Ketua AMSI sebut RUU KUHP akan melumpuhkan UU Pers
Menekan penyebaran berita hoaks juga bisa dilakukan dengan pendekatan teknologi. Platform digital atau perusahaan media sosial seperti Facebook bisa menekan jumlah jangkauan sebaran satu unggahan di setiap akun.
DPR RI saat ini sedang merancang RUU KUHP di mana beberapa pasal di dalamnya dinilai dapat membungkam pers jika nantinya disahkan. Perihal ini menjadi tema diskusi LBH Pers bersama AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia), AJI Jakarta, AJI Indonesia, Remotivi, dan MAPPI di Kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (13/2) sore.
Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut menyampaikan jika RUU KUHP ini disahkan maka dapat melumpuhkan UU Pers. "RUU ini membuat UU Pers menjadi lumpuh dan UU ini mecampur baur antara konten yang diproduksi media dan informasi yang diperoleh publik dari perusahaan teknologi," jelasnya.
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
-
Kapan HUT Kodam Jaya diperingati? Setiap tanggal 24 Desember diperingati HUT Kodam Jaya.
-
Kapan Rujak U Groh biasanya disantap? Rujak U Groh menjadi kudapan manis pengisi energi, setelah seharian berpuasa.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kapan patung kepala ular raksasa itu ditemukan? 'Kepala' ular raksasa warna-warni muncul dari bawah gedung fakultas hukum di salah satu universitas di Mexico City, Meksiko, setelah gempa mengguncang wilayah tersebut tahun lalu.
-
Kapan Kirab Kebo Bule di Surakarta diadakan? Surakarta memiliki tradisi pada perayaan malam 1 Suro atau bisa disebut malam tahun baru Hijriah.
Produk jurnalistik yang diterbitkan perusahaan media telah jelas diatur dalam UU Pers dan setiap produk jurnalistik mengacu pada UU tersebut. Sementara produksi informasi oleh media sosial selama ini diatur melalui UU ITE. RUU KUHP, lanjutnya, jangan sampai membatasi kerja pers yang telah diatur dalam UU Pers.
Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan suatu media, UU Pers juga mengatur dimana dapat diselesaikan melalui Dewan Pers. "Kalau ada sengketa, dia berhak ngadu ke Dewan Pers. Kalau pers salah, persnya minta maaf dan persnya meralat," ujarnya.
"Banyak pengaduan di Dewan Pers dan berjalan baik. Dewan Pers ini sangat ampuh atau cukup ampuh untuk mengatasi sengketa pers. Jangan dibawa ke pidana lagi oleh UU (KUHP) ini. Jangan diseret ke pengadilan lagi," jelasnya.
Selama ini ia mengakui media sosial kerap digunakan untuk tujuan yang salah seperti menyebarkan konten hoaks. Hal ini menurutnya karena pengguna media sosial tak sepenuhnya mengetahui bahayanya menyebarkan hoaks. Karena itulah mereka ini perlu diberikan pencerahan bagaimana menggunakan media sosial dengan baik.
Berita hoaks juga selama ini banyak disebar melalui media sosial yang telah diatur dengan UU ITE. Dan di satu sisi, literasi media sosial yang dilakukan pemerintah lemah.
"Perlu ada literasi publik untuk menggunakan barang ini secara benar. Tugas pemerintah, banyak orang, perusahaan teknologi itu untuk memberikan ketentuan kalau Anda pakai media sosial itu apa sih yang boleh dan enggak boleh," jelas Wens.
Menekan penyebaran berita hoaks juga bisa dilakukan dengan pendekatan teknologi. Platform digital atau perusahaan media sosial seperti Facebook bisa menekan jumlah jangkauan sebaran satu unggahan di setiap akun.
"Hoaks itu menjadi viral karena di-share. Facebook atau media sosial bisa mengatur reach-nya. Kalau barang itu barang hoaks tekan reach-nya dong," kata Wens.
Karena, lanjutnya, perusahaan platform digital atau media sosial memiliki sistem untuk mengatur jangkauan sebaran ini. Ia pun menyarankan agar pemerintah duduk bersama dengan perusahaan teknologi digital untuk membahas hal ini.
"Intinya pemerintah perlu duduk dengan perusahaan teknologi ini untuk membahas solusi lain. Jangan pakai pidana melulu," tutup Wens.
Baca juga:
Tolak RKUHP, sejumlah waria ikut demo di depan Gedung DPR
PPP ingin hukuman bagi penghina presiden di bawah lima tahun
Tim perumus tegaskan pasal penghinaan presiden di RKUHP beda dengan yang dulu
Anggota Panja RKUHP sebut pasal penghinaan presiden tidak berasas diktator
Fahri sebut jika Pasal Penghinaan Presiden hidup, Jokowi seperti penjajah