Masyarakat diminta waspada atas upaya pecah belah NKRI
Bangsa Indonesia tetap harus waspada dengan adanya upaya-upaya yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satunya adalah ancaman radikalisme dan terorisme.
Situasi panas menyelimuti Pilgub DKI beberapa waktu lalu. Salah satu sebabnya, pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dinilai melecehkan Alquran membuat sebagian masyarakat bergejolak.
Kini Pilgub DKI telah usai. Kondisi Jakarta dan nasional pun mulai kondusif. Namun demikian, bangsa Indonesia tetap harus waspada dengan adanya upaya-upaya yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satunya adalah ancaman radikalisme dan terorisme.
"Apa yang terjadi pada Pilkada Jakarta kemarin, menurut saya bisa dijadikan indikator paling mudah apakah revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo berjalan atau tidak. Memang ada kelompok radikal yang terindikasi menunggangi Pilkada kemarin meski sulit diukur seberapa besar pengaruh kelompok radikal tersebut. Pastinya, kekuatan masyarakat lah yang akhirnya terbawa dan menentukan proses Pilkada itu," kata Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio, Rabu (26/4).
Menurutnya, kondisi masyarakat Jakarta terkotak-kotak parah selama Pilgub DKI, terutama setelah munculnya kasus penistaan agama itu.
"Apa yang terjadi kemarin itu sudah sangat berbahaya. Masyarakat terpecah dan terkotak-kotak yang bisa menimbulkan ekses yang sangat besar yaitu terancamnya NKRI. Kita bersyukur hal-hal negatif itu tidak sampai terjadi. Ini pelajaran bagi kita, bangsa Indonesia, dalam bernegara dan berpolitik," katanya.
Dia mengajak seluruh pihak untuk bisa kembali bersatu dan tidak terkotak-kotak lagi. Hal itu menjadi cara terbaik untuk menjaga Indonesia sebagai negara yang demokratis, damai, dan adil. Apalagi faktanya masih banyak kelompok radikal yang terus berupaya melakukan propaganda dengan tujuan meruntuhkan NKRI.
Hendri mengungkapkan salah satu hal yang menyebabkan Pilkada Jakarta menjadi besar karena ada beberapa kelompok masyarakat yang merasa ada ketidakadilan di Jakarta karena kasus penistaan agama Ahok.
"Menurut saya ini tidak hanya faktor agama, tapi ada faktor ketidakadilan di situ yang belum terselesaikan," katanya.
Hendri menilai, apa yang terjadi selama Pilgub DKI tidak akan terjadi bila program revolusi mental berjalan dengan baik. Dia mengajak semua pihak agar hal-hal yang terjadi selama Pilgub DKI tidak terjadi lagi. Salah satu caranya adalah memberikan kepercayaan penuh pada program revolusi mental Presiden Jokowi dan memperingatkan kementerian yang bertanggungjawab untuk bekerja lebih keras lagi.
"Tujuannya agar masyarakat Indonesia tidak berdiri di atas kebhinnekaannya, tapi berdiri di atas tunggal ika-nya," katanya.