Kasus Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Dituntut 7 Bulan Penjara & Tetap Ditahan
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)," tambahnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut penceramah Muhammad Yahya Waloni hukuman tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan atas perkara dugaan ujaran kebencian bermuatan suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama tujuh bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp50 juta rupiah subsidair satu bulan kurungan," kata penuntut umum saat sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (28/12).
-
Kapan Syamsidar Yahya wafat? Hj. Syamsidar Yahya wafat pada tahun 1975 di Pekanbaru, Riau di usianya yang ke-61 tahun.
-
Apa yang diresmikan oleh Kepala BPIP, Prof Yudian Wahyudi, di bantaran Kali Code Yogyakarta? Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi, meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila sekaligus membagikan Program Basis (Bantuan Atasi Stunting) berupa pemberian makanan sehat serta pemberian paket belajar kepada anak-anak Bantaran Kali Code Yogyakarta, Senin (28/8/23).
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Apa yang diresmikan oleh Pj Wali Kota Kediri? Pj Wali Kota Kediri Zanariah meresmikan pembangunan pengembangan Pasar Grosir Buah dan Sayur Kota Kediri, sekaligus launching Serbu Pasar Kota Kediri, Sabtu (29/6).
-
Kenapa Jorien Wallast menelusuri jejak neneknya di Jakarta? Jorien mengatakan, baginya sang nenek sangat special.
-
Apa yang dilakukan Syahrini di Jakarta? Tidak ada perubahan, Syahrini selalu terlihat anggun dan menenangkan sekali.
Tuntutan tersebut diberikan jaksa, karena Yahya dianggap secara sah dan meyakinkan terbukti menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian di tengah masyarakat. Sebagaimana dakwaan pertama yang telah terpenuhi. Sehingga, dakwaan kedua alternatif lainnya tidak perlu dibuktikan.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Muhammad Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana," kata jaksa.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)," tambahnya.
Tuntutan itu berdasarkan Pasal 45A ayat 2 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sebelumnya, Yahya Waloni didakwa telah menyebarkan informasi yang memuat ujaran kebencian berdasarkan suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA). Ia ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Kamis (26/8).
Dimana pokok perkara atas materi ujaran kebencian itu disampaikan Yahya Waloni saat ceramah di Masjid Jenderal Sudirman, WTC, Jakarta Pusat. Yahya menyebut kitab Bibel Kristen palsu. Ia juga memelesetkan frasa 'roh kudus' menjadi 'roh kudis', 'Stephanus' menjadi 'tetanus'.
Disisi lain, Yahya juga mengatakan bahwa pendeta melakukan perbuatan tercela dengan melihat perempuan berpakaian terbuka dari atas mimbar. Terlebih, perkataan itu juga direkam dan diunggah di media sosial Youtube yang akhirnya tersebar.
Atas hal itu, Jaksa kemudian mendakwa Yahya Waloni dengan Pasal 45A ayat 2 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana ancaman maksimalnya enam tahun penjara.
Selain itu, Yahya Waloni juga didakwa pasal alternatif, akibat melakukan penodaan, pelecehan, atau penghinaan terhadap pandangan dan keyakinan agama lain, sebagaimana Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 156 KUHP mengenai tindakan yang memuat permusuhan dan kebencian terhadap golongan rakyat Indonesia.
(mdk/rhm)