KSP Kawal Komitmen Pemerintah Hidupkan Moderasi Beragama
Kantor Staf Presiden (KSP) berkomitmen untuk mengawal komitmen pemerintah untuk terus menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghidupkan toleransi antar umat beragama.
Kantor Staf Presiden (KSP) berkomitmen untuk mengawal komitmen pemerintah untuk terus menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghidupkan toleransi antar umat beragama.
“Terkait moderisasi agama, intoleransi, kebhinekaan, dan penghormatan terhadap HAM, Itu bukan hanya program prioritas nasional, tapi juga bagian dari pengelolaan isu strategis yang menjadi tugas di KSP," kata Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan ini, di Jakarta, Sabtu (10/12).
-
Apa itu SARA? SARA adalah singkatan dari suku, agama, ras, dan antargolongan, yang merujuk pada faktor-faktor identitas yang sering kali menjadi penyebab konflik horizontal dan vertikal dalam masyarakat.
-
Di mana kerangka manusia raksasa ditemukan? Apa yang disebut "Raksasa Julcuy" ditemukan pada awal 2019 oleh ahli geologi Theofilos Toulkeridis dan arkeolog Florencio Delgado di dekat desa Julcuy di Provinsi Manabí, Ekuador.
-
Di mana SARA sering digunakan untuk memecah belah masyarakat? Para pemegang kekuasaan seringkali menggunakan identitas SARA sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
-
Kapan kerangka manusia raksasa ditemukan? Apa yang disebut "Raksasa Julcuy" ditemukan pada awal 2019 oleh ahli geologi Theofilos Toulkeridis dan arkeolog Florencio Delgado di dekat desa Julcuy di Provinsi Manabí, Ekuador.
-
Kenapa SARA sering dianggap sebagai sumber perpecahan dalam masyarakat? SARA dipandang oleh negara sebagai sumber perpecahan dan konflik sosial. Hal ini lantas menjadikan SARA sebagai suatu pengetahuan atau realitas yang ditabukan.
-
Apa kepanjangan dari SARA dalam konteks sosial di Indonesia? Kepanjangan Sara dan Penjelasannya Mengutip Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada oleh Heru Nugroho, kepanjangan SARA merupakan akronim dari Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Jaleswari mengakui, tidak mudah untuk mengimplementasikan komitmen pemerintah dalam menciptakan moderasi beragama bagi masyarakat. Namun, dengan keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam menekan konflik antar umat beragama, bisa menjadi acuan bagi KSP untuk mengurai sumbatan permasalahan intoleransi di lapangan. "Karena sudah tercipta mekanismenya,” bebernya.
Jaleswari mencontohkan, penyelesaian sengketa pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor, yang telah berlangsung selama 15 tahun.
“KSP selama ini terus memberikan pendampingan atas penyelesaian konflik melalui jalur mediasi yang panjang. Ini bisa direplikasi untuk penyelesaian kasus yang sama di daerah lain,” katanya.
Sementara itu, menurut Wali Kota Bogor Bima Arya, selama ini penyelesaian kasus intoleransi agama di daerah seringkali hanya dibebankan kepada pemerintah daerah setempat. Ia menambahkan, pemerintah pusat punya andil dan harus berani mengambil kebijakan yang konkret untuk peduli dalam penyelesaikan konflik.
“Sayangnya pendekatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan selama ini terlalu birokratis dan formal,” ujar Bima Arya.
Bima menjelaskan, penyelesaian masalah HAM yang terkait dengan intoleransi dan diskriminasi terhadap umat-umat minoritas, memerlukan kebijakan yang tegas dan menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir.
“Contohnya dalam penyelesaian GKI Yasmin ini, orang-orang jadi tahu bahwa keberpihakan bukan hanya retorika dan seremoni melainkan kebijakan yang konkret,” ucapnya.
(mdk/rnd)