pemimpin lainnya karena daerah yang dipimpin juga berbeda.
"Jangan pernah berpikiran sempit terhadap personality atau kepribadian pemimpin. Setiap pemimpin punya gaya, punya strategi yang berbeda-beda, juga punya keberhasilan dan legacy yang berbeda-beda," kata Anggota DPR-RI Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto.
Didik pribadi menilai tidak bijak untuk membandingkan dan mempertentangkan langkah para pemimpin atau kepala daerah. Sebab gaya dan strategi memimpin adalah ciri kas yang dimiliki setiap pemimpin.
"Bagi saya membuat studi komparatif basisnya tidak boleh subyektif. Harus dengan metodologi dan parameter yang berimbang dan utuh, dilakukan oleh pihak yang independen, netral dan punya kompetensi. Selain itu juga harus dipertimbangkan untuk apa. Karena tanpa itu semua hasilnya cenderung subyektif," sambung Didik.
Partai Golkar juga mengamini pernyataan Didik. Tidak hanya Anies dan Ganjar yang memiliki cara kerja berbeda, kedua kepala daerah itu juga tak tepat jika dibandingkan dengan gubernur di luar Pulau Jawa.
"Baik Anies, Ganjar, Ridwan Kamil, atau Khofifah, relatif berbeda dengan kepala daerah dari non Jawa misal Arinal di Lampung atau seperti Isran Noor di Kaltim yang menggunakan Jubir. Semuanya sah saja utamanya adalah hasilnya dan respon publik," kata Politikus Golkar, Bobby A Rizaldi.
Partai Gerindra juga tidak sepakat kerja seorang kepala daerah dibandingkan dengan kepala daerah lainnya. Meski mengakui kinerja Ganjar kerap turun ke masyarakat, tetapi bukan berarti Anies hanya duduk di balik meja sekadar berpidato.
"Mas Anies juga terlihat bukan hanya berpidato, beliau juga ke lapangan bahkan baru baru ini kita menyaksikan juga Mas Anies menyiapkan ruangan khusus atau tenda khusus warga Jakarta. Setiap orang punya gaya yang berbeda-beda dan juga setiap pemimpin daerah menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat yang dipimpinnya. Tapi intinya dua-duanya sama-sama punya niat baik untuk bekerja melayani masyarakat," tegas politisi Partai Gerindra, Andre Rosiade.
Biar Rakyat Menilai Kinerja Pemimpinnya
Pengamat dan Praktisi Komunikasi, Bagus Sudarmanto, menilai komentar politikus PDIP yang membandingkan gaya komunikasi Anies dan Ganjar bukan semata-mata kritik negatif. Menurutnya, membandingkan gaya komunikasi seseorang adalah suatu hal yang wajar dan unik.
"Wajar dan unik. Kan kita punya begitu banyak budaya lokal dengan bahasa tutur yang berbeda. Sehingga keadaan itu menuntun kepala daerah untuk harus menyesuaikan diri agar dapat diterima," ujar Bagus saat dihubungi merdeka.com, Selasa (19/5).
Bagus mengatakan perbedaan gaya komunikasi antar kepala daerah memang tidak dapat dilepaskan dari konteks lokalitas, sosial, dan budaya. Baik berupa gaya komunikasi gestur maupun oral yang familiar di mata publik.
"Enggak apa-apa, meski pasti untuk personal branding, demi elektabilitas. Itu sah-sah saja. Asal jangan dibingkai ke dalam politik SARA," lanjutnya.
Menurut dia, membandingkan gaya komunikasi antar kepala daerah justru menciptakan persaingan secara alamiah antarkepala daerah. Penilaian akhirnya, biarlah berada di tangan masyarakat.
"Jurinya masyarakat langsung. Bisa jadi hal ini lahir model komunikasi empati yang cocok di tengah pandemi Covid-19 saat ini," ujarnya.
Lebih penting dari poin itu, tegas Bagus, bagaimana kepala daerah tetap melihat pandemi Covid-19 secara serius. Jangan sampai, memunculkan gaya komunikasi yang mengaburkan subtansi pesan.
"Jangan gaya komunikasi mengaburkan pesan yang disampaikan atau mengesampingkan substansi pesan. Musti bisa mengombinasikan antara nilai penting dan ketertarikan," tegas Bagus.
(mdk/lia)