Kasus Gatot, 4 pimpinan DPRD Sumut jadi tersangka kecuali kader PDIP
Seluruh pimpinan DPRD periode 2009-2014 jadi tersangka di KPK kecuali kader PDIP.
KPK telah menetapkan Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho sebagai tersangka pemberi suap kepada anggota DPRD Sumut. Empat pimpinan dan seorang anggota Dewan periode 2009-2014 ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Lima orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Saleh Bangun, dan 3 wakil Ketua Dewan yaitu Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri dan Kamaluddin Harahap. Seorang lagi merupakan anggota DPRD Sumut periode sama, yaitu Ajib Shah.
Pada periode 2009-2014, Saleh Bangun merupakan pimpinan DPRD Sumut dari Partai Demokrat, Chaidir Ritonga dari Partai Golkar, Sigit Pramono Asri dari PKS, dan Kamaluddin Harahap dari PAN. Ajib Shah ketika itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Penetapan tersangka ini memunculkan tanda tanya di kalangan publik. Sebab, dari lima pimpinan DPRD Sumut 2009-2014, hanya empat yang jadi tersangka. Wakil Ketua Dewan yang tidak disebut KPK inisial atau namanya merupakan kader PDI Perjuangan, yaitu M Affan.
"Ini jadi pertanyaan publik dan bisa memunculkan berbagai prasangka. Ada baiknya KPK memberi penjelasan soal kenapa ada unsur pimpinan dewan yang tidak jadi tersangka. Apakah dia hanya melihat-lihat rekannya, memang tidak diberi, atau menolak gratifikasi itu," kata Arifin Saleh Siregar, pengamat sosial dan politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Rabu (4/11).
Menurut dia, jika tidak ada penjelasan dari KPK, masyarakat akan mereka-reka jawabannya. "Bakal muncul prasangka buruk bahwa unsur pimpinan dewan itu dilindungi partainya, yang kebetulan merupakan partai penguasa," sambung Arifin.
KPK memang menyatakan tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus rasuah ini. Karenanya, kata Arifin, penanganan kasus ini harus disegerakan.
Hal senada disampaikan pengamat hukum, Muslim Muis. "Memang ini bisa jadi memicu munculnya dugaan intervensi, karena dari 5 unsur pimpinan hanya Affan yang tidak menjadi tersangka," katanya.
Muslim juga mengatakan, Affan boleh jadi tidak terlihat dalam kasus suap itu. Bisa saja dia menolak saat diberi gratifikasi. Hal itulah yang harus dijelaskan KPK.
Menurut dia, masyarakat wajar mempertanyakan tidak adanya nama Wakil Ketua Dewan asal PDI Perjuangan. Sebab, anggota DPRD dari partai sama juga ada yang telah terang-terangan mengaku menerima gratifikasi itu dan telah mengembalikannya. "Kalau anggota dari PDI Perjuangan saja ada yang mengembalikan uang, seperti Brilian Moktar, masa pimpinannya yang berasal dari fraksi sama tidak ikut menerima? Ini logika sederhana yang bisa memicu munculnya prasangka," ungkapnya.
Karena itu, Muslim berharap KPK memberi penjelasan, dan mempercepat penanganan kasus itu sehingga tidak memunculkan tanda tanya. "KPK harus memberikan penjelasan kepada masyarakat agar tudingan-tudingan yang menyatakan KPK jadi alat politik tidak semakin memuncak," pungkas Muslim.