Kasus lahan Hotel Indonesia, Kejagung periksa Laksamana Sukardi
Laksamana Sukardi dipanggil dalam kapasitas sebagai mantan Menteri BUMN.
Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (HIN) periode 1999-2009, A.M. Suseto diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung). Keduanya diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan tindak pidana korupsi sengketa lahan pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski di kawasan Hotel Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto mengatakan, kedua saksi yang disebutkan di atas sudah hadir untuk menjalani pemeriksaan sejak pagi. Keduanya tiba tidak bersamaan.
"A.M. Suseto telah datang pukul 08.30 WIB, kemudian Laksamana Sukardi datang pada 09.25 WIB. Saat ini mereka masih diperiksa penyidik," kata Amir kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (18/4).
Sebelumnya, Sukardi telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 1 Maret 2016. Sementara Suseto sempat diperiksa pada 14 Maret 2016.
Tersangkutnya Sukardi dalam kasus ini lantaran pada saat pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski, dia masih menjabat sebagai Menteri BUMN. Suseto pada saat itu masih menjabat sebagai pimpinan PT. HIN yang bekerjasama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah dalam Built, Operate, and Transfer (BOT) kawasan Hotel Indonesia.
Diketahui, tim penyelidik Kejagung mendatangi Grand Indonesia, Rabu (17/2). Mereka datang untuk menyelidiki kasus dugaan korupsi tentang kerjasama antara PT Hotel Indonesia Natour (BUMN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI).
Dalam kasus ini, negara berpotensi dirugikan triliunan rupiah akibat murahnya sewa dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengelola Hotel Indonesia dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia yaitu PT Grand Indonesia, anak usaha PT Cipta Karya Bumi Indah. Di mana, PT Cipta Karya Bumi ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) Hotel Indonesia pada 2002.
Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia itu diteken PT Hotel Indonesia Natour (HIN) milik BUMN sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT Cipta Karya Bumi untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.
Dalam kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI di antaranya:
1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2)
2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2)
3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2)
4. Fasilitas parkir (175.000 m2)
Namun, dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski, di mana kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.
Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut.