Keluarga ABK yang disandera minta pertanggungjawaban pemilik kapal
Keluarga akan berangkat ke Lahad Datu, Sabah, Malaysia untuk meminta pertanggungjawaban kepada pemilik kapal.
Keluarga tiga WNI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diculik oleh kelompok separatis asal Filipina, Abu Sayyaf, akan berangkat ke Lahad Datu, Sabah, Malaysia untuk meminta pertanggungjawaban kepada pemilik kapal tempat ketiganya bekerja.
Keberangkatan perwakilan keluarga dari tiga WNI yang disandera yakni Teodorus Kopong Koten, Emanuel Arakian Maran, dan Lorens Lagadoni Koten, akan didampingi oleh satu orang staf Kementerian Luar Negeri RI.
"Prioritas sekarang adalah harus dikedepankan tanggung jawab (pemerintah) Malaysia dan tanggung jawab pemilik kapal," kata Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, saat ditemui usai mengikuti rapat koordinasi pusat krisis tentang pembebasan sandera WNI di Kemenko Polhukam, seperti dikutip dari Antara, Kamis (14/7) malam.
Tuntutan pertanggungjawaban kepada pemerintah Malaysia dan pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S, Chia Tong Len, sangat penting dilakukan karena ketiga ABK WNI yang secara legal bekerja di Negeri Jiran tersebut diculik saat sedang menangkap ikan di perairan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Desakan dari seluruh elemen masyarakat agar pemerintah pusat segera membebaskan ketiga ABK WNI itu juga diwujudkan lewat aksi 1.000 lilin di depan Taman Kota Larantuka, Flores Timur, NTT, Kamis malam.
Aksi tersebut digelar sekaligus sebagai bentuk dukungan kepada pihak keluarga korban, terutama para istri, yang selalu gelisah mengkhawatirkan kondisi suami mereka yang disandera.
Yasinta Pusaka Koten, istri sandera Emanuel Arakian Maran, sangat berharap agar suaminya lekas dibebaskan.
Kepada media ia menuturkan bahwa keputusan Emanual memilih jalan menjadi tenaga kerja di Malaysia diambil untuk membiayai pendidikan anak tunggal mereka.
Sedangkan Margaretha, istri sandera Teodorus Kopong Koten mengungkapkan bahwa penyanderaan suaminya menyebabkan kondisi ekonomi keluarga semakin memprihatinkan karena uang bulanan yang biasa dikirim Teodorus, tidak lagi sampai.
Sementara itu, pemerintah melalui koordinasi pusat krisis (crisis centre) pembebasan sandera WNI di bawah komando Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, terus melakukan berbagai upaya perundingan/negosiasi untuk penyelamatan sandera.