Kemenag Sosialisasi Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Berbasis Pesantren
Mastuki melanjutkan bahwa sebagai standar, halal lebih dari sekadar mutu.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mensosialisasikan Jaminan Produk Halal (JPH) kepada pelaku usaha berbasis pesantren. Sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN).
Sosialisasi digelar secara virtual dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang dan diikuti ratusan pelaku usaha dan perwakilan pondok pesantren dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPJPH Mastuki menekankan pentingnya standar halal dan pelaksanaan sertifikasi halal bagi para pelaku usaha.
-
Sertifikat halal itu apa sih? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Apa saja manfaat sertifikat halal? Sertifikat halal memiliki beberapa fungsi penting, terutama dalam konteks konsumen Muslim dan industri makanan serta produk lainnya.
-
Gimana cara mendapatkan sertifikat halal? Secara umum, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk memperoleh sertifikasi halal, yaitu, self declare dan metode reguler.
-
Siapa yang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Bagaimana cara mendaftarkan sertifikat halal? Setelah beberapa syarat di atas lengkap, berikut langkah atau cara daftar sertifikat halal: 1. Langkah pertama, ajukan permohonan sertifikat secara daring di laman ptsp.halal.go.id.
-
Siapa yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat ini memberikan jaminan bahwa suatu produk telah memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh otoritas terkait, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Bagi umat Muslim, halal merupakan bagian dari perintah agama, sehingga melaksanakannya adalah kewajiban yang bernilai ibadah. Namun produk halal juga baik untuk dikonsumsi oleh seluruh umat manusia. Di dalam Surat Al Baqarah Ayat 168, seruan untuk mengonsumsi yang halal ditujukan kepada seluruh umat manusia," kata Mastuki dikutip dalam keterangan pers, Selasa (10/8).
Mastuki melanjutkan bahwa sebagai standar, halal lebih dari sekadar mutu. Sehingga tak heran jika masyarakat non-muslim di berbagai negara pun memahami bahwa produk halal merupakan jaminan mutu. Berbeda dengan sistem mutu lain, dalam menentukan status kehalalan ini, standar halal tidak mengenal istilah ambang batas.
"Pada konsep halal tidak dibolehkan masuknya bahan haram pada level berapapun. Pilihannya hanyalah halal atau haram. Innal halaala bayyinun wa innal haraama bayyinun, jadi yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas," terang Mastuki.
Dengan bersertifikasi halal kata dia pelaku usaha akan memiliki sertifikat halal sebagai pengakuan kehalalan produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. Dengan begitu, sertifikat halal merupakan bagian dari tanggung jawab pelaku usaha dalam mewujudkan pelayanan terbaiknya kepada konsumen.
"Sertifikat halal adalah tool atau alat bagi pelaku usaha dalam memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen dengan memproduksi dan menyediakan produk yang halal dan thayyib, yang berkualitas premium, yang aman, sehat, bergizi, dan baik untuk dikonsumsi. Sertifikat halal juga merupakan alat atas jaminan dan kepastian kehalalan produk bagi konsumen," bebernya.
Kemudian dia juga mengatakan sertifikasi halal berada di posisi strategis antara halal value chain dan market global. Sehingga upaya memperkuat ekosistem halal nasional tak bisa terlepas dari sertifikasi halal. Bahkan pelaksanaan sertifikasi halal perlu diakselerasi melalui sinergitas semua pemangku kepentingan.
"Kriteria penetapan halal yang berlaku di Indonesia, melanjutkan apa yang sebelumnya telah dilaksanakan melalui MUI, kita sebut sebagai madzhab halal Indonesia. Yaitu gabungan antara madzhab ilmu pengetahuan atau sains dengan madzhab fiqh," ungkapnya.
Dia menjelaskan cakupan sains meliputi semua aspek terkait pemeriksaan dan/atau pengujian produk yang dilaksanakan oleh auditor halal pada Lembaga Pemeriksa Halal. Sedangkan fiqih berkaitan dengan penetapan fatwa kehalalan produk yang menjadi otoritas ulama dan dilaksanakan oleh MUI.
