Kemarahan Fahri Hamzah, dana aspirasi & revisi UU KPK ditolak Jokowi
Jika disahkan, maka tiap anggota DPR berhak mengelola uang Rp 20 M untuk pembangunan dapilnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang biasa dikenal dengan dana aspirasi. Jika disahkan, maka tiap anggota DPR berhak mengelola uang Rp 20 M untuk pembangunan dapilnya.
Namun niatan DPR ini nampaknya tak berjalan mulus. Rencana itu ditentang berbagai pihak, termasuk pemerintah diwakili Mensesneg Pratikno, Kepala Bappenas Andrinof Chaniago dan Mendagri Tjahjo Kumolo. Meski Presiden Joko Widodo belum bersikap, pemerintah mengisyaratkan bakal menolak dana aspirasi itu.
Selain itu, rencana DPR untuk melakukan revisi terhadap UU KPK juga bakal terhambat. Meskipun sudah masuk Prolegnas prioritas 2015, Jokowi dikabarkan tak setuju untuk merevisi. Karena DPR tak bisa jalan sendiri untuk melakukan revisi terhadap sebuah UU.
Terhambatnya dana aspirasi dan revisi UU KPK rupanya membuat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kesal. Fahri yang selama beberapa bulan terakhir tampak mendukung Jokowi, kini mulai kembali mengkritik keras pemerintah. Bahkan tak hanya pemerintah yang jadi bulan-bulanan Fahri, dia juga mengkritik gaya kepemimpinan KPK sekarang.
Apa saja kekesalan Fahri Hamzah kepada Jokowi dan KPK? Berikut dihimpun merdeka.com, Sabtu (27/6):
-
Kenapa Hanan diperiksa KPK? Dirinya pun dicecar penemuan sejumlah uang pada saat penyidik KPK menggeledah rumah CEO PT Mulia Knitting Factory itu. "Pada saksi, tim Penyidik mengkonfirmasi antara lain kaitan temuan sejumlah uang saat dilakukan penggeledahan di rumah kediamannya," kata Ali kepada wartawan, Selasa (26/3).
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
DPR hanya mau dengar suara rakyat
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah cemas nasib Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan(UP2DP) atau dana aspirasi akan sama nasibnya dengan revisi UU KPK yang ditolak Presiden Jokowi. Padahal, kata dia, usulan program itu sangat penting untuk meneruskan program pemerintah khususnya menjawab kebutuhan rakyat di dapil masing-masing.
"DPR maksudnya baik pengen dengar rakyat, di mana ada jembatan rusak, jalan rusak, rumah sakit roboh, dan sebagainya. Rakyat bilang, pak tolong kami, jalan kami putus tak ada yang sambung. Masak kami tidak boleh dengar suara rakyat seperti itu lalu disalurkan dengan mekanisme langsung kepada pemerintah. Masak enggak boleh? Salah di mana?" ungkap Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).
Lanjut dia, jika nasib dana aspirasi sama dengan revisi UU KPK, DPR mau tak mau harus mengatakan kepada rakyat jika mereka tak mampu apa-apa untuk meluluskan permohonan rakyat.
"Yang penting kami punya surat selembar dan kami bilang, kami sudah mengusulkan tapi ditolak ya sudah selesai. Kami tugasnya untuk dengar dan salurkan, kalau permohonan ditolak ya selesai," lanjut dia.
Lebih lanjut, dia memaparkan, pentingnya dana aspirasi ini adalah agar anggota dewan bisa menjawab kebutuhan rakyat selama masa reses. Di situ, kata dia, DPR tidak memegang uangnya namun membuat program pembangunan.
"Masak kita tidak mau dengar rakyat saat reses. Kalau gitu ya reses enggak perlu. Soal mekanisme APBN itu pemerintah. DPR tidak pegang uangnya," terang dia.
Siapa kamu, kamu bukan raja bos
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang menunjuk Menkum HAM Yasonna Laoly untuk mengirim surat penolakan revisi UU KPK ke DPR. Menurut dia, penunjukan seperti itu menunjukkan sikap ketidak terbukaan Presiden Jokowi di hadapan publik.
"Seharusnya ada jubir. Ini hanya sepotong-sepotong. Ini ngomong setengah-setengah. Tidak ada konsep. Kalau tidak setuju dia (Presiden Jokowi) kirim menteri. Ini apa? Ini bukan kerajaan, puaskan hati publik. Ngomong yang sebenarnya," kritik politisi PKS ini di Gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).
Terkait itu, Fahri membandingkan sikap presiden dengan DPR yang selalu terbuka di hadapan wartawan. Kata dia, apa yang dilakukan presiden dengan menunjuk Menteri Yasonna ibarat zaman kerajaan di mana seorang raja punya wewenang dan kuasa yang tak terbantahkan.
"Kami saja selalu terbuka setiap kali wartawan mengepung kami dan kami tidak sembunyi. Ini apa, dia (Menteri Yasonna) datang dari dapur bilang presiden belum berkenan. Siapa kamu (Presiden Jokowi), kamu bukan raja, bos," ujar Fahri terlihat kesal di wajahnya.
Untuk itu, tambah dia, perlu ada keterbukaan Presiden Jokowi dalam pembatalan revisi UU KPK ini. Tegas dia, sebagai orang yang dipilih secara demokratis, presiden harus memberi pengertian kepada rakyat terkait penolakan ini.
"Kamu (Presiden Jokowi) harus cerita apa yang terjadi. Anda dipilih secara demokratis. Anda jangan minta untuk dimengerti tapi anda memberikan pengertian. Jadi, republik ini buntu nanti karena komunikasi tak tersalur," tutup Fahri.
