KPK: Pengembalian uang suap tak serta merta menghilangkan pidana
Hal ini terkait pengembalian uang yang dilakukan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami lebih lanjut soal pengembalian uang yang dilakukan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Pengembalian uang terkait penerimaan suap Damayanti Wisnu Putranti (DWP) dari proyek jalan Pulau Seram di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pengembalian uang suap tidak bisa menghilangkan pidana yang telah dilakukan begitu saja. Namun hal tersebut perlu diselidiki lebih lanjut.
"Nanti diperiksa (saksi yang mengembalikan uang). Pengembalian uang tidak serta merta menghilangkan pidana," kata Laode kepada merdeka.com, Rabu (23/3).
Saat disinggung pihak mana saja yang telah mengembalikan uang suap, dia tidak tahu secara persis meski dia membenarkan adanya pengembalian uang panas tersebut dari saksi-saksi.
Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan tersangka penerima suap, Damayanti Wisnu Putranti (DWP) mengaku selain dirinya ada pihak yang juga kecipratan uang panas.
"Saat melakukan pemeriksaan DWP juga sudah ungkapkan ada beberapa pihak lain yang terima uang," kata Priharsa di Gedung KPK, Selasa (22/3).
Selain itu, dia juga menyebut ada saksi yang turut diperiksa dalam kasus ini telah mengembalikan uang suap. Meski dia belum mau membuka siapa saksi yang mengembalikan uang.
"Sampai saat ini ada juga saksi yang kembalikan uang, sekitar Rp 250 juta sampai Rp 300 juta," katanya.
Pada kasus ini KPK telah memanggil beberapa orang untuk diperiksa sebagai saksi di antaranya ada anggota komisi V DPR, Fathan, Alamuddin Dimyati Rois, Amran HI Mustary, Budi Supriyanto. KPK juga memanggil beberapa pejabat di Kementerian PUPR seperti Sekjen PUPR.
Kasus ini bermula, pada hari Rabu (13/1) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di berbeda tempat. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan 6 orang. Namun KPK membebaskan 2 orang sopir karena tidak terbukti melakukan unsur pidana, kemudian sisanya resmi ditetapkan tersangka setelah melakukan pemeriksaan hampir 24 jam.
Keempat tersangka adalah Damayanti Wisnu Putranti anggota momisi V DPR Fraksi PDIP, Julia Prasrtyarini atau Uwi dan Dessy A Edwin, dari pihak swasta yang menerima suap sedangkan Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU) sebagai pemberi suap. Selain itu pula KPK mengamankan SGD 99.000 sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, Damayanti, Julia, dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Abdul Khoir dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dalam pengembangan kasus KPK juga menetapkan Budi Supriyanto (BSU) sebagai tersangka, Rabu (2/3), lantaran diduga menerima uang panas proyek jalan tersebut. Penetapan Budi sebagai tersangka dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 29 Februari.
Sama halnya dengan Damayanti, Dessy dan Julia, Budi disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.