Kepala BNN ingin peradilan pelaku narkoba disamakan dengan koruptor
Budi Waseso juga mendesak revisi UU Narkoba segera disahkan, supaya pelaku langsung dihukum.
Setelah mewacanakan membangun lembaga pemasyarakatan dikelilingi buaya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Budi Waseso, kembali menggulirkan ide supaya pelaku narkoba diadili dalam peradilan khusus. Budi menginginkan pengadilan pelaku narkoba disamakan koruptor.
Hal itu disampaikan Budi dalam dialog interaktif dengan ribuan mahasiswa dan pelajar di kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, Selasa (29/3). Budi menilai peradilan umum saat ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Bahkan menurut dia, meski sudah divonis mati, terpidana kasus narkoba belum juga dieksekusi karena lamanya proses hukum dijalani.
"Kita ingin punya peradilan sendiri seperti korupsi, KPK. Pelaku narkoba disidang, diadili di situ. Hakim bertanggung jawab," kata Budi.
Dikatakan Budi, peradilan khusus itu bisa terwujud jika revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berhasil. Dengan demikian, tidak ada lagi proses hukum yang lama dan menguntungkan pelaku.
"Saya masih kumpulkan pakar hukum soal ini. Saya berjuang biar undang-undang itu direvisi," ujar Budi.
Budi melanjutkan, revisi beleid narkotika dibutuhkan buat menguatkan vonis mati bagi pengguna, pengedar, dan bandar. Sebab, selama ini hukuman bagi pelaku kasus narkoba di Indonesia sangat lunak, berbeda dengan di Malaysia dan Singapura.
"Kalau di negara tetangga itu jelas hukumannya, mati dan gantung. Kalau di kita, bandar yang sudah divonis mati saja belum juga dieksekusi sampai sekarang. Tiga kali divonis mati, tapi tidak mati-mati juga," ucap Budi.
Budi menambahkan, jika hakim peradilan khusus sudah menjatuhkan vonis, tim eksekutor langsung melaksanakan tugasnya. Bagi terdakwa dijatuhi hukuman mati tidak perlu menunggu waktu lama buat dieksekusi.
"Bila perlu saat itu juga, di hari itu juga. Jangan ada lagi proses hukum, banding, atau semacamnya. Itu bikin eksekusi batal terus," tutup Budi.