KPK siap jerat pejabat yang main mata soal kontrak Freeport
Setya Novanto diduga main mata soal kontrak, dengan meminta imbalan tertentu.
Teka-teki penyelenggara negara mencoba mengambil keuntungan dari tarik ulur kontrak PT Freeport Indonesia terjawab. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto, yang kini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Setya diduga main mata soal kontrak, dengan meminta imbalan tertentu.
Bila nantinya memang terbukti, praktik semacam ini memenuhi salah satu unsur di dalam delik tindak pidana korupsi. Jika hal itu benar, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak segan-segan menyeret siapa pun terlibat ke dalam bui.
"Kami siap saja sepanjang memang ada indikasi sangkaan tipikor tersebut," tulis Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, melalui pesan singkat kepada merdeka.com, Senin (16/11).
Hanya saja menurut Indriyanto, hingga saat ini belum ada kesepakatan dengan penyidik apakah tindakan itu sudah memenuhi unsur-unsur dalam undang-undang. Meski demikian, menurut dia bukan tidak mungkin hal itu diusut kalau bukti-bukti sudah ada di tangan penyidik.
Di dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tercantum ancaman tentang penyelenggara negara yang menyelewengkan kewenangan.
Dalam Pasal 2 dinyatakan, delik pidananya adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Ganjarannya jika melanggar adalah hukuman penjara seumur hidup, terendah empat tahun, dan paling lama 20 tahun. Dalam keadaan tertentu, hukuman mati bisa dijatuhkan kepada terdakwa. Hukuman dendanya paling sedikit Rp 200 juta dan tertinggi Rp 1 miliar.
Sementara Pasal 3 menyatakan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Ganjaran jika melanggar Pasal 3 adalah penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama 20 tahun. Sementara pidana dendanya adalah terendah Rp 50 juta dan tertinggi Rp 1 miliar.