Kejati bidik tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi Dahlan Iskan
Hal itu bisa didapat dalam pemeriksaan lanjutan mantan Menteri BUMN nantinya.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta bakal mengembangkan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan. Untuk itu, Kepala Kejati DKI Jakarta, Adi Toegarisman menyatakan pihaknya akan terus membidik pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam korupsi pengadaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara Barat senilai Rp 1,063 triliun.
"Yang kami lakukan adalah penyidikan, salah satu proses penegakan hukum. Ketika proses berjalan, ada penemuan fakta-fakta, ada pihak lain yang bertanggungjawab, ya harus kita tindak lanjuti. Kalau tidak, justru saya enggak benar," kata Adi di Kejati DKI Jakarta, Jumat (5/6).
Kendati demikian, menurut Adi adanya temuan pihak-pihak lain yang ikut terlibat bisa dibuktikan dari fakta hukum. Hal itu bisa didapat dalam pemeriksaan lanjutan mantan Menteri BUMN nantinya.
"Kita ada fakta hukum, kita akan tindak lanjuti," terang Adi.
Adi membantah jika bos Jawa Pos itu dijerat sebagai pesakitan lantaran adanya nuansa politis. Dia memastikan dalam proses penetapan tersangka pada Dahlan sudah sesuai prosedur hukum.
"Kalau saya aparat penegak hukum. Bukan aparat penampung isu. Isu silahkan berkembang. Tapi, saya berbicara sesuai fakta hukum. (Isu) itu wajar. Saya enggak masalah dan itu bukan urusan saya," jelas dia.
Sebelumnya, Dahlan Iskan yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara Barat senilai Rp 1.063 trliun oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani dua kali pemeriksaan.
"Tim penyidik menyatakan bahwa saudara DI (Dahlan Iskan) yang diperiksa telah memenuhi syarat untuk dipenuhi tersangka berdasarkan dua alat bukti," kata Adi dalam keterangan persnya di Kejati DKI Jakarta, Jumat (5/6).
Dalam kasus ini, Dahlan dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula saat Dahlan menjabat sebagai Dirut PLN. Saat itu, Kementerian ESDM mengerjakan mega proyek 21 unit gardu induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara sudah dimulai pada Desember 2011. Nilai proyek ini mencapai Rp 1,063 triliun. Belakangan proyek ini justru terbengkalai.
Sebelum Dahlan, Kejaksaan sudah lebih dulu menetapkan 15 anak buah Dahlan sebagai tersangka dalam kasus itu. Satu tersangka sudah manjadi terdakwa dan sudah masuk ke persidangan. Sedangkan, sembilan tersangka lainnya masih dalam proses pelimpahan perkara ke pengadilan.
Kesembilan tersangka yakni, FY selaku Manajer Unit Pelaksana Konstruksi Jaringan Jawa Bali-UPK JJB IV region Jawa Barat, SA selaku Manajer Unit Pelaksana Konstruksi Jaringan Jawa Bali-UPK JJB IV region DKI Jakarta Banten, dan INS selaku Manajer Konstruksi dan Operasional Jawa Bali dan Nusa Tenggara.
Lalu ITS selaku pegawa PLN proyek induk pembangkit dan jaringan Jawa Bali, Y selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN, AYS selaku Deputi Manager Akuntansi di Pikitring Jawa Bali Nusa Tenggara PLN, YRS selaku pegawai PLN proyek induk pembangkit dan jaringan Jawa Bali, EP selaku pegawai PLN proyek induk pembangkit dan jaringan Jawa Bali serta ASH selaku pegawai PLN Proring Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.