Kasus Damayanti, KPK bidik swasta dan anggota DPR lainnya
"Kita sudah tanda tangan sprindik baru ada yang mau dinaikkan lagi," ujar ketua KPK, Agus.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat akan segera mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk pengembangan kasus proyek jalan Pulau Seram di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (Kemenpupera). Kasus ini menyeret anggota komisi V DPR Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti (DWP).
"Kita sudah tanda tangan sprindik baru ada yang mau dinaikkan lagi," ujar ketua KPK, Agus Rahardjo di Gedung KPK, Senin (29/2).
Agus mengatakan, KPK saat ini tengah membidik swasta dan DPR dalam pengembangan kasus ini. Sayangnya, dia enggan mengutarakan lebih jauh lagi terkait hal tersebut.
"Dua-duanya (DPR dan Swasta), tapi ya dibuka sedikit ajalah jangan dibuka semuanya," jelasnya.
Dalam kasus ini KPK gencar memanggil anggota komisi V DPR, seperti Budi Supriyanto, Fathan, Alamuddin, Fauzi H Amro, selain itu staf ahli anggota komisi V DPR Yasti Soepredjo Mokoagow, Jailani, sering dipanggil penyidik untuk dimintai keterangannya sebagai saksi.
Seperti diketahui, pada hari Rabu (13/1) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di berbeda tempat. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan 6 orang. Namun KPK membebaskan 2 orang sopir karena tidak terbukti melakukan unsur pidana, kemudian sisanya resmi ditetapkan tersangka setelah melakukan pemeriksaan hampir 24 jam.
Keempat tersangka adalah Damayanti Wisnu Putranti anggota momisi V DPR RI fraksi PDIP, Julia Prasrtyarini atau Uwi dan Dessy A. Edwin, dari pihak swasta yang menerima suap sedangkan Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU) sebagai pemberi suap. Selain itu pula KPK mengamankan SGD 99.000 sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, Damayanti, Julia, dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Abdul Khoir dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.