Keluarga jadi Semangat Dokter Ferawati Lawan Corona
Banyak orang belum teredukasi dengan baik, bahwa virus corona bukanlah penyakit aib yang harus disisihkan di tengah masyarakat.
Diskriminasi dan perlakuan buruk hal pertama menghantui pikiran dr Ferawati, seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh, setelah mengetahui dirinya terkonfirmasi positif Covid-19 pada 11 Agustus 2020 lalu.
Pikirannya sempat kalut. Bingung tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan sempat tidak bisa menerima kenyataan itu. Mengingat masih banyak masyarakat di luar sana, beranggapan virus corona itu tidak ubahnya sebuah aib.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Banyak orang belum teredukasi dengan baik, bahwa virus corona bukanlah penyakit aib yang harus disisihkan di tengah masyarakat. Itu yang membuat dia gelisah. Takut mengalami persekusi dan diskrimatif di tengah masyarakat.
"Pertama kali dikabarkan bahwa saya positif Covid-19, yang pertama shock, terkejut dan tidak menyangka sama sekali bahwa saya terkonfirmasi positif Covid-19. sedih, enggak tahu mau ungkapkan perasaan seperti apa gitu," kata Ferawati kepada merdeka.com.
Putus ada dan khawatir menjadi satu, berputar memenuhi isi kepala. Seribu tanya selalu membayang. Bagaimana dengan keluarga besarnya? Apalagi dia memiliki seorang bayi berusia satu tahun. Masih sangat membutuhkan dirinya setiap saat. Begitu juga dengan anak pertama dan keduanya yang masih berusia 7 tahun dan 11 tahun.
Terlebih, bagaimana dengan nasib si buah hati dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka harus isolasi mandiri di rumah yang hanya dua kamar. Satu kamar bahkan dihuni oleh 4 orang, suami beserta tiga anaknya.
Kemunculan kekhawatiran seperti itu, sebut Ferawati, bukan tanpa alasan. Selama ini masih banyak pasien positif Covid-19 kerap dikucilkan di lingkungan. Bahkan lebih parah lagi mendapat persekusi dan didiskriminasikan.
"Masih banyak pasien yang positif mendapatkan persekusi dari masyarakat sekitarnya. Itu yang menjadi hal kekhawatiran terbesar saya yang sebenarnya. Sehingga membuat saya sampai sedih dan menangis pada malam itu," jelasnya.
Hingga akhirnya pasangan hidupnya membesarkan hatinya, agar dapat menerima dengan kenyataan itu. Terlebih selama ini dia berada di garda terdepan melawan Covid-19 sebagai dokter PPDS. Setiap saat bergelut melawan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China itu.
Ferawati pun saat itu mulai bangkit, setelah suami membesarkan hatinya agar apa yang dialaminya merupakan cobaan yang harus diterima dan dihadapi secara bersama-sama.
Ia bersyukur memiliki pasangan yang dapat memberikan motivasi hingga menumbuhkan motivasi baru. Bangkit untuk melawan virus corona untuk kesembuhan, demi anak-anak, suami dan keluarga besar lainnya.
"Saya punya pasangan yang luar biasa, yang membesarkan hati saya dan memberikan semangat yang luar biasa, sehingga mampu berdiri tegak dan menerima kenyataan bahwa saya terkonfirmasi positif," jelasnya.
Beban utama bagi Ferawati karena ada bayi
Saat pertama kali mengetahui bahwa dirinya terkonfirmasi positif Covid-19. Beban yang paling berat saat mengingat si bayi yang masih berusia 1 tahun. Apa lagi saat itu kondisi kesehatannya sedikit demam dan batu ringan.
Hal itulah kemudian semakin membuat dia nyaris tak bisa menerima dengan kenyataan itu. Lagi-lagi pasangan hidupnya, sebut dr Ferawati, selalu memberikan motivasi dan membesarkan hatinya untuk dapat menerima apa yang dialami saat itu.
Pertama kalinya berencana hendak melakukan isolasi mandiri satu tempat di rumah. Ia ingin dalam kondisi apapun bisa tetap berada bersama di satu tempat, termasuk bisa dekat dengan si bayinya yang masih sangat membutuhkan dirinya.
Namun dalam perjalanan dia berpikir. Suami dan ketiga anaknya belum tentu positif Covid-19. Ia lalu berpikir, lebih baiknya dirinya mengisolasi secara terpisah agar tidak memaparkan virus corona kepada keluarganya.
Pada hari ketiga, dr Ferawati dijemput oleh tim medis untuk isolasi secara terpisah dari keluarga. Dia bersama rekan-rekan lainnya diisolasi di Asrama Haji Banda Aceh. Di sana, ternyata dia mendapat banyak teman yang senasib, juga sedang mengisolasi karena terpapar Covid-19.
"Terbeban karena ada si bayi yang masih membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) saya," sebutnya.
