Lumpuh, mantan Bendesa Adat ini kurang perhatian

Kelumpuhan ini dialaminya sejak lima tahun lalu.

Seorang mantan tokoh adat yang dituakan atau yang ditunjuk sebagai Bendesa Adat Pakraman Mendoyo desa Dangin Tukad, di Jembrana Bali kondisinya sangat memprihatinkan.

Bukan soal kelumpuhan yang dialaminya, namun sebagai seorang mantan yang dituakan di adat desa tersebut justru kurang mendapat perhatian.

Diumurnya yang ke 70, Ketut Westen yang seorang mantan Bendesa Adat ini hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Kelumpuhan ini dialaminya sejak lima tahun lalu.

Westen merupakan tokoh masyarakat setempat, dia abdikan hidupnya untuk desanya. Menjadi Kelian Banjar selama 25 tahun dan merangkap menjadi Bendesa Mendoyo Dangin Tukad selama 15 tahun.

"Saya cukup lama mengabdikan di desa. Selama jadi Kelian Banjar dan Bendesa, desa kami beberapa kali mewakili Kabupaten Jembrana ikut lomba PKK, sekeha taruna tingkat provinsi dan lomba lainnya," ujar laki-laki yang beristrikan Wayan Kanten (60).

Bapak empat orang anak serta kakek empat cucu ini. Kelumpuhan ini dialaminya sejak tensi darah tinggi naik dan ada gangguan saraf sekitar tahun 1992.

"Penyakit mulai datang tahun 92 an. Kalau mulai lumpuh yah, 5 tahun lalu," ujarnya.

Dalam kesehariannya kini Westen hanya bisa berbaring sambil menonton TV dan terkadang mageguritan. "Saya masih senang mageguritan dan mendengarkan ceramah agama untuk mengisi waktu di tempat tidur sehingga tidak jenuh," ujarnya lirih.

Westen sejak tahun 1992 sudah tidak bisa bekerja lagi. Namun ternyata banyak orang yang memberikan bantuan biaya sehari-hari termasuk biaya pengobatan buat dirinya. Orang-orang yang membantu itu kebanyakan pernah dibantunya.