Koalisi LSM: Situs info menyusui dianggap lebih bahaya dari ISIS
"Ini kan gak jelas, banyak konten-konten yang tidak terbukti mengandung unsur pornografi, ternyata ikut diblokir."
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan hukum mengenai tata cara pemblokiran konten internet yang dinilai negatif, sebagai turunan dari pengaturan 'konten yang dilarang' seperti tertulis dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Meski dimaksudkan untuk mengisi kekosongan hukum, kehadiran Permen Kominfo ini dinilai Aliansi Masyarakat Sipil (ELSAM, ICT Watch, LBH Pers, SAFENET, ICJR, AJI Indonesia, APJII, dan RIDEP Institute) mengandung sejumlah kelemahan mendasar, baik secara formil maupun materiil.
"Pemblokiran terhadap konten internet memang dapat dilakukan oleh negara, sebagai bentuk pembatasan terhadap hak asasi yang memang boleh dibatasu. Hak asasi yang dibatasi dengan adanya Permen ini adalah hak berekspresi dan berinformasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 F, UUD 1945," kata Direktur Eksekutif ICT Watch Donny B Utoyo di Jakarta, Minggu (10/8).
Meski demikian, lanjut Donny, pembatasan harus memenuhi kaidah-kaidah pembatasan, salah satunya adalah keharusan prescribe by law atau diatur dalam undang-undang.
Selain itu, rumusan Permen Kominfo ini juga memiliki implikasi serius terhadap penegakan hak asasi. Salah satunya ialah ketiadaan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan 'konten bermuatan negatif' sehingga pengaturannya dilakukan secara tidak tepat dan serampangan.
"Kita punya beberapa contoh situs yang kena blokir, ini contoh saja, yang sebenarnya banyak. Ada situs tentang info menyusui dalam upaya mendukung pemberian ASI, kena blokir. Tampaknya situs info ibu menyusi lebih berbahaya dibandingkan situs ISIS, karena prosedurnya gak ada," ungkap Donny.
Oleh sebab itu, Aliansi Masyarakat Sipil yang terdiri dari ELSAM, ICT Watch, LBH Pers, SAFENET, ICJR, AJI Indonesia, APJII, dan RIDEP Institute, mempertanyakan pemberlakuan Permen tersebut.
"Ini kan gak jelas, banyak konten-konten yang tidak terbukti mengandung unsur pornografi, ternyata ikut diblokir," imbuh anggota ELSAM, Wahyudi Djafar.