Kisah Dewanti, gadis manis asal Bandung urus nenek & bapaknya
Gadis cantik ini tidur beralaskan kasur tipis di kamar berukuran 1,5x1 meter itu. Kondisinya jauh dari layak.
Dewanti Rustini Putri selama ini hidup di gubug sederhana. Tak ada pemandangan barang mewah sedikit pun di rumahnya. Hiburan satu-satunya hanyalah radio butut. Suaranya pun kadang nyaring kadang tidak.
Maklum rumahnya yang berada di Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, jauh dari hingar bingar kemewahan dan kemegahan kota. Lokasinya berada di kaki bukit Gunung Tilu.
Pantauan merdeka.com, Jumat (20/3) siang, rumahnya hanya disekat bilik reot. Gubuk tua tersebut sudah berdiri sejak tahun 1973 silam. Neneknya tinggal di kamar belakang. Sedangkan kamar Wanti bersebelahan dengan dapur. Wanti bisa tidur pulas di kasur palembang tipis di kamar berukuran 1,5x1 meter itu. Kondisinya jauh dari kata layak.
Beberapa bagian di rumah itu juga bolong. Bilik yang sudah rapuh dan bolong ditutupi oleh koran. Sementara kamar Bapak Wanti, Iwan juga tak jauh berbeda. Atap langit-langitnya berlubang.
"Kalau hujan ya bocor," terang nenek Wanti, Omih (85).
Meski demikian, Dewanti, neneknya dan bapaknya tetap bersyukur. Kisah hidup Dewanti pun sangat pilu. Berikut kisahnya:
-
Apa yang bisa dinikmati di Bandung? Bandung menawarkan banyak sekali pilihan untuk menjelajahi dan menikmati keajaiban alam bebas. Wisata Bandung ini bisa jadi destinasi liburan.
-
Apa saja makanan khas Bandung yang termasuk dalam daftar kuliner terbaik versi Taste Atlas? Beberapa yang masuk di antaranya batagor, mi koclok, kupat tahu, dan soto Bandung.
-
Siapa yang kuliah di Bandung? Baik Kika maupun Jema tengah menjalani studi di Bandung, Jawa Barat.
-
Apa yang menjadi keunikan dari Kampung Cikentit di Bandung Barat? Ada hal unik yang bisa dijumpai di Kampung Cikentit, Desa Saguling, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Di perkampungan terpencil ini, terdapat tukang cukur tradisional yang buka praktik di depan rumah.
-
Kapan KEK Singhasari diresmikan? KEK Singhasari berlokasi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak 27 September 2019.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
Gadis manis di Bandung ini, hidupi nenek & ayahnya dengan kasidahan
Bakat menyanyi kasidah yang dimiliki Wanti membawa berkah untuk keluarga kecilnya. Meski bukan penghasilan tetap, tapi sesekali dia bisa meringankan beban hidup orang tuanya.
Tak jarang bersama grup kasidahnya, Wanti tampil dari masjid ke masjid. "Ya lumayan suka tampil-tampil, kadang suka ada untuk jajan, kalau lebaran ada THR," papar Wanti kepada merdeka.com, Jumat (20/3) kemarin.
Tidak ada keluh di wajahnya. Dia menjalani hidup dengan penuh semangat. Jika kebanyakan seusianya harus menghabiskan waktu untuk bermain, tapi Wanti sadar, beban di rumahnya juga cukup berat. Waktu harus dia bagi.
"Ya harus mencuci baju, terus bantu nenek kalau misalkan ingin ke air atau makan," kisahnya. Semua itu dimaksudkan agar neneknya bisa tetap sehat dengan segala keterbatasannya. "Yang penting nenek dan bapak sehat dulu."
Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Wanti pun berpamitan kepada merdeka.com untuk latihan kasidahan.
"Biasanya sampai pukul 16.30 saya latihan nyanyi kasidahan," imbuhnya yang bermimpi untuk menjadi penyanyi kasidah.
Usai pulang latihan, barulah Wanti menyempatkan bermain dengan temannya. "Pulangnya suka ikut nonton televisi di rumah temen. Karena di rumah enggak ada kan, cuma ada radio," paparnya.
Sebelum berangkat berlatih Wanti memijat tangan neneknya dan sungkem kepada bapaknya.
Rawat bapak dan nenek serba kekurangan, gadis manis ini tetap tegar
Di usianya yang masih belia Dewanti Rustini Putri harus memikul beban berat dalam hidupnya. Gadis kelahiran 13 Juli 2001 itu harus membantu neneknya Omih (85), yang terbaring lemas di kasur dan bapaknya yang kondisinya suka melemah saat bekerja, Iwan Riswanto (42).
