Kejagung Ungkap Kendala Tangkap Alex Denni Eks Pejabat KemenpanRB sampai 11 Tahun
Harli menyatakan pihaknya akan mengecek lebih dulu kapan salinan putusan itu diterima jaksa eksekutor.
Nama mantan Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPAN-RB, Alex Denni sempat menjadi sorotan. Sudah 11 tahun sejak putusan tindak pidana korupsinya pada 2013 tak kunjung dieksekusi.
Selama itu juga, Alex melanglang buana dengan status terpidana atas kasus korupsi proyek pengadaan jasa konsultan analisa jabatan atau distinct job manual (DJM) PT Telkom tahun anggaran 2003.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar pun menanggapi bahwa penangkapan terhadap Alex Denni harus dilihat lebih dulu terkait keseriusan dan upaya jajaran jaksa dalam meringkus buronan.
- Terungkap, Alex Marwata Belum Pernah Diperiksa Dewas KPK Meski Kabar Pertemuan dengan Pejabat Bea Cukai Tersandung Kasus Beredar
- Terang-terangan Jenderal Bintang Dua Nilai Pimpinan KPK Alex Marwata Langgar Etik jadi Pidana
- Dugaan Pelanggaran Etik dan Pidana Alexander Marwata Jelang Purna Tugas di KPK
- Pegawai KPK hingga Kemenkeu Diperiksa Buntut Pertemuan Alexander dengan Eks Kepala Bea Cukai
"Karena 11 tahun dia tidak nampak bisa kita tangkap, belum bisa kita eksekusi, itu dulu. Karena kalau tidak, aparat penegak hukum ini bisa mati lemas terus, kenapa? Inilah bentuk kita melawan kejahatan ya," kata Harli kepada wartawan, Kamis (25/7).
Sementara soal alasan eksekusi Alex Denni oleh Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang baru dilakukan Jumat (19/7) lalu. Harli menyatakan pihaknya akan mengecek lebih dulu kapan salinan putusan itu diterima jaksa eksekutor.
Sebab terkait kendala, akui Harli, pastinya menjadi bahan evaluasi jajaran Korps Adhiyaksa. Walaupun, di sisi lain ditangkapnya Alex adalah sebuah prestasi dari program Tangkap Buronan (Tabur) Jaksa Agung.
Sebagaimana Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 163/K/Pid.Sus/2013 Tanggal 26 Juni 2013 atas vonis pidana penjara satu tahun. Alex pun ditangkap di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta pasca penerbangan dari Doha, oleh Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI).
"Nah, saya tidak mau apa namanya, menuding pihak manapun. Tapi coba nanti dicek, apakah putusan itu sudah sampai di Jaksa, kapan sampainya yakan, itu juga harus rekan-rekan media cermati," tuturnya.
"Tidak menyatakan bahwa kami artinya tidak ada sesuatu masalah, ini bahan refleksi bagi kami. Tapi yang pasti saya baru 2 bulan lalu, tapi orang yang 11 tahun lalu yang melalang buana tidak jelas. Apakah ini bukan sebuah bentuk apresiasi? Nah itu," sambung Harli.
Saat ini, Alex mantan Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni telah dieksekusi sesuai Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 subsidair Pasal 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 43 A (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Selanjutnya proses eksekusi Alex, ditempatkan di Lapas Sukamiskin Bandung guna menjalani masa hukuman sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI Nomor 163 K/Pid.Sus/2013 tanggal 7 September 2013, atas hukuman 1 tahun, denda Rp 50 juta dan membayar uang pengganti Rp 789 juta.
Adapun, Kasus korupsi yang menjerat Alex Denni terjadi pada 2003 saat dia masih menjabat Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti. Pada saat itu, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah selaku Direktur SDM Niskung serta Asisten Kebijakan SDM pada Direktorat SDM, Niskung PT Telkom menunjuk perusahaan Alex sebagai konsultan analisa jabatan.
Proyek pengadaan jasa konsultan analisa jabatan tersebut dianggarkan sebesar Rp5,7 miliar. Tapi berdasarkan hasil penelusuran, kejaksaan melihat ada kongkalikong dalam proyek yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp2,7 miliar.
Sidang pun berjalan Pengadilan Negeri pada 2006 silam, dengan putusan dibacakan pada ada 29 Oktober 2007. Pengadilan memvonis Agus Utoyo, Tengku Hedi Safinah, dan Alex Denni 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Setelah vonis itu baik kasasi sampai tingkat banding turut menolak dalih pembelaan Alex. Dengan tetap menguatkan putusan hukuman sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.