Kasus Gagal Ginjal Akut, Ombudsman Sebut Menkes & Kepala BPOM Lakukan Maladministrasi
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan, sebagai hasil dari investigasi tersebut, pihaknya telah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan disampaikan secara langsung kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM untuk melaksanakan tindakan korektif.
Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan serangkaian pemeriksaan dalam Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS). Pemeriksaan terkait dugaan maladministrasi pada penanggulangan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak dan pengawasan obat sirop oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan, sebagai hasil dari investigasi tersebut, pihaknya telah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan disampaikan secara langsung kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM untuk melaksanakan tindakan korektif.
-
Kapan gejala penyakit ginjal muncul? Gejala penyakit ginjal dapat sangat bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti kelelahan dan nyeri punggung, hingga gejala yang lebih serius seperti pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, serta gangguan pada tekanan darah.
-
Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi gagal ginjal? Apabila penyakit ginjal sudah tahap akhir alias gagal ginjal kronis, maka tidak bisa lagi diperbaiki, yang bisa dilakukan adalah mengganti fungsi ginjal menyaring dan membuang racun dengan cuci darah alias hemodialisis, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), atau transplantasi ginjal.
-
Bagaimana cara mencegah gagal ginjal? Gagal ginjal dapat dicegah dengan langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan secara rutin.Pertama, sangat penting untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dengan meninggalkan kebiasaan merokok dan menghindari alkohol.Selain itu, memantau fungsi ginjal secara teratur melalui tes darah dan urin juga penting untuk memastikan kesehatan ginjal. Kemudian mengontrol tekanan darah dengan menjaga pola makan yang sehat.Berolahraga secara teratur dan menghindari makanan yang tinggi garam juga dapat membantu mencegah gagal ginjal.Selain itu, memperhatikan asupan cairan dengan minum air putih yang cukup juga sangat penting untuk menjaga kesehatan ginjal.
-
Kapan gejala kanker ginjal muncul? Secara umum, kanker ginjal tidak menimbulkan gejala saat masih stadium awal. Apabila sudah memasuki stadium lanjut, gejala kanker ginjal yang dapat muncul, yaitu:• Demam yang tidak kunjung mereda• Benjolan di sekitar pinggang atau perut• Keringat berlebih, terutama pada malam hari• Berat badan turun tanpa sebab yang jelas• Kehilangan selera makan• Kurang darah• Pucat, lemas, dan mudah lelah
-
Apa saja jenis penyakit ginjal yang umum ditemui? Penyakit ginjal terdiri dari berbagai jenis, masing-masing dengan penyebab dan gejala yang berbeda. Berikut adalah beberapa jenis penyakit ginjal yang umum ditemui: Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury - AKI) Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara tiba-tiba dan sering kali disebabkan oleh trauma, infeksi berat, atau reaksi obat. Kondisi ini memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan permanen pada ginjal. Gejala dapat mencakup penurunan produksi urine, pembengkakan, dan kelelahan. Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease - CKD) Gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal yang berlangsung selama periode waktu yang lama, sering kali sebagai akibat dari diabetes atau hipertensi. CKD dapat berkembang perlahan tanpa gejala yang jelas pada awalnya, tetapi seiring waktu dapat menyebabkan gejala seperti pembengkakan, kelelahan, dan gangguan tidur. Glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah peradangan pada glomeruli, yaitu bagian dari ginjal yang berfungsi menyaring darah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit autoimun, atau kondisi medis lainnya. Gejala umum termasuk urine berdarah, pembengkakan pada wajah atau kaki, dan tekanan darah tinggi. Pielonefritis Pielonefritis adalah infeksi pada ginjal yang biasanya disebabkan oleh bakteri. Infeksi ini sering kali dimulai dari saluran kemih bawah yang menyebar ke ginjal. Gejala dapat mencakup nyeri pinggang, demam, mual, dan urine yang berbau tidak sedap. Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik adalah kondisi yang ditandai dengan kehilangan protein yang signifikan dalam urine, pembengkakan, dan kadar kolesterol tinggi dalam darah. Penyebabnya bisa bervariasi, termasuk penyakit ginjal primer seperti glomerulonefritis atau penyakit sistemik. Kista Ginjal (Polycystic Kidney Disease - PKD) PKD adalah gangguan genetik yang menyebabkan terbentuknya banyak kista berisi cairan di dalam ginjal. Kista ini dapat mengganggu fungsi ginjal dan menyebabkan nyeri, hipertensi, dan gangguan pada fungsi ginjal. Nefrolitiasis (Batu Ginjal) Batu ginjal adalah endapan keras yang terbentuk di ginjal dan dapat menyebabkan nyeri hebat, darah dalam urine, dan gangguan pada aliran urine. Penyebab batu ginjal termasuk dehidrasi, diet tinggi kalsium, dan gangguan metabolisme. Hidronefrosis Hidronefrosis terjadi ketika saluran kemih yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih tersumbat, menyebabkan penumpukan urine dan pembengkakan ginjal. Ini dapat disebabkan oleh batu ginjal, pembesaran prostat, atau kelainan kongenital. Penyakit Ginjal Polikistik Ini adalah gangguan genetik yang mengakibatkan pembentukan kista yang berkembang di ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Kista ini mengganggu fungsi normal ginjal dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Sindrom Uremik Sindrom ini adalah kondisi parah yang terjadi akibat penumpukan limbah dalam darah karena fungsi ginjal yang tidak memadai. Ini dapat menyebabkan gejala seperti kelelahan, mual, dan gangguan mental.
