Kasus Covid-19 di Jawa-Bali Naik, Pakar Minta Testing Ditingkatkan
"Apalagi sejak Maret WHO sudah merekomendasikan test mandiri, yang enggak perlu dicatat datanya," ucap bekas Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.
Kementerian Kesehatan melaporkan kasus Covid-19 di Jawa dan Bali meningkat dalam sepekan terakhir. Namun, peningkatannya tidak setinggi puncak gelombang ketiga pandemi Covid-19.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar FKUI, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan semua pihak perlu mewaspadai peningkatan kasus tersebut.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Bagaimana para ilmuwan mengetahui virus mana yang berbahaya? Tim peneliti menggunakan sel amoeba untuk mengetahui virus apa yang berbahaya. Dalam penelitian, tim peneliti menemukan hanya satu virus yang dapat membunuh sel amoeba yaitu ‘lytic viruses’.
-
Bagaimana mutasi virus Corona pada pria tersebut terjadi? Selama masa infeksi, dokter berulang kali mengambil sampel dari pria tersebut untuk menganalisis materi genetik virus corona. Mereka menemukan bahwa varian asli Omicron BA1 telah mengalami lebih dari 50 kali mutasi, termasuk beberapa yang memungkinkannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.
-
Di mana virus-virus kuno itu ditemukan? Ilmuwan berhasil menghidupkan kembali virus prasejarah berusia 48.500 tahun yang terperangkap dalam permafrost (lapisan tanah beku) di Siberia.
"Ya, sekarang kita waspada," katanya kepada merdeka.com, Rabu (13/4).
Dia juga mendorong pemerintah meningkatkan kapasitas testing, surveilans sindromik, hingga whole genome sequencing (WGS). Upaya ini untuk melihat lebih lengkap situasi penularan Covid-19 di masyarakat.
"Apalagi sejak Maret WHO sudah merekomendasikan test mandiri, yang enggak perlu dicatat datanya," ucap bekas Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.
Sementara, Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengingatkan penularan varian Omicron belum berakhir. Bahkan, sudah muncul sub varian Omicron yang bisa menyebabkan gelombang pandemi bertahan lama atau gelombang baru.
Dia mencontohkan sejumlah negara di dunia yang kembali mengalami lonjakan kasus akibat varian Omicron BA.2. Seperti China, Hongkong, Korea Selatan, serta sejumlah wilayah di Amerika dan Eropa.
"Itu mengartikan bahwa meskipun sebelumnya kita melihat ada tren pelandaian, sekali lagi saya ingatkan bahwa Omicron ini membawa ancaman yang berbeda dibandingkan varian sebelumnya," kata Dicky.
Dia membandingkan karakteristik Omicron dengan Delta. Delta memiliki kemampuan reinfeksi penyintas dan menulari orang yang sudah mendapatkan vaksinasi relatif kecil dan lemah. Sementara Omicron sebaliknya.
"Omicron dan sub varian atau turunannya bisa menginfeksi bukan hanya orang yang belum divaksinasi tapi sudah divaksinasi. Khususnya pada kondisi vaksinasi ini belum dapat booster atau dia menurun imunitas akibat vaksinasi atau infeksinya seperti pada lansia atau komorbid ," jelasnya.
Dicky berpendapat, seharusnya Indonesia tidak terlalu euforia dan terburu-buru menurunkan level kewaspadaan terhadap penularan Covid-19. Apalagi level proteksi seperti protokol kesehatan 5M dan sistem deteksi testing serta tracing.
Dia menyinggung testing Covid-19 nasional menurun hingga 50 persen menjelang arus mudik Lebaran 2022. Padahal, testing sangat penting untuk mendeteksi dini keberadaan kasus Covid-19.
"Itu artinya menurunkan level kewaspadaan kita, menurunkan level kemampuan kita mendeteksi situasi. Dan itu berbahaya," katanya.
Selain itu, cakupan vaksinasi Covid-19 baik primer maupun booster belum mencapai target. Kondisi ini menambahkan kerawanan terhadap penularan Covid-19.
"Saya selalu mengingatkan, potensi adanya peningkatan kasus pascalebaran ini tetap ada. Karena apa? Karena kita memiliki jumlah populasi yang rawan itu cukup signifikan, kurang lebih 20 persen dari total populasi," tuturnya.
Kasus Covid-19 Jawa-Bali Naik
Kenaikan kasus Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali diungkapkan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi.
"Kalau kita lihat pada slide berikut ini, ini yang menjadi kewaspadaan kita. Kalau kita melihat bahwa kasus baru di Jawa-Bali minggu ini terlihat ada peningkatan," ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (12/4).
Nadia menyebut, data periode 10 April 2022, kasus Covid-19 di Jawa dan Bali meningkat sebanyak 169. Sementara itu, sejumlah provinsi di luar Jawa dan Bali masih mengalami peningkatan.
"Kita tetap waspada ya, terutama karena beberapa provinsi di luar Jawa-Bali masih mengalami peningkatan kasus baru yang mungkin masih berlanjut beberapa hari atau beberapa minggu ke depan," jelasnya.
Menurut Nadia, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, ada lima provinsi yang mengalami peningkatan angka positivity rate. Yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, dan Bali.
"Artinya, kalau kita melihat peningkatan angka positif ini akan meningkatkan risiko laju penularan yang tinggi. Jadi risiko orang menjadi tertular atau terinfeksi ini terjadi peningkatan di lima provinsi ini," jelasnya.
Peningkatan angka positivity rate di lima provinsi ini memang tidak setinggi sebelumnya. Nadia mengambil contoh DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Positivity rate di dua provinsi tersebut masih di bawah angka 0,1 persen.
"Tetapi artinya, kalau kita melihat angka-angka ini, kita harus waspada bahwa setidaknya ada lima provinsi yang terjadi peningkatan angka positivity ratenya," tutupnya.
(mdk/ded)