Masyarakat Diminta Kritis, Lawan Konten Intoleransi di Medsos
Dunia maya dengan berbagai informasinya telah menjadi ruang publik baru di mana fakta, nilai, dan opini bertebaran secara luas. Dalam konteks inilah, masyarakat diminta tidak mudah terjebak disinformasi yang dapat memecah belah keutuhan.
Dunia maya dengan berbagai informasinya telah menjadi ruang publik baru di mana fakta, nilai, dan opini bertebaran secara luas. Dalam konteks inilah, masyarakat diminta tidak mudah terjebak disinformasi yang dapat memecah belah keutuhan.
Guru Besar Ilmu Filsafat dari Universitas Katolik Parahyangan (Upar) Bandung, Ignatius Bambang Sugiharto mengatakan, dalam menggunakan media sosial (medsos) sebetulnya banyak peluang yang bisa dilakukan para pengguna medsos untuk tetap menjaga sikap rasional
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Bantuan sosial apa yang dikatakan sebagai hoaks? Itu hoaks dan tidak benar, kami di lembaga BP2MI tidak pernah mengeluarkan program bantuan sosial kepada Pekerja Migran Indonesia seperti informasi yang beredar," kata Wahyuningrum atau yang akrab disapa Yayuk, dikutip dari situs bp2mi.go.id, Senin (4/12).
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana Gatotkaca dari Sukoharjo melawan hoaks? Danar mengatakan, tempat paling tepat untuk menanyakan kebenaran terkait berita yang mereka peroleh adalah tempat di mana mereka menuntut ilmu, seperti melakukan diskusi atau sharing dengan guru terkait berita yang mereka dapatkan.
-
Mengapa video di Youtube yang menampilkan Erick Thohir dan DPR RI dikatakan Hoaks? Dari awal hingga akhir video tidak ada pembahasan soal Erick Thohir dan DPR sepakat untuk membongkar kasus-kasus dari Presiden jOkowi. Sehingga narasi tersebut adalah hoaks dan tidak dapat dibuktikan.
"Saya kira kita harus belajar berpikir terbuka dalam melihat perbedaan komentar dari berbagai pihak di media sosial. Karena orang bisa belajar melihat mana komentar dangkal, mana mendalam dan mana yang nalarnya bagus," ujar Bambang dalam keterangannya, Kamis (30/1).
Bambang menyayangkan masyarakat umumnya belum bisa memfilter informasi dengan baik.
"Cara terbaik menghadapi medsos adalah dengan memperdalam kemampuan untuk merenung, membiasakan membaca esai atau tulisan-tulisan berbobot. Ini agar daya kritis kita bisa terus terasah," kata pria yang juga dosen di Fakultas Filsafat Unpar ini.
Lebih lanjut, Dia menyampaikan bahwa ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab dari penyebaran intoleransi dan juga radikalisme di medsos. Pertama, krisis identitas dimana individu atau kelompok merasa tidak dihargai dalam lingkungan sosialnya kemudian dia mencari pelarian di medsos. Kedua, emosi yang labil, hal ini rentan untuk dipermainkan dan disusupi oleh kelompok tertentu yang memiliki kepentingan.
"Masyarakat bersikap kritis dalam menggunakan media sosial, membentengi diri agar tidak mudah terprovokasi yang bersumber dari satu pihak atau golongan tertentu saja," tuturnya.
Hal ini juga sekaligus sebagai upaya masyarakat untuk membentengi dirinya agar tidak mudah disusupi paham-paham radikalisme negatif dan melakukan perbuatan intoleransi terhadap pihak lain yang berbeda baik dari segi pandangan, pilihan keyakinan dan sebagainya.
"Dalam arti begini, kita harus melihat bahwa radikalisme itu jelas-jelas destruktif, dan tentunya tidak mungkin dikehendaki Tuhan. Karenanya perlu kekuatan masyarakat yang kritis untuk bersatu menolaknya, dengan cara apa pun sejauh manusiawi dan non-violent meskipun memang tidak mudah," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa kaum milenial sebagai populasi terbesar di medsos harus dibiasakan untuk melihat perbedaan sebagai suatu keindahan dalam cara berpikir.
"Di mana cara-cara berpikir yang indokrtinatif perlu dihindarkan, dan diganti dengan keberanian untuk mempertanyakan dan meragukan setiap opini dan fakta yang ada. Sikap kritis itu natural, karena otak manusia itu diciptakan untuk berpikir," imbuhnya.
Selain itu, pria yang juga anggota Asosiasi Filsafat Indonesia (Asafi) ini juga menyampaikan perlunya peran serta dari pemerintah untuk menanggulangi penyebaran paham radikalisme yang menyebar melalui di media sosial agar tidak semakin masif dan menjangkiti masyarakat.
"Saya kira kontra radikalisasi itu perlu dijalankan sejak pendidikan dasar dengan memupuk sikap pluralis dan toleran terhadap yang berbeda. Sebetulnya saya lihat pemerintah sudah ke arah itu. Hanya saja hal seperti itu perlu lebih diintensifkan lagi agar masyarakat ini memiliki daya tahan terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang bisa memecah belah bangsa kita ini," pungkasnya.
Baca juga:
Terbukti Rasial saat Insiden Asrama Mahasiswa Papua, Syamsul Divonis 5 Bulan Penjara
Polisi Periksa Saksi dan 3 Ahli Terkait Kasus Penghinaan Wali Kota Surabaya
Risma Laporkan Akun FB bernama Zikria Dzatil yang Diduga Melakukan Penghinaan
Polisi Bekuk Pembuat Spanduk Diskriminasi SARA di Jakarta Timur
Hentikan Sebar Kebencian yang Rusak Keutuhan Masyarakat
Gus Mus: Pembina Pramuka yang Ajarkan 'Islam Yes Kafir No' Tak Paham Agama