Kukuhnya Jaksa Agung ogah gabung Densus Antikorupsi bentukan Polri
Jaksa Agung M Prasetyo pun kembali menegaskan penolakannya bergabung satu atap bersama Densus Antikorupsi. Prasetyo beralasan Kejaksaan telah memiliki satuan tugas khusus menangani kasus korupsi.
Pembentukan Densus Antikorupsi terus dipersiapkan oleh Polri. Dari mulai anggaran hingga metode kerja Densus Antikorupsi telah dipersiapkan oleh Polri.
Densus Antikorupsi rencananya dipimpin oleh jenderal bintang dua polisi dan diresmikan pada akhir tahun 2017 ini. Anggarannya, mencapai Rp 2,6 triliun. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, anggaran itu dibagi menjadi 3 bagian yakni belanja pegawai, modal dan barang.
Untuk belanja pegawai, anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar. Tito menginginkan anggota Densus Antikorupsi sama dengan gaji anggota KPK. Kemudian, belanja barang sekitar Rp 359 miliar.
Dalam rapat gabungan Komisi III dengan KPK dan Kejaksaan, kemarin, Tito mengusulkan dua metode kerja Densus Antikorupsi. Opsi pertama, Densus Antikorupsi dibuat satu atap dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan sistem ini, Densus Antikorupsi akan dijalankan oleh 3 lembaga, tidak hanya Polri.
Di bawah kendali 3 lembaga, kata Tito, kepemimpinan Densus Antikorupsi akan dijalankan melalui prinsip kolektif kolegial sehingga sulit diintervensi.
"Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum sehingga kepemimpinannya bukan dari Polri, namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan," kata Tito di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10) kemarin.
Sementara, opsi kedua yakni Densus Antikorupsi tidak perlu satu atap. Namun tetap dipimpin oleh Perwira Tinggi Polri bintang dua seperti Detasemen Khusus 88 Anti-teror.
"Namun di Kejaksaan ada Satgas khusus sehingga bisa koordinasi dalam pemberantasan korupsi. Seperti Densus 88, sudah ada Satgas penuntutan di Kejaksaan tujuannya agar tidak ada bolak balik perkara ketika berkas selesai," katanya.
Jaksa Agung M Prasetyo pun kembali menegaskan penolakannya bergabung satu atap bersama Densus Antikorupsi. Prasetyo beralasan Kejaksaan telah memiliki satuan tugas khusus menangani kasus korupsi.
"Rasanya enggak perlu, sementara saya katakan itu. Yang pasti, kita sudah punya satgasus sendiri dan sudah lama," kata Prasetyo disela rapat gabungan Komisi III dengan Polri, KPK dan Kejaksaan Agung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Prasetyo memastikan proses pelimpahan berkas perkara korupsi dari Polri akan berjalan lama karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bergabung ke Densus Antikorupsi. Menurut dia, wajar jika Polri harus bolak-balik melengkapi berkas perkara jika syarat formil dan materil belum lengkap.
"Sekarang gini, hasil kerja penyidik kan dinilai oleh JPU, jangan khawatir ada kesan bolak-balik. Karena nantinya hasil kerja penyidik itu yang mempertanggungjawabkan JPU," katanya.
Dikembalikannya berkas perkara yang belum lengkap, kata Prasetyo, merupakan bentuk pertanggung jawaban JPU di persidangan.
"Jadi yang dihadapi bukan hanya terdakwa dan pengacara, tapi juga hakim. Hakim, terdakwa dan pengacaranya. Makannya berkas perkara harus betul-betul sempurna," katanya.
Dia berharap, kehadiran Densus Antikorupsi tidak membuat kewenangan pemberantasan korupsi penegak hukum lain, seperti KPK dan Kejaksaan menjadi tumpang tindih. Prasetyo juga mengingatkan agar Densus tidak hanya melakukan penindakan tapi juga preventif.
"Kita ingin justru kalau pun ada Densus, apapun sebutannya, semakin meningkatkan intensitas pemberantasan korupsi dan pencegahan korupsi. Kejaksaan punya konsep juga," katanya.
Menurutnya, perlu ada batasan-batasan kinerja dari Densus Antikorupsi agar tidak terkesan mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari KPK dan Kejaksaan.
"Tenang nanti ada batasan-batasan. Kalau sesuai undang-undang KPK itu menangani kasus yang 1 miliar ke atas seperti itu. Nanti kita akan rumuskan lagi," katanya.
Tak cuma kali ini saja Prasetyo menyuarakan penolakannya bergabung dengan Densus Antikorupsi. Saat rapat bersama Komisi III di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10) lalu, Prasetyo juga menegaskan penolakannya.
Saat itu, Prasetyo mengatakan salah satu alasannya karena tidak ingin Kejaksaan mendapat anggapan menjadi saingan KPK dengan terlibat di Densus Antikorupsi. Selain itu, kerjasama lembaga Polri dan Kejaksaan Agung dalam Densus Antikorupsi juga belum diatur dalam undang-undang.
"Di samping saya ingin menyampaikan menghindari ada anggapan nanti ini dianggap saingan KPK," kata Prasetyo.
Meski menolak bergabung, Kejaksaan akan tetap menjalankan tugasnya untuk menerima hasil penyelidikan dan penyidikan terkait kasus korupsi dari Densus Antikorupsi sesuai aturan KUHAP.
"Yang dibentuk oleh Polri, kami tetap mengacu pada KUHAP di mana di situ diatur JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri. Apakah itu kalau dulu Bareskrim, dan sekarang untuk korupsi akan dilakukan Densus," katanya.
Baca juga:
Saut Situmorang harap KPK dan Densus Antikorupsi saling melengkapi
Ketua KPK: Mudah-mudahan kita bisa koordinasi dengan Densus Tipikor
Kapolri usul Densus Tipikor di bawah kendali Polri, Kejagung dan BPK
Alasan Jaksa Agung 'kekeuh' tolak Densus Tipikor satu atap dengan Kejaksaan
Densus Antikorupsi dan wacana pemangkasan kewenangan KPK
-
Apa yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung terkait korupsi timah? Kebakaran Agung (Kejagung) tengah berkodinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara akibat mega korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah 2015-2022.
-
Kapan Hendarman Supandji menjabat sebagai Jaksa Agung? Hendarman Supandji menjabat sebagai Jaksa Agung pada periode 2007-2010.
-
Apa yang di Apresiasi Komisi III dari Jaksa Agung? Komisi III mengapresiasi sikap tegas Jaksa Agung dalam menghadapi oknum Kajari yang ditangkap oleh KPK. Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa. Memang harus seperti ini untuk jaga marwah institusi dan kepercayaan masyarakat.
-
Siapa yang mengapresiasi langkah Jaksa Agung? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi langkah Jaksa Agung yang tidak memberikan toleransi terhadap jaksa yang diduga terlibat korupsi.
-
Siapa yang mengapresiasi langkah Kejagung dalam penanganan korupsi? DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi Wakil Ketua Komisi III mengapresiasi langkah Kejaksaan Agug (Kejagung) yang disebut mengeluarkan terobosan melalui aturan penyertaan penghitungan jumlah kerugian perekonomian negara dalam penanganan kasus korupsi, meski dalam pembuktiannya menjadi keputusan hakim di pengadilan.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).