KontraS desak Presiden Jokowi ungkap kasus Munir
Suci melanjutkan, ketidakjelasan keberadaan dokumen Munir adalah bentuk kelalaian serius pemerintahan Jokowi dalam menjamin keamanan dokumen atau arsip penting pemerintah.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Presiden Joko Widodo segera menjelaskan secara terbuka keberadaan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis HAM Munir Said Thalib. Istri Munir, Suciwati bersama KontraS terus mendesak pemerintah mengungkap kasus yang sudah 12 tahun ini masih menyisakan misteri.
"Ini adalah desakan yang kesekian kali. Sebagai warga negara yang taat pada hukum, sebagai keluarga yang dirugikan, dan diabaikan hak keadilannya kami tidak akan berhenti mendesak dan melakukan langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban Presiden," kata Suci di markas KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Kamis (26/4).
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Apa yang dibahas Presiden Jokowi dan Presiden Marcos? Jokowi mengatakan dirinya akan membahas upaya meredakan ketegangan di Laut China Selatan. "Ya salah satunya (membahas Laut China Selatan)," jelas Jokowi sebelum bertolak ke Filipina melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa (9/1/2024).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
Suci melanjutkan, ketidakjelasan keberadaan dokumen Munir adalah bentuk kelalaian serius pemerintahan Jokowi dalam menjamin keamanan dokumen atau arsip penting pemerintah.
"Sikap Bapak Presiden kita yang tidak mengumumkan hasil dokumen tersebut adalah bentuk pembangkangan hukum sekaligus sebagai upaya menghalangi-halangi pemenuhan keadilan," tegasnya.
Dia memaparkan, kewajiban pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tercantum dengan tegas di dalam Penetapan Kesembilan dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 tahun 2004 tentang pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir yang menyebut 'Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat'.
Padahal kata Suci, pada tanggal 12 oktober 2016, Jubir Presiden, Johan Budi menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung mencari keberadaan dokumen laporan TPF Munir. Jokowi juga telah memerintahkan agar dokumen itu ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat novum yang dapat ditindaklanjuti.
"Setelah 7 bulan perintah tersebut, kami dan masyarakat tidak mendapatkan penjelasan keberadaan dokumen. Dalam hal ini wibawa pemerintahan bapak Presiden sangat memalukan, negara yang dilengkapi berbagai perangkat otoritas dibawah pemerintahan Jokowi membiarkan keberadaan dokumen dihilangkan atau tidak diketahui," ujar Suci.
Suci menambahkan, pada 26 Oktober 2016, Mantan Menteri Sekretaris Kabinet atas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengirimkan salinan naskah hasil penyelidikan TPF Munir tersebut ke Istana Negara. Kebenaran penyerahan salinan dokumen tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Johan Budi.
"Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi Presiden untuk mengelak, menunda atau mangkir untuk segera menjelaskan keberadaan dokumen TPF tersebut dan mengumumkan kepada masyarakat. Atau Presiden Jokowi lebih senang saling melempar tanggung jawab dengan mantan Presiden SBY. Sementara pelaku pembunuhan Munir masih bebas menikmati Impunitas dan penegak hukum tidak berdaya," tegas Suci.
Lebih lanjut, kelalaian hilangnya dokumen TPF Munir dan ketidakpatuhan berupa tidak diumumkan hasil penyelidikan Munir kepada publik dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana di atur dalam pasal 52,53,55 UU No 14 tahun 2008 Komisi Informasi Publik.
Yang pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap Badan Publik atau Seseorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana 1 - 2 tahun atau denda sebesar Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 juta.
"Apabila ada unsur unsur kesengajaan menghilangkan, menyembunyikan dokumen TPF Munir oleh otoritas pemerintah maka menempuh langkah pelaporan pidana dan mal administrasi yang sangat mungkin kami lakukan," tandasnya.
Baca juga:
Pollycarpus & Muchdi PR gabung Partai Berkarya, Tommy tak ingin ungkit masa lalu
Aktivis HAM kritik partai Tommy Soeharto tampung eks napi kasus Munir
Wiranto minta rakyat tak terbelenggu pelanggaran HAM masa lalu
KontraS minta pemerintah tak lempar tanggung jawab soal TPF Munir
Soal kasus Munir, Wiranto sebut sulit cari hasil asli TPF zaman SBY
Wiranto soal kasus kematian Munir: Saya ketemu pak Teten dulu
Nada bicara Wiranto meninggi ditanya perkembangan kasus pembunuhan Munir