Marak kasus perdagangan satwa langka bikin para aktivis ini miris
Para aktivis menuntut para penegak hukum agar menjerat pelaku dengan hukuman yang maksimal.
Pengguna Jalan Merdeka Utara Kota Malang mendadak dikejutkan dengan munculnya spanduk besar di jembatan penyeberangan. Dua orang dengan menggunakan teknik rappling bergelantungan, menurunkan sebuah spanduk raksasa itu.
Spanduk bertuliskan 'Hukum Berat Pedagang Satwa Langka' membentang hingga nyaris menyentuh aspal jalan raya. Begitu spanduk terbentang, seorang pria berpakaian layaknya hakim muncul memakai sepeda sepeda.
Sang hakim bersepeda dengan jalan di tempat dengan berpenutup mata. Aksi tersebut sengaja menyindir para penegak hukum yang selama ini tidak tegas kepada para pelaku perdagangan satwa dilindungi.
Aksi pembentangan spanduk tersebut memang merupakan kampanye Protection of Forest and Fauna (ProFauna) Indonesia dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia 2016. Aksi yang diperingati setiap 5 Juni itu berlangsung sekejap, bahkan tidak lebih dari lima menit.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang dan Polisi langsung mendatangi para aktivis ProFauna. Mereka meminta spanduk besar tersebut segera diturunkan dari tempatnya.
Para demonstran seperti tidak ingin ribut dengan para petugas yang mendatangi mereka. Puluhan orang itu langsung menggulung spanduk merah tersebut. Satpol PP bahkan meminta spanduk kampanye itu segera digulung karena mengganggu kelancaran arus lalu lintas.
Dwi Derma S, juru kampanye ProFauna, mengungkapkan kalau pihaknya telah memberikan surat pemberitahuan pada Satuan Intelkam Polres Kota Malang. Aksi yang tergolong penuh resiko itu menunjukkan bahwa tingkat kejahatan perdagangan satwa dilindungi sangat mengkhawatirkan.
"Memang sedikit ekstrem, agar melekat di ingatan masyarakat, dan masyarakat melihat betapa sudah mengkhawatirkannya kejahatan perdagangan satwa dilindungi di Indonesia," ujar Derma di Jalan Merdeka Utara Kota Malang, Sabtu (4/6).
Kampanye ProFauna menyuarakan penindakan tegas bagi pedagang satwa liar yang dilindungi. ProFauna menuntut para penegak hukum agar menjerat pelaku dengan hukuman yang maksimal. Penegakan hukum dinilai tindak pernah tegas kepada para pelaku kejahatan satwa dilindungi.
"Dari 120 kasus yang dilaporkan, hanya 10 persen saja yang ditindaklanjuti sampai ada putusan. Sementara lainnya berhenti di tengah jalan, dengan alasan kurang alat bukti," tegasnya.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata Derma, mengungkapkan bahwa 2015, nilai kerugian akibat perdagangan satwa dilindungi mencapai Rp 9 triliun. Sementara angka perdagangan seluruh dunia, angka per tahunnya berkisar antara USD 15 miliar sampai USD 20 miliar.
Kata Derma, tahun 2015 di Indonesia terjadi 67 kasus perdagangan satwa dilindungi. Sedangkan selama Januari hingga Mei 2016, telah ditemukan 52 kasus tindak pidana perdagangan satwa dilindungi.
"Belum pertengahan tahun, kasusnya sudah 52. Kecenderungan ada kenaikan," imbuhnya.
Kasus perdagangan satwa dilindungi didominasi oleh penjualan primata jenis kukang dan lutung, kemudian burung dan penyu.