Lambannya Kinerja KPK Menangkap Harun Masiku dan Nurhadi
Harun Masiku adalah tersangka suap mantan anggota komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sedangkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ditetapkan tersangka setelah diduga berperan dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung sepanjang periode 2011-2016.
Sejak menyebar luas ke seluruh dunia dan masuk ke Indonesia, pandemi Covid-19 langsung menjadi perhatian semua kalangan di tanah air. Semua orang kini fokus kepada pencegahan dan penyembuhan virus tersebut.
Isu-isu krusial lain yang sebelumnya ramai kini seakan tenggelam akibat Covid-19. Sebut saja soal isu korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni kasus suap politikus PDIP Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK terkait kasus Harun Masiku? Perburuan Harun Masiku kini menyasar ke Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Pemeriksaan Hasto setelah penyidik sempat memeriksa seorang mahasiswa Melita De Grave dan Simon Petrus yang berprofesi sebagai pengacara.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
-
Apa yang ditemukan oleh KPK di kantor PT Hutama Karya? Penyidik, kata Ali, mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK. "Temuan dokumen tersebut diantaranya berisi item-item pengadaan yang didug dilakukan secara melawan hukum," kata Ali.
Harun Masiku adalah tersangka suap mantan anggota komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sedangkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ditetapkan tersangka setelah diduga berperan dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung sepanjang periode 2011-2016.
KPK mencatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi. Pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Nurhadi bersama dua tersangka lainnya, yakni Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020 lalu. Sedangkan, Harun Masiku telah dimasukkan dalam status DPO sejak 17 Januari 2020 lalu.
Namun hingga kini, Harun dan Nurhadi masih bisa bernapas lega di luar sana. KPK hingga kini belum juga berhasil menangkap keduanya.
Harun Masiku Ada di Indonesia
Walau diketahui sudah berada di Indonesia, sampai detik ini KPK belum juga berhasil menangkap politikus PDIP itu.
Harun Masiku diketahui sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. Kepastian Harun berada di Indonesia disampaikan langsung oleh Ronny F Sompie yang saat itu masih menjabat sebagai Dirjen Imigrasi.
"Sudah (Harun Masiku) sudah (menjadi DPO), belum lama," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/1).
Pihaknya sudah berupaya memburu Harun. Tetapi dia mengaku tidak mengumbar prosesnya ke publik. Dia bilang KPK sudah mencari di beberapa lokasi. Ia juga meminta supaya orang yang mengetahui posisi caleg PDIP itu untuk memberitahu KPK. Dia mengatakan, pada waktunya Harun ini akan tertangkap.
Keberadaan Nurhadi Masih Misteri
Sejak menyandang status tersangka, Nurhadi tak pernah nongol saat diperiksa KPK terkait kasus yang menyeret namanya. Tercatat, Nurhadi, sudah empat kali mangkir diperiksa penyidik KPK.
KPK pun menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan surat perintah penangkapan untuk Nurhadi dan Rezky Herbiyono serta Hiendra Soenjoto. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat ke Kapolri pada Selasa, 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut.
"KPK terbitkan DPO dan surat perintah penangkapan untuk Nurhadi dan kawan-kawan," ujar Ali Fikri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (13/2) malam.
Ali menjelaskan, penerbitan surat DPO dilakukan setelah sebelumnya KPK memanggil para tersangka sesuai prosedur. Namun ketiganya tidak hadir memenuhi panggilan tersebut. "Sesuai ketentuan pasal 112 ayat (2) KUHAP, terkait dengan hal tersebut, selain mencari, KPK juga menerbitkan surat perintah penangkapan," terang Ali.
Menurut Ali, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah ditolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
ICW Duga KPK Tak Berniat Bongkar Kasus Nurhadi dan Harun Masiku
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mengritik KPK. Kritik dilontarkan ICW lantaran KPK tengah membuka peluang mengadili para buronan dengan metode in absentia.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menduga, keputusan KPK untuk menyidangkan buronan dengan metode tanpa dihadiri terdakwa itu bagian dari tujuan lembaga antirasuah yang tak ingin membongkar kasus lebih dalam.
"Seluruh kontroversial ini menjadikan satu dugaan bahwa pimpinan KPK memang tidak ingin perkara ini terbongkar tuntas," ujar Kurnia saat dikonfirmasi, Jumat (6/3/2020).
KPK sebelumnya sempat menyatakan membuka peluang mengadili politikus PDIP Harun Masiku, mantan Sekretaris MA Nurhadi, keponakan Nurhadi bernama Rezky Herbiono, dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto dengan metode in absentia.