Tapi Dewanti tetap kuat melalui hari-harinya. Selain tanggung jawab utama sebagai anak sekolah, gadis akrab disapa Wanti itu juga harus membantu orang se-isi rumahnya. Paling tidak, dia tidak mau merepotkan orangtuanya.
Tidak terlihat keluh di wajahnya yang manis itu. Bahkan dia tetap bersemangat di hadapan ayah dan nenek kesayangannya tersebut. "Saya enggak malu hidup kaya gini," terang Wanti dengan senyum kepada merdeka.com.
Wanti hidup di rumah kecilnya Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jumat (20/3). Kondisi rumahnya jauh dari kata mewah. Bahan dasar bangunannya terbuat dari gubug. Terlihat atap langit-langitnya terdapat cela. Sekat antar ruangan hanya dihalangi poster dan spanduk di jalanan. Radio dengan suara rombeng membuat hangat isi rumahnya.
"Kalau saya yang penting bapak dan nenek sehat, enggak apa-apa kondisinya kaya gini juga," kisahnya.
Wanti ingin ubah nasib kelurganya lewat kasidahan
Saban harinya Wanti bangun tidur pukul 05.00 WIB. Dia kemudian mempersiapkan keperluan sehari-hari untuk dirinya sekolah dan sarapan neneknya. Pukul 06.00 WIB Wanti berangkat sekolah dengan berjalan kaki yang ada di kaki bukit Gunung Tilu tersebut.
Pulang sekolah Wanti menyibukkan diri dengan latihan kasidahan. Ya, Wanti memang menyukai musik nuansa islami. Bahkan mimpi terbesarnya bisa tampil di pentas nasional untuk berkasidahan.
Dari situ juga Wanti tak kadang mendapatkan rupiah. Meski tidak seberapa, tapi itu bisa meringankan beban orangtuanya. "Ya kadang-kadang dapat. Kan suka tampil di masjid-masjid," paparnya.
Wanti merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Dia kini tinggal dengan ayah dan neneknya karena, ayahnya sudah berpisah sejak tiga tahun lalu. Dia kerap berdoa agar suatu hari kehidupannya bisa berubah ke arah yang lebih baik.
Makan nasi dicampur garam, Dewanti berharap bisa kuliah
Hidupnya jauh dari bergelimang harta. Memikirkan bagaimana untuk bisa makan hari ini saja sudah bersyukur. Itulah sedikit dari potret keluarga Dewanti Rustini Putri (13). Dia adalah gadis Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang merawat nenek dan bapaknya yang sakit.
Bapak Dewanti, yakni Iwan Riswanto (42) tidak bisa bekerja keras lantaran kondisinya sering sakit-sakitan. Iwan hanya diam di rumah dengan pekerjaan ringan.
Adapun neneknya Omih (85) hanya bisa terduduk lemah karena sudah tidak bisa berjalan. Keterbatasan itulah yang membuat Dewanti harus hidup pas-pasan.
"Makan kadang pakai nasi, diperulikin (ditaburi) garam dan kerupuk saja," tutur Wanti sapaan akrabnya saat berkisah kepada merdeka.com, Jumat (20/3).
Baginya, sesuap nasi yang ada harus disyukuri. Tidak semua orang bisa makan seperti dirinya. Memang ada keinginan untuk makan nikmat, layaknya orang kebanyakan lainnya. Tapi di seusianya dia mengesampingkan hidup yang serba enak.
"Tapi kalau disyukuri mah enak-enak saja," kisahnya dengan polos.
Wanti tak ingin kondisi kehidupannya terus seperti ini. Dia ingin mengenyam pendidikan tinggi, bahkan sampai sarjana untuk membantu perekonomian keluarga. "Kalau ada uangnya ya ingin SMA terus kuliah," tutur peraih rangking tiga saat SD ini.
Wanti hidup bersama Iwan dan neneknya, lantaran ayahnya itu berpisah dengan ibunya empat tahun lalu. Wanti diajak ayahnya, adapun kakak dan adiknya ikut bersama kehidupan ibunya.
Makan dengan garam, keluarga Wanti berharap bantuan Bupati
Iwan ayah Dewanti, berharap ada bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki rumahnya itu. Selama ini tidak ada perhatian untuk warga miskin baginya. Pemasukan yang hanya mengandalkan belas kasihan dari kakaknya hanya Rp500 ribu /bulannya.
"Ya cukup apa. Makan saja dipas-pasin. Makan kadang pakai nasi dan garam saja," tutur Iwan.
Wanti yang juga sering mengisi kegiatan kasidahan tidak melulu dapat pundi-pundi rupiah. "Ya intinya harus disyukuri, semoga Pak Bupati mau bantu kami," jelas Wanti tersenyum.