KPK sebut ada petunjuk baru pada kasus pajak BCA
Petunjuk baru itu ditemukan dari keterangan para saksi dan penyidik akan menggenjot kasus ini lagi mulai pekan depan.
Proses pengusutan kasus dugaan korupsi pengurusan keberatan pajak Bank Central Asia (BCA) Tbk tahun 1999 pada 2003-2004 menjerat mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menemukan petunjuk baru dari hasil pengumpulan keterangan saksi-saksi.
"Karena kan dalam keterangan tersebut, ada hal baru. Dan itu yang sedang digali," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/10).
Namun, ketika diminta merinci apa maksud petunjuk baru itu, Johan enggan membeberkannya. Dia hanya mengatakan buat mengonfirmasi soal itu, pekan depan penyidik mulai menggenjot kembali proses penyidikan perkara.
"Pekan depan kami akan memanggil kembali saksi-saksi tersebut. Tapi bukan berarti itu mandek," ujar Johan.
Menurut sangkaan KPK, Hadi Poernomo menyalahgunakan wewenangnya saat masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak pada 2003 sampai 2004. Saat itu, Bank Central Asia mengajukan surat keberatan transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Alasan saat itu adalah BCA keberatan dengan nilai pajak harus dibayar karena nilai kredit macet hitungan mereka adalah kurang dari jumlah ditagihkan. Sesuai aturan, Direktur PPH memproses, mengkaji dan mendalami keberatan pajak diajukan BCA itu. Dari pendalaman selama sekitar setahun atau pada 13 Maret 2004, Direktur PPH mengeluarkan hasil risalah beserta kesimpulan, menyatakan keberatan pajak pihak Bank BCA itu ditolak, dan mengharuskan BCA membayar pajak 1999 sampai tenggat waktu 18 Juli 2003.
Anehnya, sehari sebelum batas jatuh tempo pembayaran pajak Bank BCA, Hadi memerintahkan Direktur PPH melalui nota dinas supaya segera mengubah kesimpulan keberatan Bank BCA menjadi 'diterima' seluruhnya. Hadi juga menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atas keberatan NPL Bank BCA pada 12 Juli 2004, sehingga tidak memberikan ruang kepada Direktur PPH memberikan tanggapan. Padahal kesimpulan Hadi dalam keputusannya sangat bertolak belakang dengan hasil penilaian Direktur PPH. KPK memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 375 miliar.
KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.