Kapolri tolak permintaan Pansus Angket KPK panggil paksa Miryam
Karena menurut Tito, pemanggilan paksa itu jika dikaitkan dengan KUHAP sama saja melakukan suatu penahanan.
Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menolak keinginan pansus angket yang meminta kepada polisi untuk menghadirkan paksa Miryam S Haryani apabila tiga kali tak hadir dalam rapat pansus di DPR RI. Karena aturan dalam pasal 204 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 tidak dijelaskan berdasarkan hukum acaranya.
"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas di dalam UU-nya," kata Tito di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/6).
Karena menurut Tito, pemanggilan paksa itu jika dikaitkan dengan KUHAP sama saja melakukan suatu penahanan.
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," ujarnya.
"Bagi kami penangkapan dan penahanan itu pro justicia, dalam rangka untuk peradilan. Sehingga terjadi kerancuan hukum kalau kami melihatnya," tambahnya.
Lebih lanjut, Tito memberikan saran kepada DPR jika ingin mengetahui secara jelas tentang hukumnya, DPR bisa langsung ke Mahkamah Agung agar lebih jelas lagi.
"Mungkin juga dari DPR bisa meminta Fatwa, mungkin dari MA agar lebih jelas, Yang jelas dari kepolisian menganggap inilah hukum acaranya tidak jelas. Ini sudah merupakan upaya paksa kepolisian untuk selalu dalam koridor pro justicia," pungkasnya.
Sebelumnya Anggota Pansus Hak Angket KPK, Bambang Soesatyo mengancam bahwa pihaknya akan meminta langsung bantuan kepada Polri untuk bisa menghadirkan paksa Miryam S Haryani. Ini tertuang dalam Pasal 204 UU MD3 yang memperbolehkan adanya pemanggilan paksa oleh Kepolisian.