Reaksi KPK soal Kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Minta Ganti Penyidik
Permintaan pergantian penyidik dalam menangani sebuah kasus harus adanya dasar yang kuat.
Permintaan pergantian penyidik dalam menangani sebuah kasus harus adanya dasar yang kuat.
Reaksi KPK soal Kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Minta Ganti Penyidik
Petrus Selestinus, Staf Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Kusnadi meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengganti penyidik.
Diketahui, Kusnadi menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas penyidikan dalam perkara dugaan dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku (HM), pada Rabu (19/6) kemarin di KPK.
Terkait hal itu, Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, permintaan pergantian penyidik dalam menangani sebuah kasus harus adanya dasar yang kuat.
"Untuk kewenangan pergantian penyidik tentunya harus ada dasar yang kuat, apakah itu yang bersangkutan terkena kode etik, maupun hal-hal lainnya," kata Tessa kepada wartawan, Kamis (20/6).
Sehingga, jika tidak adanya dasar-dasar tersebut maka penyidik yang masih menangani perkara tersebut tetap berwenang untuk menjalani tugasnya.
"Retapi selama belum ada dasar-dasar tersebut, maka penyidik masih berwenang untuk melakukan proses penyidikan baik itu penyitaan, maupun pemeriksaan saksi," pungkasnya.
Staf Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Kusnadi memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemanggilan Kusandi ini untuk diperiksa sebagai saksi atas penyidikan dalam perkara dugaan dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku (HM).
Pengacar Kusnadi, Petrus Selestinus mengatakan, kedatangan kliennya ke gedung lembaga antirasuah ini selain untuk memenuhi panggilan KPK juga ingin meminta agar adanya pergantian penyidik.
"Yang kedua, ada permintaan untuk mengganti penyidik, karena peristiwa tanggal 10 Juni itu adalah karena yang menangani kasus ini adalah tim, kalau bicara tim berarti selain Rossa dan Rianto berarti ada penyidik lain," kata Petrus kepada wartawan di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/6).
"Jadi itu tadi pergantian penyidik, juga minta klarifikasi terhadap beberapa hal yang menurut kami janggal," sambungnya.
Beberapa yang janggal menurutnya itu seperti administrasi penyitaan, penggeledahan dan penerimaan barang bukti.
"Ada beberapa hal disitu yang menurut kami ada kekeliruan termasuk tanggal, dan tempat terjadinya serah terima barang sitaan di dalam dokumen serah terima barang sitaan itu terjadi di Citeureup, Bogor pada tanggal 23 April 2024," sebutnya.
"Padahal kejadiannya 10 Juni di gedung KPK, itu suatu kesalahan atau kekeliruan atau apalah maksudnya itu yang kita minta di klarifikasi. Yang kedua ada surat tanda laporan kalau di polisi itu disebut laporan polisi, kalau di KPK laporan dugaan tindak pidana korupsi terdapat 2 nomer kode yang berbeda," tambahnya.
Kemudian juga termasuk tempat serah terima barang sitaan yang dikatakannya berbeda.
"Itu berimplikasi kepada persoalaan yuridiksi ya, pengadilan mana yang berwewenang untuk memeriksa perkara itu nanti dan juga bisa mengenai salah orang (eror impersonal) bisa saja bukti laporan tindak pidana korupsi itu perkara orang lain. Tapi kesibukan dan berbagai sebab salah dicantumkan di dalam berita acara penyitaan dan surat panggilan," jelasnya.
Sehingga, ia meminta harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum Kusnadi diperiksa atas perkara tersebut.
"Karena ini sangat penting, jadi sebelum diperiksa ini harus clear dulu. Jangan sampe Kusnadi diperiksa sebagai saksi, tetapi dengan nomor perkara atau tanda laporan polisi untuk perkara orang lain," tegasnya.
"Jadi ini bukan soal sepele, tapi soal yang sangat prinsip dan persoalan. Kalau di persidangan ini bisa diperdebatkan dan perkara bisa dinyatakan tidak diterima," pungkasnya.