Nyali aja enggak punya, enggak tahu caranya
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengkritik keras sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjuk Menkum HAM Yasonna Laoly untuk mengirim surat penolakan revisi Undang Undang KPK. Hal itu menurutnya akibat ada tekanan dari partai politik pendukung pemerintah.
"Presiden juga ngomong begitu (revisi UU KPK), JK (Jusuf Kalla) juga omong begitu, DPR, DPD, MK, semua omong begitu. Namun tiba-tiba ditekan lagi sama partai politik," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).
Menurutnya, sikap Jokowi tersebut menunjukkan ketidaktegasannya. Penolakan terhadap revisi Undang Undang KPK dinilai sebagai pencitraan pemerintah.
"Sama juga Jokowi takut, dibikin takut sama orang yang tidak jelas. Tidak mau menyelesaikan masalah nasional, lebih pencitraan dari pada menyelesaikan masalah nasional. Ini bulan puasa, kembali pada jati diri. Ngomong apa adanya, jangan di belakang, enggak bagus. Cuma mau dipuji-puji aja. Tidak bisa selesaikan masalah," terang dia.
Selain itu, menurut dia Jokowi tak mempunyai strategi ampuh untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia.
"Nanti orang (DPR) dituduh tidak pro-pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi itu mudah, suruh saya jadi Presiden dan berantas korupsi, itu gampang kok. Nyali aja enggak punya, enggak tahu caranya," pungkas dia.
Di masa puasa, watak pengecut diakhiri
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkap jika revisi UU KPK juga termasuk keinginan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Padahal di berbagai kesempatan, Indriyanto menilai UU KPK saat ini masih baik dan belum layak untuk direvisi.
Fahri bahkan mengatakan jika Indriyanto pernah menyatakan bahwa UU KPK sekarang seperti zaman jahiliyah. Termasuk, kata dia, keinginan revisi UU KPK dinyatakan oleh Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki.
"Keinginan revisi UU KPK datang dari semua pihak bahkan termasuk yudikatif, legislatif dan eksekutif. Bahkan pimpinan KPK Lebih baik saya ungkap ya, Indriyanto Seno Adji bilang, ini UU jahiliah. Ruki bilang KPK enggak bisa begini lagi, harus berubah. Harus diawasi," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).
Lanjut dia, tak dapat disangkal jika UU KPK memberi peluang bagi orang di dalamnya berlaku sewenang-wenang dalam penyidikan selama ini. Tegas dia, dalam mengungkapkan kasus korupsi ada temuan jika para penyidik menyelewengkan pasal UU KPK.
"Tidak menyangka pasal-pasal dalam UU ini diselewengkan oleh KPK secara masif. KPK kalah di praperadilan berkali-kali. Ada temuan yang harus diungkapkan ya, banyak kasus masa lalu dalam modus operandinya sama yang kalah di praperadilan. Jadi penyidik KPK itu, begitu dia baca UU KPK ini dia boleh seenaknya. Tujuan menghalalkan segala cara," papar politisi PKS ini.
Terkait itu, Fahri mengkritik Taufiqurrahman Ruki dan Indriyanto Seno Adji. Kata dia, keduanya harus berterus terang kepada publik tentang kelemahan KPK dan tidak bermuka dua.
"Seperti Seno Adji dan Ruki, di kamar rapat omong lain, di publik omong lain. Ini kan hanya tidak berani hadapi publik saja. Di masa puasa ini, sudahlah, watak pengecut, lain depan, lain belakang ini diakhiri. Bicara kepada rakyat jika banyak masalah di KPK," kritik Fahri.
Tak berhenti di situ, Fahri kembali mengingatkan keduanya agar berani membuka kelemahan KPK selama ini. Kata dia, 13 tahun UU KPK berjalan hanya mempertontonkan perebutan kuasa para penyidiknya.
"Bagaimana KPK ini, sudah 13 tahun Undang-undangnya berjalan, semua pimpinan KPK jadi masalah, semua pimpinan berebut, bukannya bersinergi seperti maunya UU. Berkelahi seolah-olah menarik untuk ditonton rakyat. Orang-orang ini ga punya nyali, penakut aja," tutup Fahri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji menyatakan pihaknya menolak revisi UU KPK tersebut. Dia menegaskan, lembaga antirasuah tidak akan mengusulkan draf revisi UU KPK ke DPR.
"Ini kan semua inisiatif DPR jadi DPR yang sebaiknya siapkan NA (Naskah Akademik) dan RUU tersebut," kata Indriyanto saat dikonfirmasi merdeka.com melalui pesan singkat, Jakarta, Kamis (25/6).
Indriyanto menjelaskan, alasan kenapa pihaknya tidak akan membuat draf revisi. Menurut dia, KPK tetap sejalan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menganggap UU KPK belum layak untuk direvisi.
"Bagi KPK, kami memiliki kesamaan pandangan dengan Presiden yang belum anggap urgen revisi tersebut selama tidak ada revisi harmonisasi dengan UU terkait seperti KUHAP, KUHP, Tipikor, KKN demikian," tegas Indriyanto.
Dipertegas kembali, apakah KPK tidak akan menyusun draf revisi seperti yang disampaikan Ruki, Indriyanto mempertegas jawabannya. Menurut dia, kalau pihaknya tidak akan memberikan usulan terkait revisi UU KPK tersebut.
"Itu sudah jelas jawaban saya," tandasnya.