Kisah Soenario dan Sukanto, polisi serba pertama di Indonesia
Soenario adalah salah satu orang Indonesia yang pertama kali diperkenankan mengikuti pendidikan komisaris polisi.
Hari ini, 1 Juli 2013, tepat hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ke-67, biasanya disebut hari Bhayangkara. Artinya, dengan usia 67 tahun, Polri terus menua. Publik tentu berharap prestasi Polri bukan malah menurun, terus bermetamorfosis menjadi lebih baik mengawal republik ini.
Omong-omong soal polisi, ada baiknya kita mengingat kembali tokoh-tokoh polisi pertama di Indonesia. Tentu nama-nama ini hidup pada masa transisi, dari zaman malaise-kolonial Hindia Belanda, pendudukan Jepang, lalu beralih ke Republik Indonesia yang ketika itu masih bayi. Siapa saja mereka?
Marieke Bloembergen, Dosen Sejarah Universitas Amsterdam yang merangkap sebagai peneliti senior di KITLV (Institute Linguistik dan Antropologi Kerajaan Belanda), pernah menyebut beberapa nama polisi pertama dalam bukunya berjudul: Polisi Zaman Hindia Belanda dari Kepedulian dan Ketakutan cetakan PT Kompas Media Nusantara pada 2011 lalu.
Menurut dia, salah satu orang Indonesia yang pertama kali diperkenankan mengikuti pendidikan komisaris polisi adalah Raden Soenario pada April 1928. Tepat tahun itu dia lulus ujian komisaris polisi kelas dua, dan ditempatkan di Weltervreden, daerah tempat tinggal orang-orang Eropa di pinggiran Batavia (Sekarang meliputi seluruh wilayah Jakarta Pusat).
Memang tidak banyak literatur tentang jejak Soenario ini. Namun dalam buku itu, Soenario disebut-sebut merupakan menantu Bupati Bandung, Jawa Barat. Kisahnya ditulis oleh Memet Sastrahadiprawira, Penulis Sunda. Dalam puisinya tahun 1929 berjudul "Penganten Bandoeng". Puisi itu bercerita tentang pernikahan anak bupati dengan Soenario, yang baru setahun diangkat sebagai komisaris polisi.
Menurut Marieke, masa kolonial, menjadi polisi Hindia Belanda merupakan salah satu cara mencari pemasukan tetap. Meski waktu itu, menjadi polisi harus meneken kontrak siap ditugaskan di seluruh wilayah jajahan Belanda. Mereka harus siap tidak bertemu keluarga bertahun-tahun.
Namun demikian, hanya sebagian kecil orang, anak-anak bupati atau mereka yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tingat lanjut di sekolah kepolisian atau lembaga pendidikan calon pegawai negeri pribumi (Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren/OSVIA), yang sejak 1920-an dapat membangun karier di kepolisian. Soenario, merupakan salah satu anak pribumi yang beruntung.
Salah satu teman seangkatanya adalah Raden Soeleiman. Sementara komisaris polisi lainya dari angkatan-angkatan berikutnya ialah Asikin Natanegara, Soedjono, Joesoef, dan Ating Natakusuma. Sedangkan Komisaris polisi didikan Belanda yang paling terkenal adalah Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Soekanto).
Berbeda dengan Soenario, nama Soekanto ini popular. Dialah polisi yang pada 1947 akan menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) pertama kali. Namun sumber lain menyebut Soekanto dilantik oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945 sebagai Kapolri (waktu itu masih bernama Kepala Kepolisian Negara/KKN).
Tidak lama setelah Jepang hengkang dari Indonesia, dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, polisi warisan Belanda dan Jepang tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Artinya, secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Soekanto Tjokrodiatmodjo lahir di Bogor, Jawa Barat, 7 Juni 1908, dan meninggal di Jakarta, 24 Agustus 1993 pada umur 85 tahun. Dia menjabat dari 29 September 1945 hingga 14 Desember 1959. Ia diberhentikan sebagai Kapolri pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno karena menolak penggabungan polisi dan TNI ke dalam ABRI. Nama Soekanto diabadikan sebagai nama rumah sakit polisi di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Beberapa nama polisi pertama lainya, menurut Marieke, adalah Soemarto. Sewaktu zaman pendudukan jepang, dia menjabat sebagai kepala sekolah kepolisian yang dipindah ke Pekalongan. Usai perang dia meneruskan kariernya menjadi ajudan Soekanto.
Namun demikian, dari sejumlah nama itu, ada satu nama komisaris polisi bumiputra lain yang disebut-sebut sebagai polisi pertama pribumi, yakni Raden Mas Soemitro. Sejak 13 Juni 1922 ia ditempatkan sebagai komisaris kelas satu di Bandung. Sama seperti Soenario, jejak Soemitro sebagai polisi masih sedikit.