Mabes Polri sebut Samad jadi tersangka sejak pekan lalu
Polda Sulselbar menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen pada 2007 silam.
Polri menegaskan surat pemberitahuan pemeriksaan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad resmi dilayangkan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat hari ini. Polda Sulselbar menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen pada 2007 silam.
"Hari ini Polda Sulselbar sudah melayangkan panggilan sebagai tersangka kepada AS untuk diperiksa sebagai tersangka di Polda Sulselbar, hari Jumat tanggal 20 Februari 2015," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Rikwanto, Selasa (17/2).
Menurut Rikwanto, Samad ditetapkan tersangka setelah penyidik Polda Sulselbar melakukan gelar perkara dengan meminta keterangan sejumlah saksi. Diantaranya pihak imigrasi, kecamatan, kelurahan, dan masyarakat.
"Jadi minggu lalu ditetapkan sebagai tersangka. Untuk gelar tersangkanya minggu lalu," ujar Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, pemeriksaan tersebut terkait dugaan membantu tersangka utama Feriyani Lim untuk memalsukan dokumen kependudukan. Menurutnya, penentuan status tersangka terhadap Samad merupakan hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulselbar pada Minggu lalu.
"Tersangka kasus dugaan pemalsuan surat. Ini untuk perkara kaitan Feriyana Lim yang ditangani Polda Sulselbar," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Samad ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan dokumen oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat.
Nama Samad terseret setelah Polda Sulsebar memintai keterangan sejumlah saksi akhir pekan lalu dan terbukti jika dirinya diduga ikut berperan membantu tersangka lainnya Feriyani Lim.
Peristiwa ini diketahui berlangsung pada tahun 2007 silam. Namun baru dilaporkan Chairil Chaidar Said pada Januari 2015 lalu.
Atas dugaan keterlibatannya tersebut, Samad dijerat Pasal 263 ayat (1) (2) subs psl 264 Pasal 264 ayat (1) (2) lebih subsider Pasal 266 ayat (1) (2) KUHP dan atau Pasal 93 UU RI no 23 tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan yang telah dilakukan perubahan UU No 24 tahun 2013.
"Ancaman hukuman penjara paling lama delapan tahun denda paling banyak Rp 50 juta," kata Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Endi Sutendi.