"Ini adalah implementasi dari integrasi agama dan sains yang sangat menarik dan kita laksanakan secara interdependensi satu sama lain," ungkapnya.
Prosedur Pengajuan Sertifikasi Halal
Melalui sosialisasi tersebut, pelaku usaha juga memperoleh penjelasan teknis terkait mekanisme pengajuan sertifikasi halal di BPJPH. Analis Kebijakan pada Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Nurgina Arsyad, menjelaskan rangkaian prosedur pengajuan sertifikasi halal ini. Secara garis besar kata dia prosedur pengajuan sertifikasi halal dilakukan melalui beberapa langkah.
"Pertama, pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH. Kedua, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan yang dipersyaratkan. Ketiga, pelaku usaha memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan kemudian BPJPH menetapkan LPH jika persyaratan permohonan dinyatakan lengkap," kata Nurgina.
Selanjutnya, LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Setelah itu MUI menerbitkan penetapan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa Halal. BPJPH lalu melakukan validasi data untuk kemudian menerbitkan sertifikat halal.
Adapun dokumen persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha untuk pengajuan sertifikasi halal, antara lain surat permohonan, formulir pendaftaran yang memuat data pelaku usaha dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan identitas penyelia halal, nama produk dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dokumen pengolahan produk dan sistem jaminan produk halal. Pengajuan sertifikasi halal, lanjut Nurgina, dapat dilakukan secara elektronik menggunakan Sistem Informasi Halal atau disebut SIHALAL melalui laman https://ptsp.halal.go.id.
"BPJPH mengembangkan sistem informasi dalam melaksanakan layanan sertifikasi halal dengan tujuan untuk memudahkan pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal dan memungkinkan mereka untuk bisa memonitor bagaimana proses layanan sertifkasi halal berjalan sehingga pelaku usaha tahu sejauh mana proses yang ditempuh," kata Nurgina.
Pengembangan SIHALAL juga akan dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan pihak terkait agar proses sertifikasi halal dapat semakin efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 148 PP 39/2021, bahwa sistem layanan penyelenggaraan JPH menggunakan layanan berbasis elektronik yang terintegrasi. Juga berdasarkan PP 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Untuk dapat melakukan pengajuan sertifikat halal di aplikasi SIHALAL, lanjut Nurgina, pelaku usaha harus melakukan sejumlah hal. Pertama, pelaku usaha membuat akun pada SIHALAL. Kedua, pelaku usaha melakukan update profil pelaku usaha, memastikan data asal dari luar negeri atau dalam negeri dan sebagainya.
Ketiga, melakukan update data lengkap yang meliputi data penanggung jawab, aspek legal, pabrik, outlet, dan penyelia halal. Keempat, melakukan pengajuan permohonan sertifikat halal dengan mengambil data pelaku usaha, nama produk, dan mengupload dokumen persyaratan. Adapun contoh surat permohonan, formulir dan panduan selengkapnya dapat diunduh di website www.halal.go.id/infopenting.
"Semua dokumen yang dikirim akan diperiksa kelengkapannya oleh BPJPH. Jika tidak lengkap, kami akan mengembalikan dokumen dan meminta pelaku usaha untuk melengkapi kekurangannya sesuai catatan kami. Jika dokumen lengkap, maka BPJPH memberikan surat tanda terima dokumen atau STTD. Setelah memperoleh STTD maka proses dilanjutkan ke LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengajuan kehalalan produk." terang Nurgina.
Baca juga:
MUI Dorong UMK Mengurus Sertifikasi Halal untuk Melindungi Produk
Biaya Sertifikasi Jadi Sebab Nomor Izin Edar Produk Pangan UKM Masih Rendah
Ma'ruf Amin Dorong Pelaku UMK Urus Sertifikasi Halal
Bos BI Sebut Indonesia Harus Mempercepat Sertifikasi Produk Halal
Makanan Tanpa Izin BPOM dan Label Halal MUI Beredar di Karawang
Sertifikasi Halal MUI Berlaku Menjadi Empat Tahun