KPK: Gubernur dan bupati harus jadi agen pengendali gratifikasi
"Tujuan program ini ialah untuk mewujudkan transparansi. Jadi orang dapat sesuatu di luar gajinya harus dilaporkan."
Mencegah adanya permasalahan gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan unit sistem pengendali gratifikasi di setiap wilayah di Indonesia. KPK menyadari tidak mudah mendeteksi adanya gratifikasi dalam pemerintahan selaku penyelenggara negara.
Sehingga lembaga antirasuah ini berharap adanya agen yang diterapkan pada pimpinan daerah gubernur, bupati atau wali kotanya.
"Gubernur, bupati, dan wali kota harus mau menerapkan itu. Jadilah agen-agen pemerintahan di daerahnya yang memang KPK akan bantu untuk melatihnya, kita akan total," kata Fungsional Direktorat Gratifikasi KPK, Asep Rahmat Suanda di Gedung Sate Bandung, Jumat (16/1).
Unit sistem pengendali gratifikasi diharapkan KPK mampu membentuk transparansi. Apalagi pemberian dalam bentuk apapun terhadap penyelenggara negara saat ini disebut gratifikasi.
Dengan adanya unit gratifikasi ini nantinya segala permasalahan, akan ditampung dalam bentuk laporan. Secara rutin Pemda harus melaporkannya kepada KPK.
Terkait bentuk, apa saja, dan besarannya yang dikategorikan gratifikasi, KPK mengaku masih mengkajinya. "Kalau menurut undang-undang gratifikasi itu adalah pemberian. Tapi kan yang sekarang ada ini gratifikasi menurut Undang-undang adalah gratifikasi yang dianggap suap," jelasnya.
Sejauh ini unit pengendali gratifikasi ini sudah dan akan diterapkan di beberapa wilayah Indonesia. "Harapannya seluruh wilayah. Tujuan program ini ialah untuk mewujudkan transparansi. Jadi orang dapat sesuatu di luar gajinya (pejabat dan penyelenggara negara) harus dilaporkan," terangnya.
Untuk di Jawa Barat Unit gratifikasi dibentuk antara petugas KPK dan Pemprov Jabar. Nantinya tim akan mengumpulkan semua permasalahan gratifikasi yang ada di lingkungan dan instansi di Jabar.