Manuver para jenderal polisi jegal pencalonan kapolri Budi Gunawan
IPW terang-terangan menyebut ada 3 jenderal polisi yang tak suka dengan pencalonan Budi Gunawan jadi kapolri.
Nama Komjen Budi Gunawan makin hari makin ramai diperbincangkan. Jenderal bintang tiga yang kini masih menjabat sebagai Kalemdikpol itu dicalonkan sebagai Kapolri tapi malah sudah ditetapkan tersangka kasus rekening gendut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan kemarin Komisi III DPR sudah merestui Budi Gunawan menjadi Kapolri usai dirinya menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Namun sampai kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memilih Budi belum mengeluarkan keputusan apa-apa terkait masalah pelik ini.
Nah, dalam penetapan status tersangka Budi ini dikabarkan tak murni datang dari KPK saja. Diduga ada jenderal polisi lain yang sengaja ingin menjegal pencalonan Budi.
Indonesian Police Watch (IPW) terang-terangan menyebut bahwa memang ada jenderal polisi yang sudah merayu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mencoret nama Budi untuk diajukan ke Jokowi.
Berikut penjelasan IPW soal pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri:
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
-
Kapan Ganjar Pranowo menemani Kaisar Jepang berkeliling Candi Borobudur? Pada Kamis (22/6), Kaisar Jepang, Hironomiya Naruhito berkunjung ke Candi Borobudur.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Sahrul Gunawan diwisuda? Alhamdulillah, guys! Hari ini, Selasa, 21 November 2023, setelah sukses banget lulus sidang tesis bulan April kemarin, kita semua merayakan Wisuda Magister Ilmu tafsir Al Quran universitas PTIQ yang pertama.
-
Kapan Gunawan tertinggal rombongan mudik? Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
Ada 3 jenderal yang benci pada Budi Gunawan
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan ada konspirasi di balik penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK. Hal itu tak terlepas dari persaingan di internal Polri. Neta memang selama ini kencang mendukung pencalonan Budi Gunawan.
"Ada permainan politik praktis di balik penetapan tersangka Budi Gunawan. Ini tidak terlepas dari cakar-cakaran di Polri," kata Neta di gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (15/1).
Menurutnya ada perwira tinggi yang tak menyukai Budi Gunawan maju sebagai Kapolri. Mereka merasa lebih pantas daripada Budi Gunawan.
"Ada tiga perwira tinggi aktif yang berusaha secara keras menjatuhkan Budi Gunawan jadi Kapolri baru. Satu tidak suka, merasa lebih pantas, dan jika ini terjadi kesemrawutan akan jatuh ke dia," terang dia.
Lanjut dia, dari ketiga perwira tinggi tersebut ada yang mencoba membujuk Kompolnas mencoret nama Budi Gunawan untuk diajukan ke Presiden Joko Widodo. Namun, dia enggan menyebut nama perwira tinggi itu.
"Dua hari sebelum KPK menetapkan Budi Gunawan jadi tersangka salah satu dari tiga orang ini melobi Kompolnas untuk menjatuhkan Budi Gunawan. Tapi saya tidak akan sebutkan namanya," pungkas dia.
Pergantian Kapolri sangat jorok dan cakar-cakaran
Neta S Pane merasa prihatin tradisi suksesi di tubuh Polri cenderung rusuh. Mereka sering saling sikut antar kawan, apalagi soal panasnya pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri akhir-akhir ini.
"Tradisi di kepolisian jika ada pergantian Kapolri selalu riuh. Di sini sangat jorok cakar-cakaran," kata Neta di gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (15/1).
Menurutnya tradisi suksesi kepemimpinan di tubuh TNI lebih bagus. Mereka tak saling serang di internal.
"Di TNI budayanya bebek, kalau presiden ada yang milih Panglima maka semua ikut masuk kandang mendukung. Tapi di Polri budayanya ayam jika ada jagung di mulut teman jika bisa diambil akan dipatuk," terang dia.
Persaingan internal Polri ini membuat Komjen Pol Budi Gunawan menjadi korban. Komjen Budi ditetapkan sebagai tersangka rekening gendut padahal oleh Mabes Polri sudah di tutup kasusnya.
"Setelah Budi Gunawan dilantik jadi Kapolri maka harus melakukan perlawanan dengan KPK dengan cara praperadilan. Perang ini lebih besar ke depan daripada cicak vs buaya tapi cicak vs komodo," pungkas dia.
Ada motif politik dibalik penetapan tersangka Komjen Budi
Neta S Pane menyebut tindakan KPK menetapkan status tersangka pada Budi Gunawan malah menunjukkan jika lembaga tersebut sudah bermain politik praktis. Dia melihat, KPK telah bertindak sewenang-wenang dan tidak taat terhadap proses hukum yang berlaku.
"Belum ada proses dan pemeriksaan saksi-saksi, KPK dengan arogan menetapkan BG sebagai tersangka. Bandingkan dengan saat KPK menangani kasus Djoko Susilo yg sejumlah saksi diperiksa, dan DS terlebih dahulu dijadikan saksi baru kemudian tersangka," tegas Neta dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (13/1).
Tindakan itu, lanjut Neta, telah memperlihatkan KPK melakukan kriminalisasi terhadap sosok Budi Gunawan dengan merekayasa kasus dan pembunuhan karakter. Jika dibiarkan, dia yakni KPK akan bertindak di luar batas kewajaran.
"Jika hal ini dibiarkan, komisioner KPK akan makin sewenang-wenang dan arogan serta menganggap dirinya sebagai dewa. Apa yang dilakukan KPK ini harus dilawan. Mosi tak percaya harus dilakukan untuk membubarkan komisioner KPK yang sekarang," tegasnya.
Bakal ada Cicak VS Buaya II
Jauh sebelum Presiden Jokowi resmi mengajukan nama Komjen Budi, Neta sudah memprediksi bahwa Kepala Lembaga Pendidikan Polisi (Kalemdikpol) itu bakal diajukan sebagai calon Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman. Namun pencalonan Komjen Budi menuai polemik setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus rekening gendut.
Neta berharap, Presiden Joko Widodo tetap konsisten melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri dan melakukan perlawanan pra peradilan terhadap KPK. Dia pun meminta kepolisian untuk menyelidiki dugaan rekayasa kasus di balik penetapan tersangka terhadap mantan ajudan Megawati Soekarnoputri itu.
"IPW memprediksi, ke depan akan terjadi konflik besar antara KPK dan Polri dan lebih besar dari konflik cicak buaya," pungkasnya.