Isolasi di Asrama Haji
Setelah berkonsultasi dengan keluarga besarnya, termasuk dengan suami yang selalu mendampinginya. Ferawati kemudian memutuskan untuk mengisolasi secara terpisah dengan keluarga pada hari ketiga setelah terkonfirmasi positif Covid-19.
"Kenapa saya memutuskan saya untuk ke sana, karena sambil menunggu hasil dari anak-anak dan suami yang belum tau kapan hasilnya, jadi saya tidak mau memaparkan lebih banyak kepada mereka, karena belum tentu juga mereka juga positif, jadi saya memutuskan untuk keluar," tukasnya.
Sampai di asrama haji pikirannya mulai terbuka. Semangat untuk sembuh dan melawan virus corona mulai tumbuh. Di tempat isolasi terpisah dengan keluarga, dia bertemu dengan sesama PPDS dan pasien lainnya yang senasib.
Mereka di tempat isolasi, saling memberikan semangat, motivasi dan saling berbagi pengalaman. Dari gejala, bercerita tentang keluarga hingga berbagai persoalan lainnya dibicarakan secara bersama-sama di sana.
Selama di Asrama Haji, Banda Aceh, Ferawati bersama rekan-rekan lainnya juga rutin berolahraga. Setiap lagi mereka berjemur dan gerak tubuh ringan lainnya.
"Rutin kita olahraga kecil selama isolasi untuk meningkatkan imun tubuh," kenangnya.
Dukungan Moral Datang
Berbagai dukungan moral datang, baik dari kalangan PPDS sendiri, rekan-rekan medis lainnya hingga teman-teman suaminya. Baik hanya sekedar menyapa lewat telepon, menanyakan keadaan hingga mengantarkan kopi dan gorengan.
"Menurut saya hal itu sangat berharga, sangat membesarkan hati untuk kami yang positif corona, jadi tidak merasa diacuhkan, tidak merasa dikucilkan dan kami merasa diterima keberadaannya di tengah-tengah masyarakat," terang Ferawati.
Begitu juga dukungan lingkungan sekitar tempat tinggal, lanjutnya, keluarga besarnya ikut memberikan motivasi. Sehingga Ferawati mengaku semakin tumbuh semangat dan kepercayaan diri untuk sembuh.
Menurutnya, kuncinya adalah jangan mudah stres. Ketika seseorang stres, maka imun tubuh turun, daya tahan tubuh tidak terbentuk, sehingga berbagai macam keluhan akan muncul.
"Jangan stres, bersahabatlah dengan kondisi yang ada, ini paling penting menurut saya," jelasnya.
Selama melakukan isolasi terpisah dengan keluarga, dr Ferawati setiap hari berkomunikasi dengan suami dan ketiga anaknya. Terutama yang membuat dia terbeban, si bayi yang berusia 1 tahun, saat itu ada gejala demam.
"Komunikasi dengan keluarga, sering VC, menanyakan keadaan si kecil, karena dia ada bergejala, dia pilek, anak saya nomor dua juga menunjukkan gejala ringan, saya sering tanya ke suami saya, tanya si bayi apakah dia ada demam, apakah ada batuk, batuknya bertambah parah atau tidak," jelasnya.
Meskipun mendapat ketenangan selama isolasi terpisah dengan keluarga, Ferawati mengaku tetap ada rasa khawatir terhadap kesehatan si kecil yang masih bayi. Namun ia bersyukur, setelah keluarga uji usap, suami dan ketiga anaknya terkonfirmasi negatif Covid-19, sehingga membuat dirinya mulai tenang.
dr Ferawati berpesan, saat ini masih banyak Orang Tanpa Gejala (OTG) yang berada di luar sana. Hanya saja mereka belum melakukan pemeriksaan dan itu menjadi ancaman penyebaran virus corona semakin meluas.
Angka terkonfirmasi pasien positif Covid-19 di Tanah Rencong saban hari terus meningkat. secara kumulatif pasien positif Senin (28/9) mencapai 4.244 orang. Rinciannya, 1.848 orang masih dirawat di rumah sakit atau diisolasi, 2.241 orang dinyatakan sembuh, 155 orang meninggal dunia.
Untuk jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau kasus probable secara akumulasi sebanyak 409 orang. Dari jumlah tersebut, 60 PDP/probable dalam penanganan tim medis (isolasi RS), 329 sudah sembuh (selesai isolasi), dan 20 orang meninggal dunia.
Sedangkan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau kasus suspek di seluruh Aceh hari ini telah mencapai 2.864 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.621 orang sudah selesai masa pemantauan (selesai isolasi), 240 orang dalam proses isolasi di rumah dan dalam pantauan Tim Gugus Tugas Covid-19 , dan 3 orang isolasi di rumah sakit.
Oleh sebab itu ia meminta kepada masyarakat agar lebih bijak. Lebih empati dengan lingkungan sekitarnya, terutama pada tenaga kesehatan yang berjuang di garda terdepan melawan Covid-19.