-
Kapan rasa sakit batu ginjal akan mereda? Setelah batu keluar dari saluran kemih, nyeri tersebut umumnya akan mereda.
"Objek pemeriksaan di antaranya Ombudsman melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan berkaitan dengan substansi permasalahan," katanya dalam konferensi persnya di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (15/12).
Kemudian, Ombudsman juga melakukan investigasi dan permintaan keterangan di 13 Provinsi. Serta melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen administrasi berkaitan dengan substansi permasalahan.
Selain itu, Robert memaparkan beberapa poin pendapat Ombudsman yakni dalam penanggulangan kasus GGAPA pada anak dan pengawasan obat sirop, telah terjadi dugaan penyimpangan prosedur dan tindakan tidak kompeten yang dilakukan baik oleh Menkes dan Kepala BPOM.
"Terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes terimplikasi dari belum ditetapkannya GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB," ujarnya.
Lalu yang kedua, Robert menyampaikan, Ombudsman berpendapat bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak.
Selain itu, dia menyebut, terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak.
"Ombudsman RI berpendapat bahwa terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya BPOM dalam memastikan Farmakovigilans. Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat," jelasnya.
Tak hanya itu, Robert juga menyoroti terjadinya kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh BPOM dalam merespons secara cepat peringatan WHO terkait bahaya cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung pada obat sirop.
Hal ini disebutnya telah mengakibatkan bertambahnya korban jiwa yang disebabkan GGAPA pada anak. Kemudian, temuan Ombudsman terkait Kemenkes, di antaranya Kemenkes tidak melakukan pendataan dan surveilan sejak awal munculnya gejala GGAPA.
"Kedua, Kemenkes tidak menindaklanjuti kasus GGAPA pada anak sebagai KLB. Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus tersebut sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB," ungkapnya.
"Ketiga, Kemenkes tidak kompeten dalam mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG. Keempat, Kemenkes tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi dari akibat konsumsi obat sirop mengandung EG dan DEG melanggar aturan ambang batas," sambung Robert.
Temuan pihaknya terkait BPOM, Robert menjelaskan, proses peredaran obat sirop mengandung EG dan DEG yang melanggar aturan ambang batas tidak terawasi oleh BPOM.
"Sehingga obat tersebut terdistribusi dan dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi penyebab GGAPA pada anak," ucapnya.
Kemudian, Ombudsman menemukan, BPOM tidak optimal dalam mengawasi kegiatan Farmakovigilans dan kepatuhan industri farmasi terhadap aturan Farmakovigilans yang baik.
"Untuk itu, Ombudsman memberikan Tindakan Korektif kepada Menkes dan Kepala BPOM terkait permasalahan GGAPA pada anak," katanya.
Robert menyebut, Menkes diminta untuk melaksanakan peningkatan kapasitas tim surveilans data melalui penyediaan struktur kerja, kualitas dan kuantitas SDM surveilans serta standar kerja untuk mendukung tersedianya data yang akurat dan komprehensif.
"Kedua, melakukan penyempurnaan peraturan terkait KLB khususnya terkait cakupan penyakit menular dan tidak menular. Ketiga, agar Menkes menetapkan klasifikasi KLB dengan status dan mekanisme penanganannya untuk meningkatkan kapasitas respons dalam melakukan tindaklanjut dan penanganannya," jelasnya.
Selain itu, Ombudsman meminta Menkes untuk melaksanakan sosialisasi secara masif dan terukur kepada seluruh Faskes dan Nakes tentang tata laksana dan manajemen klinis penanganan GGAPA.
"Terakhir, agar Menkes menyampaikan informasi kepada publik untuk menjamin terpenuhinya hak informasi kesehatan berupa penyebab GGAPA sebagai akibat dari kandungan EG dan DEG dalam obat sirop," ujarnya.
Selanjutnya, kepada Kepala BPOM, Ombudsman memberikan tindakan korektif yakni agar mengevaluasi laporan Farmakovigilans di semua industri farmasi yang memproduksi dan/atau mengedarkan obat sirop serta menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan uji sampel produk.
"Ombudsman meminta agar Kepala BPOM melakukan pendataan terhadap volume penjualan dan area persebaran obat sirop mengandung bahan EG dan DEG dan hasilnya dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan sebagai bahan penanggulangan GGAPA pada anak," tutupnya.
(mdk/fik)