Metode tersebut akan dilakukan KPK jika keempat buronan dalam dua kasus berbeda itu tak bisa ditangkap saat berkasnya sudah masuk ke Pengadilan Tipikor.
Menurut Kurnia, keputusan mengadili para buronan dengan metode in absentia tidak tepat.
"Rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia," kata Kurnia.
Kurnia menjelaskan, sidang in absentia memang diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, pasal ini dapat digunakan dengan syarat khusus, yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Kurnia pun mempertanyakan keseriusan KPK dalam memburu para buronan. KPK sendiri sempat menyatakan telah menggeledah beberapa lokasi untuk menemukan para buronan. Namun hasilnya nihil.
"Pertanyaannya, apakah sudah dilakukan penggeledahan di wilayah tersebut? Kita tidak terlalu yakin KPK sudah melakukannya," kata Kurnia.
Haris Azhar: Tugas Negara Cari Harun & Nurhadi, Bukan Buat Persidangan In Absentia
Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar. Menurutnya, persidangan in absentia sah-sah saja digelar. Namun, harus ada syarat yang mesti dipenuhi.
"Dalam kasus Harun atau Nurhadi, itu mesti diuji upaya-upayanya. Misalnya sudah melarikan diri. Ketahuan dia terpantau sudah ke luar negeri. Tiketnya ada. Paspornya terdeteksi," katanya ditemui di Jakarta, Jumat (13/3).
"Jadi dia berhasil kabur dan kita tanya sama negara dimana dia berada, benar dia ada di sana. Terus kita tidak ada perjanjian ekstradisi, jadi tidak bisa dipanggil lagi. Dia dipanggil tidak mau. Nah itu sudah dipastikan in absentia," imbuh Haris.
Atau bisa juga dibuktikan bahwa Harun maupun Nurhadi sedang dalam kondisi sakit, sehingga tidak bisa mengikuti jalannya persidangan.
"Tapi kalau dia tidak pernah ke luar negeri, nggak ketahuan dia sakit atau tidak, dia menghilang, maka tugas negara adalah mencari bukan mengadakan pengadilan in absentia," terangnya.
Karena itu, Haris mengatakan, persidangan in absentia belum bisa diterapkan pada Harun Masiku maupun Nurhadi. "Kalau KPK bilang in absentia, itu namanya maksa. Saya khawatir KPK sedang bikin modus," ungkapnya.
Dia pun mengumpamakan proses pemberantasan korupsi yang sedang dijalankan KPK saat ini dengan Bemo. Karena jalannya yang lambat. Ini jelas tidak dapat mengimbangi langkah cepat para koruptor.
"Kan benar kan pakai bemo. Ajukan dulu izin pimpinan, pimpinan izin dulu ke Dewas, lambat. Namanya bemo. Jadi nanti cara kerja KPK nanti bergaya bemo, lambat sedangkan koruptor-koruptor melarikan diri dengan cara kapal jet. Jadi modusnya itu, hilang nanti kalau terpaksa tekanan publik kasusnya harus jalan, in absentia," jelas dia.
"Jadi sekarang modusnya lagi musim-musim DPO. KPK-nya bengong. Nanti ujungnya kalau terpaksa pengadilannya in absentia. Padahal pengadilan in absentia itu ada syaratnya," tandas Haris.
KPK Klaim Tetap Lakukan Pencarian
KPK mengaku tetap melakukan pencarian terhadap Nurhadi dan Harun Masiku. Meski saat ini virus corona atau Covid-19 sedang 'menghantui'.
"Informasi teman-teman di lapangan, masih terus dilakukan dengan penyesuaian dan tetap waspada terhadap penyebaran wabah Covid-19 dengan memakai alat pelindung diri dan lain-lain," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (23/3).
"Khusus para DPO Nurhadi dan kawan-kawan pasca putusan praperadilan yang kedua ditolak, KPK mengimbau agar menyerahkan diri ke KPK dan silakan hadapi prosesnya, lakukan pembelaan secara profesional," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK total telah melakukan pencarian di 13 titik terhadap Nurhadi dan Harun Masiku.
"Bahwa kami sangat 'concern' yang jadi sorotan kan saudara NH (Nurhadi) dan HM (Harun Masiku). Dua hal itu kami telah melakukan pencarian pada 13 titik sampai saat ini. 13 titik yang diindikasikan merupakan tempat itu belum mendapatkan hasil," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta.
(mdk/dan)