Mahfud MD Respons Ustaz Farid Ditangkap: Densus Sudah Lama Membuntuti
Apa yang dilakukan oleh Densus itu agar tak dinilai gegabah atau asal tangkap dalam mengamankan seorang terduga teroris.
Detasmen Khusus (Densus) 88 antiteror Polri telah menangkap tiga terduga teroris di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11). Ketiganya yakni Farid Ahmad Okbah (FAO), Ahmad Zein An-Najah (AZ) dan Anung Al-Hamat (AA).
Penangkapan terhadap ketiganya itu lebih dulu dilakukan survelince atau pengawasan oleh Densus 88. Hal ini dikatakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Apa yang dikabarkan oleh Bahlil Lahadalia terkait pengunduran diri Mahfud MD? Bahlil pun meminta agar seluruh pihak menunggu informasi resmi dari Mahfud apakah benar akan mengundurkan diri atau tidak. "Jadi tunggu saja ya, kalau memang itu benar baru saya kasih tanggapan,"
-
Bagaimana Mahfud MD ingin menularkan ketegasannya? Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,” pungkas Mahfud MD.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
-
Apa yang Mahfud MD soroti dalam debat cawapres? Dalam kesempatan Debat Capres dan Cawapres yang berlangsung pada Minggu (21/01/2024) lalu, cawapres nomor urut 03 yaitu Mahfud MD soroti deforestasi hutan di Indonesia yang mencapai 12,5 juta hektare.
-
Mengapa Mahfud MD kecewa dengan sistem hukum di Indonesia? "Ada tiga kata yang sangat penting di dalam orasi ini yaitu kata etika, moral dan hukum semua kata itu, rangkaian kata itu penting, tapi saya akan bicara etika, moral dan hukum. Kenapa topik ini dipilih, karena kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan," kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis (30/11)."Masih terjadi ketidakadilan di mana-mana, penegakan hukum juga ditandai oleh berbagai transaksi, jual beli kasus, jual beli vonis," sambungnya.
"Adapun Densus sudah melakukan survelince, sudah lama dan dibuntuti sudah lama. Itu semua dibuntuti pelan-pelan," kata Mahfud dalam akun resmi Kemenko Polhukam RI, Sabtu (20/11).
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Densus itu agar tak dinilai gegabah atau asal tangkap dalam mengamankan seorang terduga teroris.
Apalagi, Densus harus mempunyai bukti yang cukup untuk menangkap seseorang yang diduga sebagai teroris. Karena jika tidak, hal itu tidak bisa dilakukan oleh mereka.
"Karena UU 5 tahun 2018 adalah hukum khusus untuk terorisme dengan treament khusus tidak boleh sembarang. Oleh sebab itu, ketika menangkap itu harus bisa menyakinkan bahwa ini bisa dibuktikan ke pengadilan kalau menggunakan UU terorisme," jelasnya.
"Kita kalau menggunakan UU lain kadang kala bisa gagal, tapi kalau terorisme sudah lengkap jaitan bukti-buktinya itu. Nah okeh, sebab itu mari kita percayakan proses hukumnya," sambungnya.
Dengan adanya penangkapan itu, ia meminta untuk saling bekerja dengan baik dalam menjaga keamanan negara Indonesia. Karena, ia tak ingin jika pemerintah dianggap kecolongan.
"Ini kan pemerintah serba dituding dulu, ada bom meledak dulu. Dikatakan pemerintah bego, ini sampai bom meledak di Makassar, di Surabaya. Begitu, bertindak lebih cepat pemerintah ini sewenang-wenang. Mari profesional saja, jangan sampai anda nanti usul. Agar kami diam, kemudian kita setuju. Sudahlah diam ada usulnya pak ini," tegasnya.
"Kemudian kalau terjadi sesuatu, anda bilang kan saya cuman usul, tidak boleh seperti itu. Negara ini harus bertindak antisipatif, bertindak lebih dulu. Kalau salah, meskipun pemerintah. Mari kita selesaikan secara hukum, kan ada hukum," tutupnya.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT RI, Brigjen Ahmad Nurwakhid memastikan, penangkapan oleh Detasmen Khusus (Densus) 88 antiteror Polri terhadap tiga terduga teroris pada Selasa (16/11) kemarin, sudah berdasarkan alat bukti.
Diketahui, ketiga orang yang diamankan itu yakni Farid Ahmad Okbah (FAO), Anung Al-Hamat (AA) dan Ahmad Zain An-Najah (AZ).
"Jadi kalau Densus 88 antiteror itu melakukan penangkapan itu sudah minimal mendasari pada dua alat bukti, yang memenuhi unsur tindak pidana teror sebagaimana dalam UU nomor 5 tahun 2018," kata Nurwakhid saat dihubungi, Rabu (17/11).
Sehingga, penangkapan terhadap ketiganya oleh Densus tersebut tidaklah asal-asalan atau sembarangan. Karena, penangkapan oleh petugas juga tetap berdasarkan hukum yang ada dan berlaku.
"Jadi intinya kalau Densus 88 menangkap itu bukan asal menangkap, semuanya adalah berdasarkan hukum, yaitu minimal dua alat bukti," tegasnya.
"Makanya sampai sekarang kan Densus 88 antiteror itu kan sebagai institusi penegak hukum di bidang tindak pidana terorisme yang salah satu yang terbaik di dunia. Makanya kita jaga profesionalitas itu," sambungnya.
Detasmen Khusus (Densus) 88 antiteror menangkap tiga terduga terorisme pada Selasa (16/11) di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Ketiganya itu yakni bernama Farid Ahmad Okbah (FAO), Anung Al-Hamat (AA) dan Ahmad Zain An-Najah (AZ).
Ketiganya ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda-beda. Densus lebih dulu melakukan penangkapan terhadap Ahmad Zain di Jalan Merbabu Raya di Perumahan Pondok Melati. FAO ditangkap di Jalan Yantera 1, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi dan Anang ditangkap di Pondok Melati, Kota Bekasi.
(mdk/rhm)