Kenali, Ini Ciri-Ciri Pelat Palsu DPR Serta Ancaman Hukuman Penjaranya
Belakangan didapati mobil mewah memakai pelat palsu DPR
Belakangan didapati mobil mewah memakai pelat palsu DPR
Kenali, Ini Ciri-Ciri Pelat Palsu DPR Serta Ancaman Hukuman Penjaranya
Baru baru ini ramai ditemukan mobil menggunakan pelat palsu DPR RI.
Peristiwa pertama ditemukan pelat dinas DPR yang terpasang pada mobil Toyota Alphard, tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya, Brigadir Ridhal Ali Tomi (Brigadir RAT).
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Nazarudin Dek memastikan pelat dinas yang terpasang pada mobil Toyota Alphard toyota Alphard itu dalah palsu.
"Itu bukan mobil DPR, itu mereka menggunakan pelat palsu. Di DPR tidak ada nomor seperti itu," kata Nazarudin.
Toyota Alphard berwarna hitam yang dikemudikan Brigadir RAT itu menggunakan angka 25. Sementara angka belakang pelat yang tercantum yakni angka romawi XIII.
Angka romawi XIII diperuntukan untuk pimpinan Baleg. Namun angka di depannya hanya ada 5 angka, yakni 6, 7, 8, 9, dan 10. Sesuai dengan jumlah pimpinan Baleg.
Sehingga, dugaan itu pelat palsu itu semakin kuat lantaran tertulis 25 yang mana tidak ada nomor dinas tersebut yang terdaftar.
"Di DPR adanya nomor anggota dan pimpinan. Nah nomor 25 itu tidak ada pimpinan sampai 25 orang," ungkap Nazaruddin.
Terbaru, Nazarudin menemukan mobil yang memakai pelat palsu DPR di jalan tol. MKD meminta Polri menangkap dan mempidanakan pelaku.
"Setelah temuan penggunaan pelat DPR palsu di mobil alphard tempat polisi bunuh diri beberapa waktu lalu, hari ini kani mendapati lagi penggunaan pelat nomor DPR palsu," kata Nazarudin.
Dek Gam mengungkapkan, mobil yang ia lihat dekat exit tol alam sutera itu adalah Mobil Mercedes G Class dengan nopol DPR 19-III. Seharusnya, jika pelat asli tidak tertera angka 19.
"Angka III di belakang adalah kode untuk pimpinan Komisi III, tetapi nomor 19 di bagian depan bukanlah nomor pimpinan," ungkapnya
Atas hal itu, Dek Gam meminta Polri untuk menangkap dan pidanakan pemakai dan pengguna Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau pelat nomor DPR palsu.
"Pemalsuan pelat nomor adalah tindak pidana sebagimana diatur Pasal 263 KUHP yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara," pungkasnya.
Hukuman pemalsuan pelat nomor telah tertera pada Pasal 263 KUHP, berikut bunyinya:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Peraturan mengenai pemalsuan pelat nomor dan juga STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) tidak hanya diatur oleh Pasal 263 KUHP di atas saja, namun juga tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Siapapun yang ketahuan atau terindikasi melakukan pemalsuan (pelat nomer dan Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK) maka akan ditilang serta akan langsung diproses sesuai ketentuan hukum dan sanksi pidana yang berlaku seperti dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berikut ini:
Pasal 280: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaiman dimaksud dalam Pasal 68 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Pasal 287 ayat 1: melanggar larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Pasal 288 Ayat 1: melanggar tidak dilengkapi dengan STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.