Medsos harusnya jadi alat perekat masyarakat bukan sumber permusuhan
Media sosial (medsos) tengah menjadi primadona komunikasi di era modern. Namun, sayang medsos juga kerap dimanfaatkan pihak tertentu untuk menyebarkan informasi negatif bahkan kabar bohong alias hoax yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Media sosial (medsos) tengah menjadi primadona komunikasi di era modern. Namun, sayang medsos juga kerap dimanfaatkan pihak tertentu untuk menyebarkan informasi negatif bahkan kabar bohong alias hoax yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am mengakui ada sisi baik dan buruk dari perkembangan informasi dan teknologi (IT), terutama medsos. Menurutnya, di satu sisi perkembangan IT bisa memudahkan manusia untuk menjalin silaturahmi dan memperoleh informasi. Tapi di sisi lain, akibat ketidakbijakan dalam memanfaatkan, medsos bisa jadi sumber permusuhan.
"Bahkan medsos bisa memicu keretakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Itu dibuktikan dengan munculnya berita yang tidak terverifikasi kebenarannya sehingga bisa permusuhan berbasis SARA. Karenanya perlu ada kecerdasan dalam memanfaatkan medsos maupun media digital, juga dalam menerima informasi. Dengan begitu kita bisa menjadikan medsos untuk mempererat hubungan kebangsaan dan kemasyarakatan di Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika," kata Asrorun yang juga menjabat Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rabu (8/2).
Menurutnya harus ada mekanisme untuk menyaring berbagai informasi di medsos dan media yaitu melalui tabayun atau klarifikasi. Langkah ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kegaduhan sebagai dampak dari penyebaran informasi yang salah atau bahkan hoax.
Menurutnya ada fase-fase bahwa tidak semua berita itu boleh dipublikasi karena bisa jadi suatu berita yang benar tapi tidak disukai sumber informasinya.
"Jangan karena hanya alasan itu benar, kita justru menyebarkan. Apalagi itu dilandasi rasa kebencian dan ketidaksukaan pada orang lain. Itu namanya ghibah. Dalam Alquran, ghibah itu dosanya sangat besar dan diumpamakan seperti memakan bangkai saudara sendiri," katanya.
Dia melanjutkan setelah ghibah, tahap selanjutnya adalah fitnah. Menurutnya, untuk menghindari fitnah, tabayun dan verifikasi sangat penting. Jika tidak yakin berita itu benar maka lebih baik berita itu tidak perlu disebar agar tidak menimbulkan fitnah.
"Bahkan kalau pun benar, verifikasi itu tetap diperlukan apakah bermanfaat atau tidak. Hal-hal seperti inilah yang harus dipahami masyarakat dalam menggunakan kemudahan melalui medsos," katanya.
Dia mengatakan, MUI memiliki keprihatinan terkait fenomena medsos yang sering dijadikan alat provokasi, fitnah, hingga menebar kebencian. Karenanya MUI memandang penting untuk memberikan pedoman tentang kaidah keagamaan saat bermedsos ria demi untuk kemaslahatan, bukan kemudharatan.
"Secara khusus Komisi Fatwa MUI tengah membahas draft fatwa tentang pedoman bermuamalah dengan medsos yang bermuara pada kepentingan kemaslahatan itu. Insya Allah dalam waktu dekat, MUI akan merumuskan pedoman itu yang akan menjadi rujukan atau referensi keagamaan bagi masyarakat muslim pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya agar perkembangan IT bisa berdaya guna untuk kemaslahatan dalam bertetangga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," katanya.